Kamis, 29 November 2012

38 TEKNIK NABI MUHAMMAD SAW DALAM MENASIHATI DAN MENGOREKSI

1. TEGURLAH SEGERA DAN JANGAN DITUNDA-TUNDA.


Ketika mengetahui seseorang melakukan kesalahan, Rasulullah SAW akan segera menegur dan menasihatinya, terlebih lagi jika menurutnya menunda nasihat akan berdampak lebih buruk. Ia diutus kedunia untuk menyampaikan kebenaran dan menjelaskannya kepada umat manusia, menganjurkan kebaikan, dan memperingatkan mereka dari kesalahan. Dalam berbagai kesempatan, Rasulullah tak pernah diam dan membiarkan seseorang melakukan kesalahan tanpa teguran atau peringatan sedikitpun. Dalam hadist-hadist yang telah dikemukakan diatas kita melihat bagaimana Rasulullah menegur orang yang berbuat salah pada saat itu juga, misalnya yang ia lakukan kepada Usamah, Abu Bakar, dan lain-lain. Tempalah besi menjadi barang yang diinginkan ketika besi itu masih panas. Jika dibiarkan dingin, tentu kita akan kesulitan membentuk besi itu menjadi sesuatu yang kita inginkan. Sama halnya, kita harus segera menegur orang yang melakukan kesalahan dan jangan menundanya hingga ia tidak merasa bersalah, kecuali dalam kasus atau situasi tertentu yang akan kita bahas lebih jauh dibawah ini.



2. JELASKANLAH KESALAHAN SESEORANG DARI SUDUT PANDANG SYARIAT.



Dalam keadaan apapun, syariat mesti kita jadikan landasan sikap dan perilaku, termasuk ketika menegur dan memperingatkan seseorang dari kesalahannya. Islam diturunkan sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia. Syariat Islam bersifat universal dan menyeluruh meliputi berbagai aspek kehidupan, baik ibadah, aqidah, maupun muamalah. Karena itu, ketika menegur orang yang berbuat salah, semestinya kita mengingatkan kepadanya bahwa tindakannya itu melanggar syariat. Jarhad r.a meriwayatkan bahwa suatu ketika ia berpapasan dengan Rasulullah SAW, sementara bagian pahanya tak tertutupi kain. Nabi SAW menegurnya dan berkata, "tutupilah pahamu, karena itu bagian dari aurat." Sunan Al-Tirmidzi.



3. JELASKANLAH KESALAHAN YANG DILAKUKAN SESEORANG DAN SERULAH IA

   AGAR SELALU MENGIKUTI AJARAN ISLAM.


Ketika seseorang melakukan kesalahan, berarti saat itu hati dan fikirannya jauh dari prinsip-prinsip Islam. Dalam beberapa kasus, penjelasan mengenai prinsip-prinsip Islam dan seruan untuk mengikutinya dapat menjadi cara yang efektif untuk menyadarkan seseorang dari kekeliruan dan kesesatan. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika mendamaikan perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar akibat fitnah yang disebarkan oleh kaum munafik. Al-Bukhari r.a meriwayatkan dalam shahihnya bahwa Jabir r.a berkata, "kami berangkat dalam sebuah ekspedisi militer bersama Rasulullah serta para sahabat Muhajirin dan Anshar. Ketika kami tiba di pinggiran Madinah, seorang pengikut ibn Ubay dari suku Khazraj menghalang-halangi seorang muhajirin yang hendak mengambil air dari sebuah sumur. Muhajirin itu mendorong tubuh pengikut ibn Ubay itu hingga terjatuh. Mendapat perlawanan seperti itu, pengikut ibn Ubay berteriak, "hai orang-orang Anshar, kemarilah." Sebaliknya, orang Muhajirin itupun berteriak, "hai orang-orang Muhajirin, kemarilah." Tidak butuh waktu lama, sejumlah orang muhajirin dan anshar telah bergerombol saling berhadapan didekat sumur. Keadaan berkembang menjadi sangat tegang dan panas.


Ibn Ubay memanfaatkan situasi itu. Ia berdiri dan berpidato didepan orang-orang Anshar. "Lihatlah, mereka melakukan keburukan ini kepada kalian. Dan kini, kalian  biarkan mereka? Mereka telah melarikan diri ke negeri kita dan menyesakkan rumah kita. Demi Allah, perilaku mereka bagaikan peribahasa 'menolong anjing terjepit'. Demi Allah, jika kita kembali ke Madinah, kita keluarkan yang hina dari yang mulia."


Kemudian ia memandang kaumnya dan berkata, "inikah yang kalian lakukan dengan diri kalian? Kalian bebaskan tanah kalian untuk mereka, kalian bagi milik kalian dengan mereka. Demi Allah, seandainya kalian tak menolong dan memberi mereka, tentu mereka akan berpaling kepada orang lain."


Mendengar keributan itu Nabi Muhammad SAW mendatangi mereka dan berkata, "persoalan apakah yang sedang diributkan orang-orang Jahiliah ini?"

Kemudian ia bertanya kepada semua orang, "apakah yang terjadi?"

Para sahabat menceritakan tentang seorang sahabat Muhajirin yang mendorong sahabat Anshar. Nabi Muhammad SAW bersabda, "tinggalkan perselisihan itu karena termasuk kejahatan". HR.Al-Bukhari.


Menurut riwayat yang diceritakan oleh Muslim, Rasulullah SAW berkata, "seseorang harus menolong saudaranya, baik orang itu bersalah, ia harus menghentikannya. Jika ia adalah korban kejahatan, ia harus membantunya."Shahih Muslim.


Ketika kaum muslimin berhijrah ke Madinah, ada beberapa kelompok yang tidak menyukai mereka, termasuk diantaranya kaum Yahudi dan kaum Munafik. Setiap saat kedua kelompok itu melakukan berbagai upaya untuk mengusik ketenteraman dan kedamaian umat Islam di Madinah. Kaum munafik mendengki kaum muslimin karena mereka dianggap merebut penghidupan dan kedudukan sosial yang selama ini mereka nikmati. Abdullah ibn Ubay dikenal sebagai pentolan munafik. Meskipun menyatakan diri sebagai muslim, tetapi tindak-tanduk dan tingkah lakunya selalu merugikan kaum muslimin. Ia tidak suka jika Muhammad, seorang asing yang baru datang di Madinah dan tidak dikenal sebelumnya, tiba-tiba saja menjadi pemimpin Madinah, sementara ia yang seumur hidup di Madinah dan berhasrat menjadi pemimpin kota itu tersisihkan begitu saja dari percaturan sosial-politik. Karena itulah ia selalu berusaha menghasut penduduk Madinah agar membenci Rasulullah dan kaum muslimin.


Kendati demikian, Rasulullah selalu mendahulukan persatuan dan kedamaian. Bahkan saat pertama kali tiba di Madinah, yang ia lakukan adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Cara itu terbukti efektif menyatukan berbagai komunitas Madinah yang heterogen itu. Maka, ketika terjadi perselisihan antara Muhajirin dan Anshar, seperti yang diceritakan dalam riwayat diatas, Rasulullah berusaha mengingatkan mereka pada prinsip-prinsip ajaran Islam yang menekankan cinta, kasih sayang, dan persaudaraan. Ia menekankan bahwa perselisihan dan sikap saling memusuhi merupakan kejahatan yang harus dihindari.



4. LURUSKANLAH KESALAHPAHAMAN AKIBAT PEMIKIRAN SESEORANG YANG

   TIDAK JELAS.


Dalam shahih Al-Bukhari, Humaid ibn Abi Humaid al-Thawil meriwayatkan bahwa ia mendengar Anas ibn Malik r.a berkata, "tiga orang datang kerumah istri-istri Nabi Muhammad SAW menanyakan perihal ibadah Rasulullah SAW. Ketika mereka diberi tahu mengenai ibadah Rasulullah, mereka berhasrat untuk melakukan ibadah seperti yang dilakukan Rasulullah. Mereka berkata, "apalah artinya ibadah kita dibandingkan dengan ibadah Rasulullah, padahal semua dosa-dosanya, baik yang dimasa lampau maupun dimasa yang akan datang, telah diampuni?"


Pikiran untuk beribadah seperti Rasulullah mendorong mereka untuk melakukan ibadah secara berlebihan sehingga salah seorang diantara mereka berkata, "menurutku, aku akan mendirikan shalat sepanjang malam."

Orang kedua berkata, "aku akan berpuasa sepanjang hidupku dan tidak akan pernah berbuka."

Orang terakhir berkata, "menurutku, aku tidak akan mempergauli perempuan dan tidak akan menikah."


Kabar mengenai keinginan ketiga sahabat itu sampai ke telinga Rasulullah SAW hingga ia mendatangi mereka dan berkata, "apakah kalian orang-orang yang mengatakan hal itu? Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah diantara kalian, tetapi aku berpuasa dan aku berbuka., aku melaksanakan shalat dan aku tidur, dan aku menikah."


Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa sekelompok sahabat Muhammad SAW menanyai istri-istri Nabi perihal ibadahnya. Salah satu dari mereka (sahabat) berkata, "aku tidak akan pernah menikahi perempuan."

Orang kedua berkata, "aku tidak akan pernah makan daging."

Seorang lagi berkata, "aku tidak akan pernah tidur dikasur". Kabar tentang mereka itu sampai ke telinga Rasulullah. Usai melaksanakan shalat, ia memuji kepada Allah kemudian bersabda, "apa yang terjadi dengan beberapa orang yang berkata perihal dirinya? Aku sendiri mendirikan shalat dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, dan aku menikahi perempuan. Barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahku maka ia tidak termasuk umatku." Shahih Muslim.



Kedua riwayat itu menunjukkan betapa Rasulullah menjadi teladan utama bagi para sahabat dan seluruh umatnya. Para sahabat yang menemui istri-istri Rasulullah dan menanyakan perihal ibadahnya itu terkesiap kaget ketika mendengar betapa berat ibadah yang dijalani oleh Rasulullah. Dalam riwayat-riwayat lain dipaparkan bagaimana Rasulullah mendirikan shalat tahajud setiap malam hingga kedua kakinya bengkak-bengkak saking lamanya ia berdiri dalam shalat. Shalat malam telah menjadi kewajiban bagi Rasulullah meskipun bagi umatnya shalat itu hukumnya sunnah. Tidak hanya itu, nyaris setiap hari ia berpuasa sehingga menurut para sahabat, mereka seakan-akan tak pernah melihat Rasulullah berbuka. Dan, meskipun dosa-dosanya telah diampuni baik yang telah lalu maupun yang akan datang, Rasulullah tak pernah alpa memohon ampunan kepada Allah, tak kurang dari tujuh puluh kali dalam sehari. Karena itulah ketiga sahabat itu merasa takjub dan merasa sangat hina dihadapan Rasulullah. Riwayat inipun menunjukkan betapa besar kecintaan dan semangat para sahabat untuk meneladani keutamaan Rasulullah. Generasi sahabat dikenal sebagai generasi yang sangat taat kepada Rasulullah. Mereka senantiasa berlomba-lomba melakukann kebaikan dalam berbagai bidang, dalam bidang ibadah maupun muamalah.


Ada beberapa pelajaran lain yang bisa kita ambil dari riwayat diatas, diantaranya :


1. Rasulullah SAW mendatangi para sahabatnya secara langsung. Kendati demikian, ia tidak menyebutkan nama seseorang ketika ingin menasihati dan mengajarkan syariat. Ia hanya mengatakan, "apa yang terjadi dengan orang-orang?" Dengan begitu, ia memelihara kehormatan mereka dan berusaha menutupi kesalahan mereka seraya tetap menjalankan kewajibannya yang utama, yaitu mengajari dan menasihati setiap orang.


2. Hadist itu bertutur tentang pencarian kebenaran yang dilakukan orang-orang baik dan kemudian mereka berusaha merumuskannya. Pengkajian dan penelaahan terhadap kebaikan merupakan tanda kecemerlangan akal.


3. Riwayat inipun memberi kita petunjuk bahwa berkaitan dengan beberapa persoalan tertentu, kita dapat bertanya kepada perempuan.


4. Mengungkapkan amal kebaikan sendiri tidak disalahkan selama tidak bertujuan untuk pamer atau mencari keuntungan dari orang lain.


5. Hadist inipun memberi kita pelajaran agar tidak beribadah secara berlebihan karena dikhawatirkan justru akan menimbulkan kebosanan hingga akhirnya kita meninggalkannya sama sekali. Sebaik-baik orang adalah yang pertengahan.


6.Kesalahan memahami sering kali menimbulkan kesalahan yang lebih fatal dan lebih serius. Kesalahan akan berkurang jika orang-orang memahami aturan dengan baik. Para sahabat dalam riwayat diatas ingin melakukan ibadah secara ekstrem dan mempraktikkan asketisme dengan maksud agar bisa mengejar kemuliaan ibadah Rasulullah SAW. Mereka pikir, Nabi SAW saja yang dosa-dosanya telah diampuni beribadah begitu ketat dan berat sehingga jika ingin selamat, mereka harus beribadah lebih  keras dan lebih berat dibanding ibadah orang kebanyakan. Namun, Rasulullah SAW meluruskan pemahaman mereka dengan mengatakan bahwa meskipun telah dimaafkan, ia tetap menjadi orang yang paling takut kepada Allah dibanding manusia lainnya dan ia memerintahkan mereka untuk mengikuti sunnahnya dalam beribadah.



Peristiwa serupa dialami oleh seorang sahabat yang bernama Kahmas al-Hilali r.a. Ia menuturkan  bahwa setelah menyatakan memeluk Islam, ia mendatangi Rasulullah SAW mengabarkan keislaman dirinya. Setelah itu ia mengasingkan diri selama setahun hingga tubuhnya menjadi sangat kurus. Ketika ia kembali, Rasulullah memandanginya dari atas kebawah. Kahmas bertanya, "apakah Tuan tidak mengenaliku, wahai Rasulullah?"

Rasulullah menjawab, "siapakah kau?"

"Aku Kahmas al-Hilali."

"Apa yang terjadi denganmu?"

"Setelah aku memeluk Islam dan menemuimu, tak pernah kulewatkan waktuku tanpa berpuasa, dan aku sangat jarang tidur pada malam hari."

Rasulullah bertanya, "siapakah yang mengajarimu untuk menyiksa dirimu sendiri? Berpuasalah sebulan penuh (yakni pada bulan Ramadhan) dan selain itu puasalah satu hari setiap bulannya."

"Biarkanlah aku mengerjakan lebih dari itu."

"Puasalah sebulan penuh dan selain itu puasalah dua hari setiap bulannya."

"Biarkanlah aku mengerjakan lebih dari itu, aku mampu melakukannya."

"Puasalah sebulan penuh dan selain itu puasalah tiga hari setiap bulannya." HR.Al-Tabari.


Sering kali kekeliruan disebabkan oleh kesalahan memandang atau memahami seseorang. Berikut ini contoh riwayat yang menuturkan bagaimana Rasulullah SAW menasihati orang yang melakukan kesalahan karena pandangannya yang keliru tentang orang lain. Dalam Shahih al-Bukhari, ada sebuah riwayat dari Sahl ibn Sa'd al-Sa'idi yang menuturkan bahwa suatu ketika para sahabat berkumpul bersama Nabi SAW. Tidak lama kemudian seorang laki-laki berjalan melewati mereka. Rasulullah bertanya kepada para sahabat, "apa pendapat kalian mengenai orang itu?"


Mereka menjawab, "ia adalah orang yang kaya raya. Demi Allah, jika ia melamar perempuan, ia pasti diterima dan jika ia menengahi suatu perkara, keputusannya pasti diterima. Rasululllah SAW tidak mengatakan apa-apa. Tidak lama kemudian seorang laki-laki lain berjalan melintas. Rasulullah SAW kembali bertanya kepada para sahabat, "apa pendapatmu mengenai orang itu?"

Mereka menjawab, "wahai Rasulullah ia adalah seorang muslim yang sangat fakir. Jika ia melamar, lamarannya tidak akan diterima. Jika ia menjadi penengah, keputusannya tidak akan diterima, dan jika ia berbicara, pembicaraannya tidak akan didengar."

Rasulullah SAW bersabda, "orang ini jauh lebih baik daripada laki-laki sebelumnya yang sarat dengan dunia." HR.Al-Bukhari.


Dari riwayat tersebut kita bisa menarik pelajaran penting bahwa tak semestinya kita menilai seseorang dari penampilan fisik, pakaian yang dikenakan, atau harta yang dimilikinya. Kemuliaan dan keagungan seseorang tidak terletak pada penampilan fisik, harta, atau cara bicara dan cara berjalannya, tetapi ditentukan oleh ketaqwaannya kepada Allah serta kesucian dirinya dari kekejian dan kemungkaran.



5. INGATKANLAH ORANG YANG BERBUAT SALAH AGAR SENANTIASA MENGINGAT

   ALLAH.


Jundub ibn Abdullah al-Bajali meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengirim sekelompok sahabat untuk memerangi kaum musyrik. Kedua pihak pun bertemu di medan perang. Seorang musyrik bertempur dengan hebat dan membunuh banyak pasukan muslim. Kemudian seorang muslim menurut Jundub, orang itu adalah Usamah ibn Zaid bergerak cepat melawan orang itu dan berusaha membunuhnya. Saat Usamah hendak menebaskan pedangnya, orang musyrik itu berseru, "la ilaha illallah." Namun, Usamah tetap membunuhnya. Seorang sahabat menyampaikan peristiwa itu kepada Rasulullah SAW yang kemudian segera memanggil Usamah dan menanyainya, "mengapa kau tetap membunuhnya?"

Usamah menjawab, "wahai Rasul, ia telah menyebabkan banyak penderitaan kepada kaum muslim. Ia membunuh beberapa orang seraya menyebutkan satu persatu korban-korban orang musyrik itu. Karena itulah aku menyerangnya, dan saat hendak kutebas, ia mengucapkkan la ilaha illallah."

Rasulullah bertanya, "dan kau tetap membunuhnya?"

"ya."


Apa yang akan kau lakukan ketika la ilaha illallah muncul pada Hari Kebangkitan?"

Usamah menjawab, "wahai Rasulullah, mohonkanlah ampunan untukku."

Rasulullah SAW kembali berkata, "apa yang akan kau lakukan ketika la ilaha illallah muncul pada Hari Kebangkitan?" HR.Muslim.


Dalam riwayat yang lain Usamah ibn Zaid menuturkan, "Rasulullah SAW mengutus kami untuk memerangi kaum musyrik dan kami tiba di al-Haraqat dekat Juhainah di pagi hari. Dalam pertempuran itu aku menangkap seorang musyrik dan saat aku hendak menebas lehernya, ia mengucapkan la ilaha illallah, namun aku tetap membunuhnya. Aku merasa bersalah dan kemudian kulaporkan peristiwa itu kepada Rasulullah SAW. Rasulullah bertanya, "ia telah mengucapkan la ilaha illallah dan kau tetap membunuhnya?"

Aku menjawab, "wahai Rasulullah, ia mengucapkan kalimat itu hanya untuk menyelamatkan dirinya dari pedangku."

"Apakah kau mengetahui isi hatinya? Bagaimana kau bisa yakin apakah ia tulus atau tidak?"

Rasulullah terus mengulangi ucapannya itu hingga aku berharap bahwa aku belum memeluk Islam hingga hari itu." HR.Muslim.


Riwayat berikut ini menjelaskan bagaimana Rasulullah mengingatkan sahabatnya agar senantiasa mengingat Allah. Jika pada pembahasan nomor 5, Rasulullah mengajari kita agar tidak menilai seseorang dari penampilan fisiknya saja, dalam riwayat ini Rasulullah mengajari kita untuk senantiasa berbaik sangka kepada orang yang telah mengucapkan kalimat tauhid la ilaha illallah. Sebab, tidak ada seorangpun yang mengetahui isi hati seseorang sehingga dapat menentukan bahwa seseorang jujur atau berdusta ketika mengucapkan kalimat tauhid. Karena kalimat tauhid merupakan kalimat pengakuan yang menandai penyerahan diri seseorang kepada Allah, semestinya kita berbaik sangka dan menghukumi setiap orang yang telah mengucapkan kalimat itu sebagai muslim. Setelah itu kita hanya bisa menyerahkan kepada Allah apakah seseorang jujur dengan pengakuannya ataukah berdusta.


Imam Muslim r.a meriwayatkan bahwa Abu Mas'ud al-Badri berkata, "aku sedang memukuli budakku dengan cambuk ketika aku mendengar suara dibelakangku, 'dengarkanlah hai Abu Mas'ud! Namun aku tidak memedulikan suara itu karena aku sangat marah. Ketika suara itu semakin jelas terdengar, aku sadar bahwa itu adalah suara Rasulullah SAW. Beliau berkata, 'Dengarkanlah hai Abu Mas'ud, dengarkanlah hai Abu Mas'ud! Aku meletakkan cambukku (menurut riwayat lain, ia menjatuhkan cambuknya karena menghormati beliau). Rasulullah kembali berkata, 'Dengarkanlah hai Abu Mas'ud, Allah lebih berkuasa atasmu daripada kekuasaanmu atas budak ini.' Aku berkata, 'aku tidak akan mencambukinya lagi.'


Menurut riwayat lain ia berujar, "wahai Rasulullah, ia bebas atas nama Allah."

Rasulullah SAW berkata, "jika kau tidak membebaskannya maka api neraka akan menyambar mukamu, atau api neraka akan menyengatmu."

Menurut cerita lain yang juga diriwayatkan oleh Muslim, "Rasulullah berkata, "pasti Allah lebih berkuasa atas dirimu daripada kekuasaan yang kau miliki." Kemudian Abu Mas'ud membebaskan budaknya itu." Shahih Muslim.


Dalam riwayat lain Abu Mas'ud al-Anshari berkata, "aku sedang memukuli seorang budakku ketika aku mendengar seseorang berkata dari belakangku, 'dengarkanlah hai Abu Mas'ud, dengarkanlah hai Abu Mas'ud. Aku berbalik dan melihat Rasulullah SAW beliau bersabda, 'Allah lebih berkuasa atas dirimu melebihi kekuasaanmu atas dirinya.' Setelah kejadian itu aku tidak pernah memukuli budak-budakku." HR.Al-Tirmidzi.


Riwayat dari Abu Mas'ud itu memberi kita pelajaran agar kita tidak pernah menghina dan merendahkan siapapun, bahkan kepada seorang budak sekalipun. Seluruh manusia hanyalah makhluk yang lemah dan hina. Kekuasaan yang dimiliki manusia tidak akan pernah melebihi kekuasaan Allah yang maha berkehendak. Riwayat inipun menunjukkan bentuk perhatian Rasulullah kepada kaum dhuafa dan fakir miskin. Ia sangat menyayangi mereka dan bahkan ia merupakan pemimpin kaum fakir. Sikap kasar dan menyakiti sesama manusia tidak akan pernah muncul jika manusia senantiasa mengingat Allah. Orang yang selalu ingat kepada Allah akan selalu merasa takut kepada-Nya. Ia tak akan merasa sombong atau merasa lebih berkuasa dibanding orang lain yang lebih lemah.



6. TUNJUKKANLAH KASIH SAYANG KEPADA ORANG YANG BERBUAT SALAH.



Tunjukkanlah kelembutan dan kasih sayang kepada orang yang berbuat salah, terutama jika mereka benar-benar menunjukkan penyesalan. Kita merumuskan banyak riwayat yang menggambarkan betapa Nabi Muhammad mengasihi sepenuh hati orang-orang yang berbuat salah dan menyesali perbuatannya. Nabi Muhammad SAW selalu bersikap lembut dan penuh perhatian ketika menghadapi orang yang datang merendahkan dirinya seraya mengakui kesalahannya dan bertekad untuk memperbaiki dirinya. Kasus seperti ini biasanya terjadi ketika seseorang datang menanyakan suatu persoalan hukum dan Nabi Muhammad SAW memberikan jawabannya.


Ibn Abbas meriwayatkan bahwa seseorang yang telah menceraikan istrinya karena zihar, menggaulinya lagi, dan kemudian ia mendatangi Rasulullah SAW seraya berkata, "wahai Rasulullah, aku menceraikan istriku karena zihar, lalu aku menggaulinya, padahal aku belum membayar kafarat."

Nabi Muhammad SAW bertanya, "mengapa kau lakukan itu? Semoga Allah mengampunimu."

Ia berkata, "aku tergoda saat melihatnya pada malam hari."

Nabi Muhammad SAW bersabda, "jangan lagi mendekatinya sampai kau mengerjakan apa yang Allah perintahkan kepadamu." Shahih Sunan al-Tirmidzi.


Abu Hurairah r.a menuturkan bahwa ketika ia dan para sahabat lain duduk bersama Rasulullah SAW seorang laki-laki mendatanginya dan berkata, "wahai Rasulullah, hukumlah aku!"

Nabi Muhammad SAW berkata, "apa yang telah kau lakukan?"

Ia berkata, "aku telah menggauli istriku padahal aku sedang berpuasa."

Rasulullah SAW bertanya, "apakah kau mampu membebaskan seorang budak?"

"Tidak."

"Apakah kau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?"

"Tidak."

"Apakah kau memiliki harta untuk memberi makan enam puluh orang miskin?"

"Tidak."

Rasulullah SAW terdiam karena tak ada lagi yang bisa menjadi kafarat untuk orang itu. Tidak lama berselang, seseorang datang membawa sekeranjang kurma sebagai sedekah. Rasulullah SAW bertanya, "dimanakah orang yang tadi bertanya?"

Laki-laki itu menjawab, "ini aku wahai Rasulullah."

"Ambillah kurma ini dan sedekahkanlah kepada orang miskin."

"Siapakah yang lebih miskin daripada diriku, wahai Rasulullah? Demi Allah, di Madinah ini tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku."

Rasulullah SAW tersenyum hingga giginya kelihatan, kemudian bersabda, "berilah makan keluargamu dengan kurma ini."HR.Al-bukhari.


Sahabat yang melakukan kesalahan itu benar-benar menunjukkan rasa penyesalannya dan ia tidak bercanda atau menyepelekan masalah itu. Ia menyesali perbuatannya sehingga mengatakan, "Hukumlah aku!" Karena itu, ia berhak diampuni dan dikasihani.



7. JANGAN TERBURU-BURU MENYATAKAN BAHWA SESEORANG BERSALAH.



Diriwayatkan bahwa Umar ibn al-Khatthab mengatakan, "aku mendengar Hisyam ibn Hakim ibn Hizam membaca surah al-Furqan dan ternyata bacaannya itu berbeda dengan cara bacaan Rasulullah SAW. Aku hampir saja menghentikan shalatnya, tetapi aku menunggunya sampai ia mengucapkan salam. Setelah itu aku menarik dan menggenggam kerah jubahnya, 'siapakah yang mengajarimu membaca surah dengan bacaan yang tadi kudengar?'

Ia menjawab, 'Rasulullah SAW sendiri yang mengajariku.'

Aku berkata, 'Kau bohong! Rasulullah mengajariku bacaan yang berbeda dengan bacaanmu.'

Aku mengajaknya menemui Rasulullah, 'wahai Rasul, aku mendengarnya membaca surah al-Furqan berbeda dengan cara yang engkau ajarkan kepadaku.'

Rasulullah SAW bersabda, 'biarkan dia sendiri. Hai Hisyam, bacakanlah untukku.'

Kemudian ia membacanya dengan bacaan seperti yang kudengar sebelumnya. Rasulullah SAW berkata, 'seperti inilah bagaimana Al-Qur'an dibacakan.' Kemudian Nabi berpaling kepadaku dan berkata, 'bacalah, hai Umar.' Lalu aku membacanya seperti ia dulu mengajariku. Rasulullah SAW bersabda, 'seperti inilah Al-Qur'an dibacakan. Al-Qur'an ini dibacakan dengan tujuh cara bacaan. Maka, bacalah Al-qur'an dengan cara yang paling mudah bagimu,"HR.Al-Bukhari.



Dari riwayat tersebut kita bisa menarik beberapa pelajaran penting :


* Meminta seseorang membaca dihadapan orang lain dan kemudian membenarkan bacaan keduanya adalah cara yang efektif untuk menunjukkan bahwa cara baca keduanya benar.


* Rasulullah SAW menyuruh Umar untuk melepaskan Hisyam agar ia bisa menyiapkan diri untuk membaca dengan tenang. Rasulullah tak mau terburu-buru menghukumi bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah.


* Seorang pencari kebenaran tidak boleh terburu-buru menyalahkan pendapat yang berbeda dengan pendapatnya. Ia harus yakin terhadap pendapatnya sendiri, kemudian memperhatikan pendapat orang lain secara seksama karena siapa tahu pendapatnya itu menghasilkan kebenaran.



Al-Nasa'i r.a meriwayatkan bahwa Abbad ibn Syurahbil r.a menuturkan, "aku pergi bersama pamanku ke Madinah dan kami memasuki sebuah kebun dikota itu. Karena rasa lapar, kami mengambil beberapa gandum sehingga sebagian tanaman itu tampak rusak. Pemilik kebun itu datang, merampas jubahku, dan memukulku. Aku menemui Rasulullah SAW untuk melaporkan peristiwa itu dan memohon pertolongannya. Rasulullah meminta kami dan si pemilik kebun itu menghadap. Pertama kali ia menanyai si pemilik kebun, 'mengapa kau menyerang dan memukulnya?'

Ia menjawab,'Wahai Rasulullah, ia memasuki kebunku, mengambil beberapa gandumku, dan membuat kerusakan didalamnya.'

Rasulullah SAW berkata, 'kau tidak mengajarinya ketika ia tidak tahu, dan kau tidak memberinya makan saat ia kelaparan. Kembalikanlah jubahnya.'

Selain itu, Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku agar memberikan ganti rugi sebesar satu atau setengah wasaq (ukuran gandum)."Al-Nasa'i.


Riwayat ini memberi kita pelajaran bahwa seharusnya kita mencari tahu dan menganalisis keadaan seseorang yang berbuat salah sebelum kita menegur apalagi menyerangnya dengan kekerasan. Pelajarilah penyebab ia melakukan kesalahan itu atau kondisi orang itu sehingga kita bisa menyikapinya dengan bijak dan baik. Riwayat itu juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak menghukum si pemilik kebun karena ia berada dalam posisi yang benar namun memperlakukan saudaranya secara tidak benar. Rasulullah menjelaskan bahwa caranya menyikapi persoalan itu tergesa-gesa dan tidak bijak. Ia mengambil keputusan tidak sesuai dengan saat peristiwa itu terjadi dan tidak memperhatikan keadaan orang yang melakukan kesalahan itu. Karena itulah Rasulullah menyuruhnya untuk mengembalikan jubah milik Abbad ibn Syurahbil, yang saat itu baru saja menempuh perjalanan dan dalam keadaan lapar.



8. PERINGATKANLAH DENGAN LEMBUT.



Sikap keras dan perlakuan yang kasar ketika memperingatkan atau menasihati orang yang berbuat salah biasanya akan berujung pada keburukan, bukan kesadaran. Kita bisa mengkaji hadist-hadist Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan contoh bagaimana ia memperlakukan dan menyikapi orang yang berbuat salah, misalnya ketika ia memperlakukan seorang Badui yang kencing di Masjid Madinah. Anas ibn Malik menceritakan bahwa ketika para sahabat duduk bersama Rasulullah didalam masjid, seorang Badui datang dan kencing didalam masjid. Para sahabat berkata, "hei, hentikan, dan pergilah!" Namun, Rasulullah berkata, "jangan ganggu dia. Biarkanlah!"

Para sahabat membiarkannya sampai ia selesai kencing kemudian Rasulullah SAW memanggilnya dan berkata, "masjid bukanlah tempat untuk kencing atau buang air besar. Masjid adalah tempat untuk mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan membaca Al-Qur'an, atau ibadah lainnya." Setelah itu Rasulullah menyuruh seorang sahabat mengambil seember air untuk menyiram air kencing itu dan beliau ikut membantu membersihkannya. Shahih Muslim.


Nabi Muhammad SAW memberi contoh tentang bagaimana menyikapi orang bodoh yang melakukan kesalahan. Ia memperlakukannya dengan ramah dan lembut. Para sahabat, semoga Allah meridhai mereka, berusaha menghentikan si Badui itu karena mereka sangat memperhatikan kesucian dan tak mau ada najis di masjid suci itu. Karena alasan itulah mereka meneriaki laki-laki badui itu, berusaha menghentikan, dan menegurnya dengan keras. Mereka serempak mengatakan, "berhenti!" Ketika melihat laki-laki itu hendak kencing didalam masjid. Namun, Nabi SAW mempertimbangkan dua pilihan sikap, antara menghentikannya dan membiarkannya. Jika para sahabat itu dibiarkan melarang laki-laki Badui itu, bisa jadi akibatnya akan lebih buruk. Mungkin laki-laki itu akan menahan kencingnya, yang bisa membuatnya sakit. Dan jika ia tidak bisa menahannya, dikhawatirkan air kencingnya itu akan menyebar kesemua area masjid, karena ia takut kepada para sahabat yang mengejarnya, atau karena ia kencing berpindah-pindah menghindari para sahabat. Nabi Muhammad SAW memiliki pertimbangan yang lebih  matang dan pemikiran yang lebih tepat sehingga ia meminta para sahabat membiarkan laki-laki itu menuntaskan hajatnya. Kencing di masjid memang sebuah kesalahan, tetapi kesalahan itu menjadi lebih besar jika ia mengotori seluruh masjid. Penyelesaian atas kesalahan itu sederhana saja, yakni menyiram bagian masjid yang dikencingi dengan seember air. Karena itulah Rasulullah mengatakan kepada para sahabatnya agar membiarkan laki-laki itu. Itulah langkah yang paling baik daripada melarang atau menakut-nakutinya.


Setelah laki-laki itu menuntaskan kencingnya, Rasulullah menanyainya, 'apakah kau bukan seorang muslim?'

Ia menjawab, 'tentu saja aku muslim.'

'Mengapa kau kencing didalam masjid kita?'

'Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku pikir masjid seperti tempat lainnya sehingga aku bisa kencing didalamnya.' Kemudian Rasulullah SAW meminta seember air dan menyirami kencing itu.


Kebijakan dan kelembutan Rasulullah SAW itu ternyata berpengaruh besar terhadap kejiwaan laki-laki Badui itu. Ibn Majah meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, "seorang Badui memasuki masjid yang didalamnya ada Rasulullah sedang duduk bersama para sahabat. Laki-laki itu mendekati Rasulullah SAW, kemudian duduk, dan berkata, 'Ya Allah, ampunilah aku dan Muhammad, dan jangan ampuni orang lain.'

Rasulullah SAW tersenyum dan berkata, 'Kau membatasi sesuatu yang lebih luas.'

Lalu orang Badui itu berdiri dan berjalan ke bagian lain masjid, membuka celananya, dan langsung kencing. Si Badui menuturkan apa yang terjadi kemudian, "Setelah kencing, aku melihat Rasulullah bangun. Demi Allah, ia tidak menegur atau menghinaku. Rasulullah hanya berucap, 'kita tidak boleh kencing didalam masjid, karena masjid didirikan hanya untuk berzikir kepada Allah dan melaksanakan shalat.' Kemudian Rasulullah meminta seember air dan menyiram air kencingku." Sunan Ibnu Majah.


Ibnu Hajar r.a menyebutkan dalam tafsirnya berapa pelajaran yang dapat kita tarik dari hadist tersebut :


* Kita harus bersikap ramah ketika menghadapi orang bodoh dan mengajarinya apa yang perlu ia ketahui tanpa menegurnya. Terlebih lagi jika orang bodoh itu tidak menunjukkan kebengalan, tidak keras kepala, dan bertekad untuk mencari pengetahuan.


* Nabi Muhammad SAW selalu bersikap ramah dan lembut kepada siapapun, terlebih lagi kepada orang fakir dan orang awam.


* Para sahabat Rasulullah SAW telah terdidik untuk senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian masjid sehingga tanpa meminta izin Nabi Muhammad SAW ramai-ramai mereka hendak menghentikan orang Badui itu. Mereka juga telah terbiasa menyeru orang-orang kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran. Mereka merasa tak perlu lagi menunggu perintah Nabi untuk urusan tersebut.


* Kita harus segera menghilangkan sesuatu yang dipersoalkan jika memang tidak ada halangan. Ketika laki-laki Badui itu selesai kencing, Rasulullah langsung meminta seember air kepada para  sahabat untuk menghilangkan najis itu.



9. JELASKANLAH DAMPAK NEGATIF SUATU KESALAHAN.



Ibn Umar, Muhammad ibn Ka'b, Zaid ibn Aslam, dan Qatadah meriwayatkan bahwa dalam perjalanan pulang dari perang Tabuk, seseorang berkata, "tidak ada yang lebih menyukai makanan, yang paling menyukai kebohongan, dan yang paling penakut dalam peperangan kecuali para qari kita."


Auf ibn Malik berseru, "kau bohong! Kau munafik! Sungguh aku akan melaporkan ucapanmu itu kepada Rasulullah,' ujarnya seraya bergegas menemui Rasulullah SAW. Setibanya didepan Rasulullah, ternyata pada saat yang sama beliau menerima wahyu tentang hal itu. Orang munafik itu datang menemui Rasulullah yang saat itu sedang menunggang unta. Ia berkata, 'wahai Rasulullah, kami hanya bercanda dan tidak ada maksud apa-apa dengan ucapan itu kecuali mengisi waktu dalam perjalanan."

Ibn Umar berkata, "aku melihat orang itu memegang tali kekang unta Rasulullah, menendang kerikil, dan berkata, 'wahai Rasul, kami hanya bercanda, tak ada maksud lain,' sementara Rasulullah SAW membacakan ayat : 'Dan jika kau menanyai mereka, niscaya mereka akan berkata, "kami hanya bercanda dan mengisi kekosongan." Katakanlah, "apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya kalian mengolok-olok?" QS.Al-Tawbah[9]:65.


Firman Allah itu dengan tegas menegur dan memperingatkan orang yang memperolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya. Meskipun mengaku bahwa ia sedang bercanda, kesalahan yang dilakukan orang itu benar-benar fatal sehingga bukan para sahabat atau Rasulullah yang menegurnya, melainkan Allah langsung mewahyukan firman-Nya. Tak ada yang boleh bercanda dan memperolok-olok Allah, Rasulullah, dan ayat-ayat-Nya. Jika kesalahan seperti itu dibiarkan, tentu akan berpengaruh buruk terhadap umat Islam. Orang-orang tidak akan merasa takut untuk bercanda dan memperolok-olokk  keagungan Allah atau Rasul-Nya. Karena itulah Allah langsung menurunkan firman-Nya.



10. JELASKANLAH BAHWA KESALAHAN SESEORANG BISA MENIMBULKAN KESALAHAN YANG LEBIH SERIUS.



Abu Tsa'labah al-Khasyani berkata, "setiap kali berhenti disebuah tempat untuk beristirahat dalam perjalanan, para sahabat biasanya langsung berpencar mencari tempat yang teduh dan nyaman pilihan mereka masing-masing. Suatu ketika Rasulullah SAW melihat kelakuan mereka dan ia berkata, 'kalian membubarkan diri dan berpencar. Ketahuilah, itu merupakan perbuatan setan.' Sejak saat itu, setiap kali berhenti untuk berisitrahat, para sahabat tak lagi bubar dan berpencar. Mereka tetap berhimpun dan saling berdekatan sehingga dikatakan bahwa seandainya jubah dibentangkan, tentu akan meneduhi mereka semua." HR.Abu Dawud r.a


Disini kita melihat betapa Rasulullah sangat menyayangi dan senantiasa memperhatikan para sahabatnya. Itulah contoh perhatian seorang pemimpin kepada pasukannya. Bubar dan berpencarnya para sahabat ketika mendirikan kemah merupakan taktik yang diembuskan setan untuk melemahkan orang Islam sehingga musuh mudah menyerang mereka. Kebiasaan berpencar akan menyulitkan para sahabat untuk membantu kelompok sahabat yang mendapat serangan dari musuh.


Dalam riwayat inipun kita menyaksikan ketaatan dan kepatuhan para sahabat kepada Rasulullah SAW yang merupakan pimpinan mereka. Ketika Rasulullah memerintahkan atau melarang sesuatu, mereka langsung mematuhinya.


Riwayat lain memberikan contoh tentang bagaimana Nabi Muhammad SAW menegur sahabat yang melakukan kesalahan yang akan mengakibatkan kesalahan yang lebih serius. Al-Nu'man ibn Basyir meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Luruskan dan rapatkan shaf (barisan) kalian, atau Allah akan membuat kalain terpecah-pecah." HR.Al-Bukhari.


Imam Muslim meriwayatkan dalam shahih-nya dari Sammak ibn Harb bahwa ia mendengar al-Nu'man ibn Basyir berkata, "Rasulullah SAW biasanya meluruskan shaf dalam shalat dengan teguran yang keras sehingga ia merasa yakin bahwa kami telah memahami dan mematuhi perintahnya. Suatu hari, Rasulullah datang dan ketika akan mengucapkan takbiratul ihram, ia berkata karena melihat seseorang yang barisannya tidak lurus, 'hai hamba Allah, luruskan dan rapatkan barisanmu, atau Allah akan membuat kalian tercerai-berai." Shahih Muslim.


Al-Nasa'i meriwayatkan dari Anas r.a bahwa Rasulullah SAW berkata, "luruskan barisan kalian dan rapatkan satu sama lain. Buatlah leher kalian dalam satu garis yang lurus. Demi Zat yang menguasai jiwa Muhammad, aku melihat setan datang ditengah-tengah barisan kalian seakan-akan kalian adalah domba-domba kecil yang terpencar."Shahih Al-Nasa'i.


Ketika menegur dan meyakinkan seseorang yang berbuat salah, kita harus menjelaskan dampak dan akibat buruk yang akan terjadi jika ia kembali melakukan kesalahan itu. Dampak dan akibat buruk itu bisa jadi akan memengaruhi si pelaku sendiri atau mungkin menyebar dan membahayakan orang-orang disekitarnya.


Abu Dawud r.a dalam sunan-nya, meriwayatkan dari Ibn Abbas r.a bahwa seorang sahabat mengutuk angin. Diriwayatkan bahwa jubah salah seorang sahabat ditiup angin, dan kemudian ia mengutuk angin itu. Rasulullah SAW bersabda, "jangan mengutuknya, karena angin hanya bekerja sebagaimana ia diperintahkan. Jika seseorang mengumpat sesuatu yang tidak layak dikutuk maka kutukannya akan berbalik mengenai dirinya." HR.Abu Dawud.


Contoh yang lain diriwayatkan oleh al-Bukhari r.a dalam shahih-nya dari Abdurrahman ibn Abi Bakrah dari ayahnya bahwa seseorang memuji orang lain dihadapan Rasulullah SAW. Menurut riwayat yang diceritakan oleh Muslim, seseorang berkata, "wahai Rasulullah, tidak ada seorangpun selain Rasulullah, yang lebih baik daripada si Fulan dalam urusan tertentu."Shahih Muslim.


Rasulullah SAW berkata kepadanya, "celakalah kau! Kau telah memotong kerongkongan sahabatmu!" Rasulullah mengatakan kalimat itu beberapa kali kemudian berkata, "jika kalian bersikukuh ingin memuji sahabat kalian, katakanlah, 'aku pikir si fulan begini-begini,' dan hanya Allah yang mengetahui kebenarannya. Aku sendiri tidak akan merasa lebih tahu dibanding Allah mengenai kebaikan seseorang. Aku akan mengatakan, "menurutku, si fulan begini dan begini." Hanya Allah yang mengetahui kebenarannya."Shahih Al-Bukhari.


Menurut riwayat yang diceritakan oleh Al-bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, Mihjan al-Aslami r.a mengatakan, "ketika kami tiba di masjid, Rasulullah SAW melihat seseorang melaksanakan shalat, bertakbir dan rukuk. Rasulullah SAW bertanya kepadaku, 'siapakah dia?' Aku mulai memujinya dan berkata, 'wahai Rasul, ini adalah si fulan, dan ia begini-begini.' (Menurut riwayat lain, juga dalam al-Adab al-Mufrad, seorang sahabat berkata, 'ini adalah si fulan. Dalam urusan shalat, ia adalah laki-laki terbaik di Madinah).' Rasulullah SAW bersabda, 'Diam! Pujianmu itu akan menghancurkannya andai ia mendengarnya.'


Rasulullah SAW menjelaskan bahwa memuji seseorang secara berlebihan merupakan kesalahan yang akan berdampak buruk. Tindakan seperti itu mungkin akan membuat orang yang dipuji merasa bangga dan sombong. Hatinya akan dipenuhi keangkuhan dan keagungan diri sendiri, dan ia mulai berlagak menunjukkan keagungan dirinya. Ia merasa nyaman dengan pujian itu. Pada gilirannya, pujian itu akan mengantarkannya pada kehancuran, yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, "kau telah menghancurkannya," atau "kau telah memotong kerongkongan orang itu," atau "kau telah mematahkan punggung orang itu."


Selain itu, jika seseorang berlebih-lebihan memuji orang lain dan mengucapkan sesuatu yang tidak ia yakini kebenarannya, atau mengungkapkan sesuatu yang tidak diketahuinya, atau bahkan berdusta mengatakan sesuatu yang tidak benar hanya untuk menyenangkan orang yang dipujinya, ia berarti telah menimpakan bencana. Terlebih lagi, jika orang yang dipujinya adalah orang yang sering melakukan kejahatan atau penindasan.


Jadi, memuji orang lain tidak dilarang, karena Rasulullah SAW pun memuji langsung beberapa orang. Penjelasan yang lebih lengkap mengenai tema ini terdapat dalam shahih muslim, dalam bab yang berjudul "al-nahy 'an al-madh idza kana fihi if-rath wa khifa minhu fitnah 'ala al-mamduh (larangan memuji seseorang secara berlebihan atau jika dikhawatirkan akan memunculkan fitnah bagi orang yang dipuji.


Seseorang yang menyadari kekurangan dan kehinaan dirinya tidak akan rusak oleh pujian. Jika ia dipuji, ia tidak akan menjadi sombong, karena ia mengetahui keadaan dan sifat dirinya. Beberapa ulama salaf mengatakan, "jika seseorang dipuji, ucapkanlah 'Ya Allah, ampunilah aku atas apa yang mereka tidak ketahui, jangan menyuruhku bertanggung jawab atas apa yang mereka katakan, dan jadikanlah aku lebih baik dari pada yang mereka pikirkan." HR.Al-Bukhari.



11. PRAKTIKKANLAH APA YANG ANDA NASIHATKAN.



Dalam banyak kasus, nasihat dengan perbuatan nyata lebih efektif daripada kata-kata. Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW Jubair ibn Nufair meriwayatkan dari ayahnya bahwa ia mendatangi Rasulullah SAW, yang meminta air, kemudian berkata, "wudhulah, hai Abu Jubair."

Abu Jubair memulai wudhu dengan berkumur. Rasulullah SAW bersabda, "jangan berwudhu dimulai dengan mulutmu, Abu Jubair. Karena orang kafir pun melakukan itu." Kemudian Rasulullah SAW meminta air, membasuh tangannya sampai bersih, lalu berkumur tiga kali, menghirup air untuk membersihkan hidungnya tiga kali, membasuh mukanya tiga kali, membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, dan tangan kirinya tiga kali, mengusap kepala, dan membasuh kakinya."HR.Al-Baihaqi.

Kita melihat dalam riwayat ini bahwa Rasulullah SAW secara langsung menghentikan sahabat yang melakukan kesalahan dalam beribadah. Beliau melarangnya memulai wudhu dengan berkumur, karena orang kafir memulainya dengan mulut. Maksudnya, orang kafir tidak membasuh tangannya terlebih dahulu sebelum minum dari cangkir atau gelas-ini tafsiran yang dikemukakan oleh Syekh Abdul Aziz ibn Baz. Namun yang paling penting, Rasulullah kemudian mempraktikkan cara berwudhu yang benar. Dengan mempraktikkan secara langsung, sahabat bisa memahami teknik dan cara-cara berwudhu yang benar dan sesuai dengan syariat.


Rasulullah selalu memberikan teladan yang baik kepada umatnya. Ia senantiasa mengerjakan apa yang dinasihatkan dan diajarkan kepada mereka. Dalam urusan apapun, ia selalu menjadi yang terdepan. Dialah hamba Allah yang paling takut kepada-Nya meskipun seluruh dosanya telah diampuni oleh Allah. Dia juga menjadi pemimpin yang paling baik dan paling mengasihi umatnya. Sebagai pemimpin umat, Rasulullah tak mau menjadi orang yang lebih kaya dibanding umatnya yang paling miskin. Dia juga memberi contoh yang paling baik tentang menjadi suami dan kepala keluarga yang sangat menyaayangi anggota keluarganya. Karena itulah Allah memperingatkan bahwa orang yang tidak melakukan apa yang dikatakannya niscaya akan mendapat murka-Nya.



12. BERILAH ALTERNATIF YANG BENAR.



Abdullah ibn Mas'ud berkata, "jika melaksanakan shalat dibelakang Nabi Muhammad SAW kami terbiasa mengucapkan, 'keselamatan bagi Allah dari para hamba-Nya, keselamatan bagi fulan." Nabi Muhammad SAW bersabda, "jangan ucapkan, 'keselamatan bagi Alllah, karena Allah adalah keselamatan" (al-salam). Tetapi katakanlah, 'al-tahiyyatu lillahi wa al-shalawatu wa al-thayyibatu, al-salamu 'alayka ayyuha al-nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuhu, wa al-salamu 'alayna wa ala ibadillahi al-shalihin.' Dengan mengucapkan itu, berarti kau memasukan setiap hamba Allah yang berada dilangit maupun yang berada antara langit dan bumi. Kemudian katakanlah :'aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan kau bersaksi bahwa Muhammad utusan dan Rasul-nya.' Kemudian pilihlah doa apa saja yang kau sukai, dan bacalah doa tersebut."HR.Al-Bukhari.


Riwayat lain yang berkaitan dengan topik ini diceritakan oleh Anas r.a, yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW melihat ada ludah diarah kiblat dan hal itu membuatnya sangat marah. Kemarahannya tampak jelas dari perubahan raut mukanya yang memerah. Ia berdiri dan membersihkan ludah dengan tangannya sendiri kemudian bersabda, "ketika salah seorang diantara kalian melaksanakan shalat maka sesungguhnya ia sedang berbicara kepada tuhan. Tuhannya ada diantara dirinya dan kiblat. Maka, kalian tidak boleh meludah kearah kiblat. Meludahlah kearah kiri atau kebawah kakinya." Kemudian Nabi Muhammad SAW memegang ujung jubahnya, meludahinya dan mengelap bagian itu dengan bagian yang lain, lalu berkata, "atau lakukanlah seperti ini." HR.Al-bukhari.


Contoh lain diriwayatkan oleh Abu Sa'id al-Khudri r.a ia menuturkan, "Bilal mendatangi Nabi dengan membawa kurma yang sangat baik. Nabi SAW bertanya, 'dari manakah kurma-kurma ini?'

Bilal menjawab, 'kami punya kurma yang kurang baik kualitasnya sehingga aku menukarkan dua takar kurma yang jelek itu dengan satu takar kurma yang baik agar kami bisa memberikannya kepadamu Nabi.'

Mendengar ucapan Bilal, Nabi Muhammad SAW bersabda, 'oh,oh! Itu riba, seperti itulah hakikat riba! Jangan lakukan itu. Jika kau ingin membeli, juallah kurmamu terlebih dahulu dan kemudian belilah kurma yang kau inginkan dengan uang hasil penjualan itu." HR.Al-Bukhari.


Jika kita perhatikan saat ini, para dai atau mubalig yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah orang-orang dari kemungkaran memiliki kelemahan yang sama. Mereka sering kali lebih mengandalkan pada ucapan dan ceramah mengenai kebaikan tetapi tidak mementingkan praktik atau amal nyata. Atau, mereka menunjukkan kesalahan dan keburukan yang dilakukan orang-orang seraya menyebutnya sebagai kejahatan, tetapi mereka tidak memberikan jalan alternatif, atau memberikan penjelasan mengenai apa yang seharusnya dilakukan jika seseorang melakukan kesalahan.


Telah dikenal luas bahwa Islam senantiasa memberikan jalan alternatif yang berguna dan menguntungkan manusia sebagai pilihan yang lebih baik dari pada sesuatu yang diharamkan. Ketika zina dilarang, Islam mensyariatkan bahwa menganjurkan pernikahan; ketika riba dilarang, Islam mengizinkan perdagangan; ketika babi, bangkai, dan daging hewan yang bertaring atau bercakar diharamkan, Islam mengizinkan memakan daging hewan ternak yang disembelih dengan benar dan hewan-hewan lain yang dibolehkan. Banyak lagi contoh lain yang menunjukkan bahwa Islam selalu menyediakan alternatif yang lebih baik dari pada memilih jalan yang diharamkan oleh Allah. Jika seseorang melakukan kesalahan, Islam mengajarinya untuk membersihkan diri dan bertaubat sebagaimana dijelaskan dalam berbagai rujukan tentang taubat dan kafarat (penebusan). Karena itu, seorang dai yang mengajak manusia kejalan Islam harus mengikuti contoh yang ditunjukkan syariat dalam hal memberikan jalan alternatif dan menemukan cara yang bisa diterima.


Penting untuk dikemukakan disini bahwa jalan alternatif hanya diberikan jika memang situasinya memungkinkan. Sering kali kita harus menegur dan memperingatkan orang yang berbuat salah tanpa bisa memberikan jalan alternatif karena situasinya tidak memungkinkan. Misalnya, situasi masyarakat disekitarnya yang cenderung telah kotor, rusak, dan jauh dari syariat, atau karena kita tak menemukan jalan lain sebagai alternatif untuk kesalahan yang dilakukannya. Kita hanya ingin menghentikan kesalahan itu dan mengubahnya meskipun tak bisa menawarkan alternatif lain untuk menggantikannya. Contoh yang paling aktual dan berjalin kelindan dengan kehidupan kita sehari-hari adalah persoalan keuangan dan investasi. Dewasa ini, sistem ekonomi modern dikuasai oleh negara-negara kafir sehingga mereka menerapkan sistem transaksi keuangan yang ribawi. Sistem keuangan dan investasi itu dibawa dan diadopsi oleh negara-negara Islam yang masih tergolong lemah dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan. Memang Islam memiliki sistem keuangan dan transaksi ekonomi yang baik. Namun, situasi sosial ekonomi tidak memungkinkan mereka untuk menerapkan sistem keuangan atau investasi syariah itu. Karena itulah banyak umat Islam yang tidak bisa menghindari sistem ekonomi ribawi dan bergelut didalamnya. Mereka hanya bisa menerima bahwa sistem itu salah, tetapi tidak bisa menerapkan sistem yang lebih diterima syariat.



13. BIMBINGLAH MANUSIA AGAR TERHINDAR DARI PERBUATAN SALAH.



Abu Umamah ibn Sahl ibn Hanif meriwayatkan dari ayahnya bahwa Rasulullah SAW pergi bersama para sahabat menuju Makkah hingga akhirnya mereka tiba di lembah al-Khazar dekat al-
juhfah. Ketika mereka beristirahat, Sahl ibn Hanif mandi membersihkan dirinya. Ia dikenal sebagai orang yang tampan dengan kulit yang putih bersih. Ketika Sahl mandi, Amir ibn Rabiah, dari keluarga Banu Adi ibn Ka'b, melihatnya dan berkata, "aku belum pernah melihat sesuatu seperti yang kulihat saat ini, bahkan perawan yang terhijab pun tidak seperti ini!"
Sahl terkejut dan ia terjerembab ke tanah (ia memiliki penyakit ayan).

Rasulullah SAW datang dan seseorang berkata kepadanya, "apakah anda ingin melihat Sahl? Demi Allah, ia tidak bisa mengangkat kepalanya atau bangun."

Rasulullah SAW bertanya, "Siapakah yang membuatnya seperti ini?"

Mereka menjawab, "Amir ibn Rabiah melihatnya ketika ia mandi."

Rasulullah SAW memanggil Amir, memarahinya, dan berkata, "mengapa kalian ingin membunuh saudara kalian sendiri? Jika setiap orang diantara kalian melihat saudaranya memiliki suatu kebaikan, doakanlah kebaikan untuknya." Kemudian Rasulullah berkata kepada Amir ibn Rabiah, "bersihkanlah tubuhmu dan bantulah dia." Amir ibn Rabiah membersihkan mukanya, tangannya sampai sikunya, kakinya hingga lututnya, bagian atas dan bagian dalam kakinya. Kemudian Nabi bersabda, "Tuangkanlah air itu kepadanya." Maka ia menuangkan air itu ke kepala dan punggungnya dari belakang, kemudian ia mengangkat ember itu. Setelah itu Sahl pergi bersama para sahabat lainnya tanpa merasa sakit sedikitpun." HR.Imam Ahmad.


Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita tarik dari riwayat ini, yaitu :

* Seorang guru (dalam riwayat ini adalah Nabi Muhammad SAW) akan memarahi orang yang menyebabkan kesulitan dan keburukan kepada saudaranya sesama muslim.


* Rasulullah SAW menjelaskan dampak buruk dari kesalahan yang mungkin membahayakan.


* Rasulullah SAW menunjukkan cara untuk mencegah bahaya yang mungkin menimpa seorang muslim.





14. JANGAN MEMBAHAS KESALAHAN SESEORANG SECARA LANGSUNG DAN 

    SAMPAIKANLAH DENGAN UNGKAPAN UMUM.




Anas ibn Malik berkata, "Nabi bersabda, 'apa yang terjadi dengan orang-orang yang mengangkat pandangannya kelangit saat ia melaksanakan shalat?' Rasulullah bersikap keras sehingga mengatakan, 'mereka harus berhenti melakukan itu! Kalau tidak, Allah akan mengambil penglihatan mereka.'HR.Al-Bukhari.



Ketika Aisyah ingin membeli seorang budak peempuan yang bernama Barirah, para pemiliknya menolak kecuali jika mereka tetap bisa berhubungan dengan budak itu. Ketika mendengar kabar itu, Nabi Muhammad SAW bangkit dan bergegas menemui mereka. Setelah memuji Allah dan bersyukut kepada-Nya, Rasulullah SAW bersabda, "mengapa ada orang-orang yang memaksakan syarat yang tidak disebutkan dalam kitab Allah? Tidak ada syarat yang tak disebutkan dalam kitab Allah yang dianggap sah, bahkan meskipun ada ratusan syarat. Keputusan Allah adalah paling benar. Syarat-syarat yang ditetapkan oleh Allah bersifat mengikat. Hubungan kesetiaan (wala) seorang budak adalah kepada orang yang memerdekakannya ."HR.al-Bukhari.



Aisyah r.a berkata, "Nabi melakukan sesuatu sehingga hal itu diperbolehkan, tetapi beberapa orang merasa bahwa mereka sanggup melakukan lebih dari itu. Kabar mengenai tingkah laku orang-orang itu didengar oleh Nabi dan ia segera menemui mereka. Setelah memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya, Rasulullah bersabda, 'mengapa ada orang-orang yang berpikir mereka bisa melakukan sesuatu melebihi yang bisa kulakukan? Demi Allah, aku lebih tau mengenai Allah daripada mereka, tetapi akupun yang paling takut kepada-Nya dibanding mereka."HR.Al-Bukhari.


Al-Nasa'i meriwayatkan dalam Sunan-nya bahwa Nabi SAW mengerjakan shalat subuh dan membaca surah Al-Rum, tetapi bacaannya bercampur dengan surah yang lain. Usai mengerjakan shalat, Rasulullah bersabda, "mengapa masih ada diantara kalian yang melaksanakan shalat bersama kami tetapi tidak menyucikan dirinya dengan benar? Orang itulah yang membuatku kacau ketika aku membaca Al-Qur'an. Sunan Al-Nasa'i.


Ahmad r.a meriwayatkan bahwa Abu Raul al-Kala'i mengatakan, "Rasulullah SAW memimpin shalat dan membaca Surah al-Rum, tetapi bacaannya agak kacau pada salah satu bagian. Usai melaksanakan shalat, Rasulullah bersabda, 'setan membuat kacau bacaanku, karena ada orang yang mendirikan shalat tanpa berwudhu.' Jika kalian hendak melaksanakan shalat, berwudhulah dengan sempurna."


Ada banyak hadist lain yang menunjukkan bahwa Nabi tidak pernah menyebutkan jati diri orang yang melakukan kesalahan. Ia menegur seseorang dengan ungkapan yang ditujukan kepada semua orang. Teknik menegur secara tak langsung dan tanpa penyebutan jati diri orang yang bersalah memiliki sejumlah keuntungan, diantaranya :


* Dapat menghindari reaksi negatif dari orang yang berbuat salah sehingga ia tidak akan merasa sakit hati, dengki, atau dendam kepada orang yang menegur atau menasihatinya.


* Teknik seperti ini lebih mudah diterima dan bekerja lebih efektif.


* Teknik seperti ini akan merahasiakan kesalahan seseorang didepan umum.


*Teknik seperti ini akan meningkatkan kehormatan orang yang menegur atau menaasihati sehingga ia lebih disegani dan nasihatnya lebih didengarkan.



Penting untuk diperhatikan bahwa metode ini yang mempergunakan ungkapan umum atau simbolis untuk menegur orang yang berbuat salah tanpa menyebutkan nama atau jati dirinya selayaknya hanya dipergunakan jika kesalahannya itu tidak diketahui oleh orang-orang. Namun, jika banyak orang mengetahui kesalahan yang dilakukan seseorang, dan ia pun tahu bahwa masyarakat mengetahui kesalahannya, metode penasihatan yang lebih tepat adalah menegurnya secara langsung, tanpa menyembunyikan jati dirinya. Jika perlu, kita dapat memberikan teguran atau nasihat dengan keras. Kepada orang yang berbuat salah dan kesalahannya telah diketahui umum, lebih baik digunakan cara yang lebih jelas dan tegas. Namun, dampak yang akan ditimbulkan mungkin berbeda-beda, tergantung pada siapa yang memberikan nasihat, didepan siapa nasihat diberikan, dan apakah nasihat itu disampaikan dengan cara yang provokatif dan agresif, ataukah dengan cara yang ramah dan sopan.


Nasihat atau teguran secara tak langsung munkgin bisa bekerja efektif untuk menyadarkan orang yang melakukan kesalahan dan kesalahannya telah diketahui umum apabila dipergunakan dengan bijak dan cermat.



15. JELASKANLAH BAHWA SEMUA ORANG MENENTANG KESALAHAN.



Metode ini hanya mungkin dipergunakan dalam keadaan yang sangat terbatas, ketika pandangan orang-orang disatukan untuk mencegah berlangsungnya sesuatu keburukan atau agar sesuatu tidak bertambah buruk. Metode ini layak digunakan jika nasihat yang kita sampaikan tidak membuat perubahan sedikitpun sehingga dibutuhkan pendapat dan nasihat dari banyak orang yang sama-sama menentang kesalahannya.


Berikut ini sebuah riwayat yang menuturkan bagaimana Nabi Muhammad SAW mempergunakan metode ini. Abu Hurairah menceritakan, "seseorang menemui Nabi Muhammad SAW dan mengadukan kesalahan tetangganya. Nabi berkata, 'kembalilah, dan bersabarlah.' Namun orang itu kembali menemui Nabi Muhammad SAW hingga dua atau tiga kali. Karena itu, Nabi Muhammad SAW berkata kepadanya, 'pergilah dan tinggalkanlah barang-barangmu dijalan.' Laki-laki itu pergi dan meletakkan barang-barangnya dijalan. Orang-orang menanyainya apa yang terjadi, dan ia memberitahukan masalahnya kepada mereka. Orang-orang mulai mengutuk tetangga orang itu seraya berkata, 'semoga Allah menimpakan sesuatu kepadanya.' Melihat banyak orang yang mengutuknya, si tetangga itu mendatanginya dan berkata, 'ambillah kembali barang-barangmu. Setelah hari ini, kau tidak akan lagi melihat sesuatu yang tidak kau sukai dariku." HR.Abu Dawud.


Metode ini merupakan kebalikan dari metode berikut ini yang juga dipergunakan dalam kondisi tertentu untuk melindungi pribadi dari kejahatan umum sebagaimana akan kami jelaskan berikut ini.



16. JANGAN MEMBANTU SETAN DENGAN MEMUSUHI ORANG YANG BERBUAT 

    SALAH.


Umar ibn al-Khatthab meriwayatkan bahwa pada masa Nabi Muhammad SAW ada seorang pria bernama Abdullah yang punya nama julukan "Himarr" (keledai). Laki-laki itu sering kali membuat Rasulullah tertawa senang. Nabi telah melarangnya minum arak. Suatu ketika ia dibawa kepada Nabi dan beliau memerintahkan sahabat untuk mencambuknya (karena minum arak). Seorang sahabat berkata, "ya Allah, laknatlah dia! Betapa sering ia dihukum karena minum arak!"

Nabi Muhammad SAW bersabda, "jangan kutuk dia. Demi Allah, semua yang aku tahu tentang dia adalah bahwa dia mencintai Allah dan Rasul-Nya."HR.Al-Bukhari.


Menurut riwayat lain, "kemudian Rasulullah SAW berkata kepada para sahabatnya, 'nasihatilah dia.' Mereka mendekatinya kemudian berkata, 'sungguh kau tidak pernah mengingat Allah, kau tidak takut kepada Allah, dan kau tidak merasa malu dihadapan Rasulullah SAW." Kemudian mereka meninggalkannya pergi. Nabi Muhammad bersabda, 'ucapkanlah : "ya Allah, maafkanlah dia. Ya Allah, sayangilah dia."HR.Abu-Dawud.


Menurut riwayat lain, "ketika ia pergi menjauh, beberapa orang berkata, 'mudah-mudahan Allah memberikannya rasa malu!" Rasulullah bersabda, "jangan mengucapkan kata-kata seperti itu. Janganlah menolong setan dengan memusuhi orang itu. Ucapkanlah, "mudah-mudahan Allah mengasihinya."HR.Ahmad.


Riwayat ini memberikan kita pelajaran penting bahwa seorang muslim yang melakukan kesalahan atau dosa, ia akan tetap menjadi muslim selama tidak menyekutukan Allah atau murtad dari agamanya. Seorang pendosa pada dasarnya masih tetap menjadi orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Kenyataan itu tak bisa dimungkiri sehingga tak semestinya kaum muslim menghina atau merendahkannya. Karena itu, Nabi melarang umatnya menolong setan dengan memusuhi orang yang melakukan kesalahan. Lebih baik kita mendoakannya dan memohon agar Allah membimbing, mengampuni, dan mengasihinya.



17. MINTALAH AGAR PELAKU KESALAHAN MENGHENTIKAN PERBUATANNYA.



Sangat penting sekali membuat seseorang menghentikan kesalahannya agar si pelaku tidak menjadi terbiasa. Diriwayatkan bahwa ketika Umar mengatakan, "bukan, demi ayahku," Rasulullah SAW menegurnya, "cukup! Barang siapa bersumpah dengan sesuatu selain Allah, dikhawatirkan ia akan terjebak dalam syirik."HR.Imam Ahmad.


Al-Tirmidzi meriwayatkan bahwa ibn Umar menceritakan, "seseorang bersendawa dihadapan Nabi sehingga ia bersabda, 'jangan bersendawa dihadapanku! Seseorang yang mengisi perutnya terlalu banyak didunia maka ia akan menjadi orang yang selalu lapar pada Hari Kebangkitan."


Dalam riwayat diatas, kita melihat bahwa Rasulullah SAW secara langsung menegur orang yang melakukan kesalahan hingga mereka merasa kapok dan tak mengulangi kesalahannya.



18. JELASKANLAH KEBENARAN KEPADA ORANG YANG BERBUAT SALAH AGAR 

    IA BISA MEMPERBAIKI DIRINYA.

 
Dalam berbagai kesempatan Nabi menegur para sahabat yang berbuat salah seraya menjelaskan kebenaran yang seharusnya mereka lakukan. Tindakan itu perlu dilakukan agar mereka bisa memosisikan dirinya dijalan yang benar.


Ada beberapa teknik yang bisa digunakan untuk mengingatkan seseoransg akan kesalahannya dan agar ia melakukan yang benar, diantaranya :


* Kita bisa menarik perhatian orang yang berbuat salah agar ia memperhatikan teguran kita. Sebagai contoh, Abu sa'id Khudri r.a menuturkan bahwa ia berjalan bersama Rasulullah SAW memasuki masjid dan beliau melihhat seseorang yang duduk ditengah-tengah masjid, membunyikan jari-jarinya, dan berbicara sendiri. Nabi memberi isyarat kepadanya, namun ia tidak memperhatikan. Lalu Nabi berpaling kepada Abu sa'id dan bersabda, "jika salah seorang diantara kalian sedang mengerjakan sholat, ia tidak boleh membunyikan jari-jarinya karena perbuatan iru berasal dari setan. Dan sesungguhnya kalian tetap berada dalam keadaan shalat selama kalian berada didalam masjid hingga kalian keluar."HR.Ahmad.


* Jika memungkinkan, mintalah seseorang mengulangi perbuatannya, kali ini dengan cara yang benar. Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa seseorang memasuki masjid ketika Rasulullah duduk di pojok masjid. Orang itu mengerjakan shalat, kemudian ia mendekati Nabi dan mengucapkan salam kepadanya. Rasulullah menjawab,"wa 'alayka al-salam, kembalilah dan kerjakanlah shalat, karena kau belum mengerjakannya." Lalu ia kembali dan mengerjakan shalat. Setelah itu ia kembali mendekati dan mengucapkan salam kepada Nabi yang menjawab, "wa 'alayka al-salam, kembalilah dan kerjakanlah shalat, karena kau belum mengerjakannya." Setelah dua atau tiga kali, orang itu berkata, "ajarilah aku, wahai Rasul." Nabi bersabda, "ketika kau hendak mengerjakan shalat, kerjakanlah wudhu secara sempurna, kemudian menghadaplah kiblat, dan ucapkanlah takbir (Allahu akbar). Setelah itu bacalah Al-Qur'an yang kau kehendaki, lalu membungkuklah untuk rukuk dengan tumakninah (nyaman), lalu berdiri kembali dengan tumakninah. Kemudian bersujudlah dengan tumakninah, lalu bangun lagi dengan tumakninah, lalu bersujud lagi hingga merasa tumakninah. Setelah itu, duduk tahiyat dengan tumakninah. Kerjakanlah ini disemua shalatmu."HR.Al-Bukhari.


Jika kita perhatikan dengan baik, kita melihat betapa Rasulullah senantiasa memperhatikan perbuatan orang-orang disekelilingnya dan menegur mereka ketika mereka melakukan kesalahan. Rasulullah tak pernah pilih kasih. Semua orang, baik itu keluarga, sahabat dekat, ataupun sahabat biasa, akan ia tegur jika mereka melakukan kesalahan. Tentu saja teknik tegurannya berbeda-beda sesuai dengan keadaan orang itu dan keadaan disekitarnya. Menurut sebuah riwayat yang diceritakan oleh al-Nasa'i, seorang memasuki masjid dan mendirikan shalat. Tanpa kami sadari, ternyata Rasulullah SAW memperhatikan orang itu. Ketika orang itu selesai, ia berjalan mendekati Rasulullah SAW dan mengucapkan salam kepadanya. Rasulullah SAW bersabda, "kembalilah dan kerjakanlah shalat, karena kau belum mengerjakannya." Shahih al-Bukhari.


Seorang pendidik, pengajar, atau dai harus memperhatikan tingkah laku orang-orang disekitarnya sehingga ia bisa menegur dan menasihati jika mereka melakukan kesalahan. Selain itu, ia juga harus memiliki kecakapan untuk membaca kepribadian dan sifat orang lain agar bisa memilih metode yang tepat untuk menegur atau menasihatinya.


Dalam riwayat-riwayat diatas kita menyaksikan bagaimana Rasulullah menerapkan metode yang sangat efektif untuk mengingatkan orang-orang akan kesalahannya sehingga mereka sadar dan tidak mengulangi kesalahan. Rasulullah meminta sahabat yang melakukan sesuatu secara salah untuk mengulangi perbuatannya beberapa kali sehingga ia bisa memperhatikan bagian yang salah dari perbuatannya. Jika setelah beberapa kali mengulangi dan ia masih melakukan kesalahan, Rasulullah meberitahunya cara-cara yang benar. Dengan begitu, sahabat itu akan selalu mengingat kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi sepanjang hidupnya. Cara ini bekerja lebih efektif jika si pelaku menyadari kesalahannya kemudian meminta saran atau nasihat dengan ikhlas mengenai cara atau perilaku yang benar.


Ada banyak metode pengajaran dan penasihatan. Setiap orang bisa memilih metode yang paling tepat untuk diterapkan sesuai dengan situasi sosial dan kondisi orang yang melakukan kesalahan.


Contoh lain diriwayatkan oleh Imam Muslim r.a dalam shahinya dari Jabir r.a yang berkata, "Umar ibn al-Khatthab mengatakan kepadku bahwa seseorang berwudhu, namun masih ada sedikit bagian kakinya yang tak tersentuh air. Nabi melihatnya dan bersabda, "ulangilah wudhumu dengan benar." Orang itu mengulangi wudhunya dan kemudian mendirikan shalat." Shahih Muslim.


Contoh ketiga diriwayatkan oleh al-Tirmidzi r.a dalam sunan-nya dari Kildah ibn Hanbal, yang mengatakan bahwa Shafwan ibn Umayah membawa susu, yoghurt, dan dagabis (sejenis tanaman yang bisa dimakan) kepada Nabi yang sedang berada didalam kemah dibagian atas lembah. Shafwan menuturkan, 'aku mendekati Nabi,tetapi tidak mengucapkan salam atau meminta izin untuk masuk. Nabi bersabda, 'keluarlah dan ucapkanlah "Assalamu'alaikum, bolehkan aku masuk?" HR.Al-Tirmidzi.


Setelah menegur atau memberikan nasihat yang diperlukan, seyogyanya kita meminta orang yang berbuat salah agar memperbaiki diri sesuai dengan kemampuan. Al-Bukhari r.a meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Nabi bersabda, "seorang laki-laki tidak boleh sendirian dengan seorang perempuan kecuali jika wanita itu mahramnya."


Tiba-tiba seorang laki-laki berdiri dan berkata, "wahai Rasul, istriku hendak pergi haji sementara aku telah berjanji untuk bergabung dalam pasukan muslim yang akan berangkat perang."

Nabi menjawab, "temanilah istrimu berhaji." HR.Al-Bukhari.


Kita juga harus menjelaskan  akibat-akibat atau dampak buruk yang mungkin timbul dari kesalahan yang dilakukan. Al-Nasa'i r.a meriwayatkan dalam sunan-nya Dari Abdullah ibn Amr bahwa seseorang menemui Rasulullah SAW dan berkata, "aku datang untuk mengucapkan sumpah setia dan berhijrah kepadamu. Aku telah meninggalkan kedua orangtuaku dan mereka menangis."


Rasulullah bersabda, "kembalilah kepada mereka dan buatlah mereka tersenyum sebagaimana kau telah membuat mereka menangis."


Setelah itu, kita juga harus memberikan penjelasan tentang bagaimana seharusnya suatu perbuatan dilakukan dengan benar, atau menunjukkan kafarat untuk menebus kesalahan itu (jika ada). Jika beberapa kesalahan tidak dapat dibenarkan atau diperbaiki, Islam menyediakan cara tertentu untuk membersihkan dampak buruk dari kesalahan itu. Salah satu caranya adalah kafarat atau penebusan yang meliputi beberapa jenis, seperti kaffarah al-yamin (tebusan karena sumpah yang tak dipenuhi), dan tebusan zihar (bentuk perceraian jahiliyah, yaitu seseorang mengatakan kepada istrinya, "kau seperti ibuku."), kafarah pembunuhan, kafarah bersetubuh pada siang hari Ramadhan, dan lain-lain.



19. PERBAIKILAH BAGIAN YANG SALAH DARI PERBUATAN SESEORANG.



Seringkali seseorang melakukan suatu perbuatan dan pada bagian tertentu dalam perbuatannya itu dilakukan secara salah, sementara bagian lainnya benar dan bisa diterima. Jika terjadi kasus seperti itu, kita bisa mengatasi teguran hanya pada bagian yang salah dan membenarkan bagian yang lainnya. Kita tak boleh menyebutkan bahwa seluruh perbuatannya itu salah atau menyimpang.


Sebagai contoh, al-Bukhari r.a dalam shahih-nya meriwayatkan dari al-Rubai' bint Mu'awwad ibn Afra, yang berkata, "Nabi datang dan masuk, lalu duduk diatas ranjangku sebagaimana orang lainnya duduk. Beberapa orang gadis terdengar memukul rebana dan menyanyikan kasidah, memuji kaum muslimin yang gugur di medan Perang Badar. Kemudian salah seorang mereka berkata, 'ditengah-tengah kita ada seorang Nabi yang mengetahui kejadian yang akan datang.'

Rasulullah SAW bersabda, "jangan katakan yang itu, tetapi ucapkanlah bagian yang sebelumnya."

Dengan metode seperti itu, orang yang ditegur tidak akan merasa kesal, karena ada bagian perbuatannya yang dianggap baik. Kesalahannya hanya terdapat pada bagian tertentu dari perbuatannya. Ia juga akan berpendapat bahwa orang yang menegurnya telah berlaku jujur dan adil sehingga ia akan menerima nasihatnya. Metode seperti ini berbeda dengan tindakan sebagian orang yang mencela atau mengecam orang yang melakukan kesalahan secara berlebihan. Ketika seseorang berbuat salah, seakan-akan  kesalahan itu menutupi semua kebaikannya sehingga sering kali ditegur atau diperingati dengan keras tanpa mempertimbangkan kebaikannya. Cara dan metode teguran yang keras dan memutlakkan kesalahan cenderung akan ditolak oleh orang yang ditegur sehingga ia enggan menerima apalagi mengikuti nasihat mereka.


Dalam beberapa kasus, kesalahan tidak hanya terdapat pada kata-kata yang diucapkan seseorang, tetapi juga pada situasi atau konteks kata-kata itu diucapkan. Contoh, ketika ada yang meninggal dan seseorang mengucapkan, "al-Fatihah," orang-orang yang hadir disana langsung membacakan surah al-Fatihah. Mereka yakin tidak ada yang salah karena mereka baca adalah al-Qur'an, bukan kata-kata yang tidak bermakna atau menyimpang. Jika kita ada dalam situasi seperti itu, kita harus menjelaskan bahwa kesalahan tidak terletak pada bacaan atua ucapan mereka, tetapi bahwa ayat Al-Qur'an it dibacakan pada situasi yang tidak tepat. Kesalahan mereka terletak pada pemikiran bahwa mereka harus membaca al-Fatihah pada situasi seperti itu dan menganggapnya sebagai ibadah. Jika suatu ibadah dilakukan tanpa landasan syariat yang benar, dikhawatirkan akan jatuh kedalam bid'ah. Teguran seperti inilah yang disampaikan oleh Ibn Umar r.a ketika seseorang disampingnya bersin dan mengucapkan : "Al-hamdulillahi wa al-salam ala rasulillah." Ibn Umar berkata, "aku bisa mengucapkan
Al-hamdulillahi wa al-salam ala rasulillah, tetapi ucapan itu tidak seperti yang diajarkan oleh Rasulullah (ketika kita bersin). Ia mengajarkan kepada kita agar mengucapkan "Al-hamdulillahi 'ala kulli hal." Sunan al-Tirmidzi.


20. TEGAKKANLAH KEBENARAN DAN PERTAHANKANLAH SESUAI DENGAN 

    KEMAMPUAN.


Muslim meriwayatkan bahwa Auf ibn Malik berkata, "seseorang dari Humair membunuh seorang musuh dan ingin mengambil miliknya sebagai pampasan perang, tetapi Khalid ibn al-Walid, pemimpin pasukan, mencegahnya."


Auf ibn Malik mendatangi Rasulullah SAW dan melaporkan kejadian itu. Nabi menanyai Khalid, "apa yang menahanmu untuk memberikan barang pampasannya?"


Khalid menjawab, "karena aku menganggapnya terlalu banyak, wahai Rasul."

Nabi bersabda, "berikanlah barang itu kepadanya."

Kemudian Auf berjalan dan ketika berpapasan dengan Khalid, ia menarika jubah Khalid sambil berujar, "bukankah telah kukatakan bahwa aku melakukan sesuatu yang sesuai dengan pertimbangan Rasulullah SAW?"


Rasulullah mendengar ucapannya dan berkata, "jangan berikan barang itu kepadanya, hai Khalid! Jangan berikan barang itu kepadanya, hai Khalid! Mengapa kau tidak menghormati panglimaku, hai Auf? Perumpamaan dirimu dan mereka adalah seperti orang yang diminta untuk menjaga unta atau domba kemudian mereka merawatnya. Ketika tiba-tiba waktu minum, ia membawa hewan-hewan itu ke kolam dan hewan-hewan itu mulai minum. Hewan-hewan itu minum air yang bersih sehingga yang tertinggal hanya air yang kotor."


Imam Ahmad menuturkan riwayat yang lebih lengkap dari Auf ibn Malik al-Asyja'i yang menuturkan bahwa ia dan pasukan muslim berangkat dalam sebuah ekspedisi militer hingga tiba di perbatasan Syiria. Saat itu, Khalid menjadi pemimpin mereka. Seorang budak milik Humair tiba dan bergabung dengan barisan Auf. Ia tidak membawa apa-apa kecuali sebuah pedang. Ketika seorang muslim menyembelih seekor unta, budak itu berusaha membuat semacam perisai dari kulit unta itu, kemudian menghamparkannya dan menjemurnya sampai kering. Setelah itu ia membuat pegangan pada perisai itu.


Kami berhadapan dengan musuh, yang terdiri atas pasukan Romawi dan Arab dari suku Qudafah. Mereka menyerang kami dengan ganas. Diantara mereka terdapat seorang Romawi yang memiliki kuda palomino dengan pelana berwarna keemasan, ikat pinggang berlapis emas, dan sebilah pedang yang juga berlapis emas. Ia mulai menyerang dan menantang pasukan muslim. Orang Madadi itu (budak milik Humair) terus mengintai orang Romawi itu, lalu mendekatinya dari belakang dan menebas kaki kudanya hingga penunggangnya terjatuh. Si Madadi langsung menerjang orang Romawi itu dan membunuhnya.


Ketika Allah memberikan kemenangan kepada pasukan muslim, budak itu datang dan menanyakan pampasan perang yang menjadi haknya. Orang-orang memberi kesaksian bahwa ia memang membunuh orang Romawi itu. Khalid memberikan sebagian barang milik orang Romawi itu dan menyimpan sebagian lainnya. Budak itu kembali kebarisan tentara Auf dan menceritakan apa yang terjadi. Auf berkata, "kembalilah kepadanya dan mintalah agar Khalid memberikan barang-barang yang lainnya."


Budak itu kembali menemui Khalid, tetapi Khalid menolak memberikan barang-barang itu. Akhirnya auf mendatangi Khalid dan berkata, "bukankah engkau tahu, Rasulullah telah mengatur bahwa pampasan menjadi milik orang yang membunuhnya?"

Khalid menjawab, "tentu saja."

"Lalu mengapa kau tidak memberikan pampasannya?"

"Menurutku, semua itu terlalu banyak untuknya."

"Jika aku bertemu Rasulullah, aku akan melaporkan kejadian ini."


Ketika mereka tiba di Madinah, Auf membawa budak itu dan ia mengadukan kejadian di medan perang kepada Rasulullah SAW. Mendengar penuturan Auf, Rasulullah SAW memanggil Khalid dan bertanya, "hai khalid, apa yang menahanmu untuk memberikan kepada orang ini pampasan perangnya?"

Khalid menjawab, "menurutku, barang-barang itu terlalu banyak untuknya, wahai Rasulullah."

"Berikanlah barang-barangi itu kepadanya," ujar Rasulullah SAW.


Ketika Khalid berjalan dan berpapasan dengan Auf, jubahnya ditarik oleh Auf seraya berkata, "tidakkah cukup bagimu apa yang telah kukatakan kepadamu mengenai ketetapan Rasulullah SAW?"

Nabi mendengar ucapannya dan ia berkata dengan marah, "jangan berikan barang itu kepadanya, hai Khalid! Jangan berikan barang itu kepadanya, hai Khalid! Mengapa kau tidak menghormati panglimaku, hai Auf? Perumpamaan dirimu dan mereka adalah seperti orang yang diminta untuk menjaga unta atau domba kemudian mereka merawatnya. Ketika tiba-tiba waktu minum, ia membawa hewan-hewan itu mulai minum. Hewan-hewan itu minum air yang bersih sehingga yang tertinggal hanya air yang kotor."


Kita mencatat dari riwayat ini bahwa ketika Khalid melakukan kesalahan dalm ijtihadnya dengan menahan sebagian pampasan, Rasulullah SAW memerintahkan agar perkara itu diluruskan dan dibenarkan. Nabi SAW memerintahkan agar semua pampasan itu diberikan kepada pemiliknya. Namun, Rasulullah SAW marah ketika mendengar Auf r.a yang menyindir Khalid dan mengejeknya dengan mengatakan, "tidakkah cukup bagimu yang telah kukatakan kepadamu mengenai ketetapan Rasulullah SAW?" Sambil menarik jubah Khalid ketika ia berjalan melewatinya. Melihat kelakuannya itu, Nabi SAW bersabda, "jangan berikan itu kepadanya, hai Khalid!"


Rasulullah marah dan menegur Auf karena ia telah menghina seorang pemimpin pasukan. Andai ia tidak mengejek Khalid, tentu budak Humair itu akan mendapatkan sebagian haknya yang ditahan oleh Khalid. Nabi SAW ingin menegakkan kehormatan panglima pasukan. Ia merasa berkewajiban menegakkan kemuliaan orang yang diangkatnya sebagai pemimpin pasukan umat Islam. Tak semestinya orang-orang merendahkan dan mengabaikan keputusan atau kebijaksanaan yang diputuskan oleh seorang panglima pasukan.


Tetapi mungkin muncul pertanyaan di benak pembaca : jika budak yang membunuh itu berhak atas barang-barang milik orang yang dibunuhnya, mengapa Khalid tetap menahannya, dan mengapa kemudian Rasulullah mendukung keputusan Khalid? Imam al-Nawawi r.a menjawab pertanyaan ini dengan dua kemungkinan :

Pertama, bisa jadi Rasulullah berniat untuk memberikan seluruh pampasan perang kepada orang itu, tetapi ia menundanya sebagai hukuman bagi orang tersebut, serta peringatan bagi Auf karena telah mencela panglima pasukannya. Atau bisa jadi, orang yang berhak atas pampasan itu memberikannya dengan ikhlas dan menyumbangkannya untuk orang Islam. Hal itu dilakukan agar Khalid r.a meras lebih baik, dan untuk menegakkan kehormatannya sebagai pemimpin pasukan.


Ada riwayat lain yang berkaitan dengan upaya untuk memperbaiki posisi orang yang disalahkan. Dalam Musnad-nya Imam Ahmad meriwayatkan dari abu Tufail Amir ibn Wathiah bahwa seseorang berpapasan dengan sekelompok orang dan orang itu mengucapkan salam kepada mereka, yang langsung menjawab ucapan salamnya. Namun, beberapa kejap kemudian, salah seorang dalam kelompok itu berkata, "demi Allah, aku benci orang ini atas nama Allah."


Seorang lainnya berkata, "buruk sekali ucapanmu itu! Demi Allah, kami akan menyampaikan ucapanmu itu kepadanya. Berdirilah, hai fulan kepada salah seorang diantara mereka dan beritahukanlah ucapannya itu kepada orang tadi."


Utusan itu berjalan menemui orang itu dan menyampaikan apa yang telah dikatakan. Orang itu menemui Rasulullah SAW dan berkata, "wahai Rasul, aku berpapasan dengan sekelompok muslim, termasuk didalamnya ada si fulan. Aku mengucapkan salam kepada mereka dan mereka menjawab salamku. Namun ketika aku berlalu, seseorang menemuiku dan mengatakan bahwa si fulan berkata : 'Demi Allah, aku benci orang itu karena Allah.' Aku memohon, panggillah ia dan tanyailah mengapa ia membenciku."


Rasulullah SAW memanggil orang yang dimaksud dan menanyainya tentang apa yang telah ia katakan. Ia mengakuinya dan berkata, "benar aku telah mengatakan itu, wahai Rasul."

Nabi bersabda, "mengapa kau membencinya?"

Ia menjawab, "aku tetangganya dan aku sangat mengenalnya. Demi Allah, aku belum pernah melihatnya mengerjakan shalat kecuali shalat fardhu yang menjadi kewajiban bagi semua orang baik maupun buruk."

Orang itu berkata, "tanyakanlah kepadanya, wahai Rasul, pernahkah ia melihatku menunda shalat atau tidak berwudhu dengan benar, atau tidak ruku dan sujud dengan benar?"

Ia menjawab, "tidak, kemudian ia melanjutkan, "Demi Allah, aku belum pernah melihatnya berpuasa kecuali puasa Ramadhan yang diwajibkan atas semua orang."


Orang itu bertanya, "wahai Rasul, tanyakanlah kepadanya, pernahkah ia melihatku tidak berpuasa selama bulan Ramadhan atau melakukan sesuatu yang membatalkan puasaku?"


Rasulullah menanyakan pertanyaan itu kepadanya dan ia menjawab, "tidak," kemudian ia melanjutkan, "Demi Allah, aku belum pernah melihatnya memberikan sesuatu yang dibutuhkan orang atau menyedekahkan hartanya atas nama Alllah kecuali zakat yang merupakan kewajiban semua orang."

Orangi tu bertanya, "tanyakanlah kepadanya, wahai Rasul, pernahkah aku menahan zakat atau memintanya kembali kepada orang yang telah menerimanya?" Rasulullah SAW menanyai orang satunya dan ia menjawab, "tidak."


Akhirnya Rasulullah SAW bersabda, "aku tidak tahu, mungkin ia lebih baik daripada dirimu."


Dari riwayat-riwayat itu kita dapat menarik pelajaran bahwa jika ada orang yang melakukan kesalahan dan kemudian ia menyesali perbuatannya itu, selayaknya kita berusaha untuk mengembalikan kehormatan orang itu agar ia merasa didukung bisa istiqomah menetapi jalan kebenaran. Berkaitan dengan persoalan ini, perlu kami sampaikan sebuah riwayat lain tentang wanita dari keluarga Makhzumi yang dipotong tangannya karena mencuri. Diriwayatkan dari Aisyah r.a bahwa wanita itu benar-benar menyesali perbuatannya dan bertaubat dengan baik. Wanita itu kemudian menikah dan ia sering menemui Aisyah r.a untuk menanyakan berbagai persoalan agama, dan Aisyah menyampaikan apa yang ditanyakan oleh wanita itu kepada Rasulullah SAW.



21. DAMAIKANLAH DUA ORANG YANG BERSELISIH.



Pada beberapa kasus, orang yang dituduh melakukan kesalahan memang terbukti melakukan kesalahan. Namun, kadang-kadang kesalahan itu dilakukan oleh kedua belah pihak yang berselisih. Jika terjadi hal semacam itu, kedua belah pihak harus dinasihati. Abdullah ibn Abi Aufa menuturkan bahwa Abdurrahman ibn Auf mengadukan Khalid bin Walid kepada Rasulullah SAW. Karena Khalid dianggap telah mencela Abdurrahman. Menanggapi persoalan itu Rasulullah SAW bersabda kepada Khalid, "jangan mengejek setiap orang yang ikut berperang dalam perang Badar. Bahkan, seandainya kau bersedekah dengan emas sebesar Gunung Uhud, amalmu itu tidak akan pernah setara dengan amal mereka."

Ibn auf berkata, "mereka menghinaku lebih dahulu dan aku hanya membalasnya."

Nabi SAW bersabda, "jangan mengejek Khalid, karena ia adalah salah satu pedang Allah yang diutus untuk memerangi orang kafir."


Kedua orang yang berselisih itu merupakan sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Mereka memiliki kedudukan yang penting disisinya. Ibn Auf dikenal sebagai seorang sahabat yang lebih dulu memeluk Islam dibanding Khalid, yang baru masuk Islam menjelang peristiwa penaklukan Makkah. Karena itu, Rasulullah menegur Khalid karena menghina Ibn Auf, sahabat yang mengikuti perang Badar. Namun, Rasulullah juga menegur Ibn Auf karena mengejek Khalid. 


Sepanjang hayatnya Rasulullah selalu berusaha mendamaikan pihak-pihak yang bertikai atau para sahabat yang berselisih. Bahkan pada masa remajanya iya telah menorehkan tinta emas dengan mendamaikan berbagai kabilah Makkah yang siap berperang satu sama lain demi memperebutkan hak untuk memindahkan Hajar Aswad ketempatnya semula setelah Ka'bah dipugar dan diperbaiki. Dengan kebijakan dan kecerdikannya, Rasulullah dapat mendamaikan mereka. Begitu pula yang ia lakukan saat tiba di Madinah. Ia mendamaikan pihak-pihak yang bertikai di Madinah, terutama antara suku Aus dan Khazraj, yang sepanjang sejarah keduanya selalu berperang. Berkat kebijaksanaan, kejujuran, dan kecerdasannya, Rasulullah dapat menghimpun masyarakat Madinah yang heterogen dibawah satu panji. Karena mementingkan kedamaian dan persatuan pula, Rasulullah tidak membasmi kaum munafik dan mencegah para sahabatnya yang ingin membunuh Abdullah ibn Ubay pemimpin kaum munafik.



22. MINTALAH AGAR SESEORANG MEMAAFKAN ORANG YANG BERBUAT SALAH 

    KEPADANYA.


Anas ibn Malik r.a berkata : "Orang Arab biasanya saling melayani dan saling membantu satu sama lain ketika bepergian. Abu Bakar dan Umar punya seseorang yang biasanya melayani mereka. Suatu ketika mereka bangun dari tidur dan pelayan itu belum menyiapkan makanan apapun untk mereka. Salah seorang dari keduanya berkata kepada yang lain, "Orang ini kebanyakan tidur." Mereka membangunkannya dan berkata, "pergilah kepada Rasulullah dan katakanlah kepadanya bahwa Abu Bakar dan Umar menyampaikan salam kepadanya serta meminta makanan."


Orang itu segera pergi dan saat kembali ia menyampaikan jawaban dari Rasulullah SAW : "Sampaikanlah salamku kepada mereka dan katakan bahwa mereka sudah makan."


Kedua sahabat itu merasa khawatir jika Rasulullah marah sehingga mereka segera mendatanginya dan berkata, "Wahai Rasul, kami mengirim pesan kepadamu, meminta makanan dan engkau mengatakan bahwa kami sudah makan? Apakah yang telah kami makan?"


Rasulullah menjawab, "Daging saudaramu. Demi Zat yang menguasai jiwaku, aku bisa melihat dagingnya di sela-sela gigimu."

Mereka berkata, "mohonkanlah ampunan untuk kami wahai Rasul."

Rasulullah bersabda, "Biarkanlah orang itu yang memohonkan ampunan untuk kalian."


Satu lagi contoh yang menegaskan kemuliaan akhlak Rasulullah SAW ia tidak membela kedua sahabat utamanya itu dan tidak pula mengomeli pelayan mereka karena tidur. Justru Rasulullah menegur kedua sahabatnya itu karena memarahi pelayan mereka. Seharusnya, keduanya bisa saling membantu dan saling melayani, bukannya menyandarkan diri kepada seorang pelayan.



23. INGATKAN ORANG YANG BERBUAT SALAH AKAN KEBAIKAN ORANG YANG 

    KEPADANYA IA MELAKUKAN KESALAHAN SEHINGGA IA MENYESAL DAN 
    MAU MEMINTA MAAF.


Metode inilah yang di praktikkan oleh Rasulullah SAW ketika terjadi perselisihan antara dua sahabat utamanya, Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar ibn al-Khatthab semoga Allah meridhai keduanya. Al-Bukhari r.a meriwayatkan dalam Shahih-nya pada bab al-Tafsir, bahwa Abu Darda menceritakan bahwa terjadi perselisihan antara Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar membuat Umar marah sehingga Umar pergi dalam keadaan kesal. Abu Bakar menyusulnya dan meminta maaf kepadanya. Namun, Umar tak mau berhenti dan memaafkannya. Ia berjalan memasuki rumahnya dan menutup pintu dihadapan abu bakar. Akhirnya, Abu Bakar pergi meninggalkan rumah Umar dan kemudian berjalan menemui Rasulullah SAW yang sedang duduk bersama para sahabat.


Rasulullah SAW bersabda, "sahabat kalian ini sedang menghadapi perselisihan."

Pada saat yang sama Umar menyesali perbuatannya mengabaikan Abu Bakar sehingga ia bergegas pergi ketempat Rasulullah. Setibanya disana ia mengucapkan salam lalu duduk disamping Rasulullah SAW. Ia sampaikan kepada Nabi apa yang telah terjadi. Mendengar penyampaian Umar, Rasulullah terlihat marah kepadanya sehingga Abu Bakar segera berkata, "Demi Allah, wahai Rasul. Akulah yang paling bersalah."


Rasulullah SAW bersabda, "apakah kalian  hendak meninggalkan sahabatku ini sendirian? Apakah kalian ingin meninggalkan sahabatku ini sendiran? Ketika aku katakan kepada semua orang bahwa aku adalah Rasulullah untuk kalian semua, kalian mengatakan, 'kau berbohong (hai Muhammad),' tetapi Abu Bakar mengatakan, "sungguh engkau mengatakan kebenaran." HR.Al-Bukhari.


Masih dalam Shahih Bukhari, Abu Darda r.a menuturkan bahwa ketika ia duduk bersama Nabi SAW, Abu Bakar r.a datang dan kemudian memegang salah satu ujung jubah Nabi SAW hingga lutut beliau terlihat. Nabi SAW bersabda, "sedangkan mengenai sahabat kalian, sesungguhnya ia telah menyerahkan dirinya."


Abu Bakar menyalaminya dan berkata, "wahai Rasulullah, aku ada masalah dengan Umar ibn al-Khatthab. Aku menyesal. Aku menemuinya dan memohon agar ia memaafkanku, namun ia enggan. Kini aku berada disini menghadap kepadamu."


Rasulullah SAW bersabda, "Abu Bakar, Allah mengampunimu." Beliau mengucapkan itu sebanyak tiga kali.


Pada saat yang bersamaan, Umar menyadari kekhilafannya dan merasa menyesal. Ia bergegas ingin menemui Abu Bakar dirumahnya, namun ia tidak ada disana. Ia langsung pergi ketempat Rasulullah dan mengucapkan salam kepadanya. Umar tertegun melihat wajah Nabi SAW yang memerah karena marah. Abu Bakar r.a berusaha menahan amarah Nabi SAW dan memohon belas kasihannya. Lalu Umar duduk, memegang dua lutut Nabi SAW dan berkata, "wahai Rasulullah, aku telah berbuat dzalim dua kali."


Nabi SAW bersabda, "sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian. Ketika aku menyeru kalian, kalian berkata, 'kau berdusta,' sedangkan Abu Bakar berkata, 'Engkau benar.' Dia menolong dan mendampingiku serta mengorbankan jiwa dan hartanya. Jadi, apakah kalian akan meninggalkan sahabatku ini?" Beliau mengucapkannya tiga kali. Setelah peristiwa itu tidak ada lagi yang berani mencela dan menyakiti Abu Bakar. HR.Al-Bukhari.


Setiap kali terjadi perselisihan diantara para sahabat, Nabi SAW selalu berupaya mendamaikan mereka, termasuk ketika terjadi perselisihan antara Khalid ibn Walid dan Abdurrahman ibn Auf. Nabi SAW tak pernah membiarkan para sahabat saling membenci atau saling memusuhi satu sama lain. Ia mengetahui karakter dan kepribadian setiap sahabatnya. Ia pun mengetahui keutamaan masing-masing sahabatnya. Ketika dua sahabat utamanya, Abu Bakar dan Umar berselisih, tentu saja keadaan itu membuat galau hati Rasulullah. Mereka merupakan sahabat setianya, dan keduanya memiliki keistimewaan masing-masing. Nabi SAW sangat mencintai para sahabatnya, terutama kepada Abu Bakar, sahabat setia yang menemaninya dalam perjalanan hijrah. Karena itu, Nabi SAW marah ketika mendengar perlakuan Umar kepada Abu Bakar meskipun dalam perselisihan mereka, Abu Bakar-lah yang pertama kali melakukan kesalahan. Nabi SAW marah karena Umar mengabaikan Abu Bakar dan tidak menerima permintaan maafnya. Maka, saat keduanya datang dihadapan para sahabat lain, Nabi SAW menegaskan keutamaan sahabat Abu Bakar.



24. DAMAIKANLAH PERSELISIHAN DAN BERUSAHALAH UNTUK MENGHENTIKAN 

    FITNAH YANG TERJADI.


Ditengah masyarakat niscaya akan selalu ada sekelompok orang yang berusaha mengeruhkan suasana dan memancing di air keruh. Orang-orang itu terbiasa membuat fitnah dan huru-hara yang merusak kedamaian masyarakat. Situasi yang sama berlangsung pada masa Rasulullah SAW. Beberapa kali berembus fitnah, baik yang disebarkan oleh kaum Yahudi maupun oleh kaum munafik. Mereka tidak menyukai kedamaian dan kesejahteraan yang dirasakan oleh kaum muslimin di Madinah. Dalam beberapa kesempatan Nabi SAW selalu tampil untuk mendamaikan pihak-pihak yang berselisih dan berusaha memadamkan fitnah yang terjadi ditengah-tengah umatnya. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah ketika terjadi perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar akibat fitnah yang disebarkan kaum munafik. Hal yang sama dilakukan oleh Rasulullah ketika menyebar peristiwa al-ifk yang menistakan salah seorang istri Rasulullah, yaitu Aisyah bint Abu Bakar.


Ketika kaum muslimin pulang dari peperangan melawan Bani Musthaliq, Aisyah r.a tertinggal dari rombongan utama karena rombongan menyangka ia telah berada didalam sekedupnya. Setibanya di Madinah, Rasulullah tidak mendapati Aisyah dalam rombongan. Keesokan harinya, Aisyah muncul dengan diantar oleh seorang pemuda yang bernama Shafwan. Abdullah ibn Ubay, pentolan kaum munafik, memanfaatkan situasi itu untuk memojokkan Rasulullah SAW. Ia menyebarkan fitnah bahwa Aisyah telah berselingkuh dengan shafwan sehingga terlambat datang di Madinah. Kabar fitnah itu menyebar dengan cepat sehingga membuat Rasulullah masygul. Tentu saja beliau mengenal kebaikan istrinya dan memercayai kejujuran serta kesetiaannya. Ia juga mengenal Shafwan sebagai pemuda yang baik yang tak akan berani melakukan kekejian.


Namun, kabar yang disiarkan kaum munafik itu telah tersebar luas dikalangan kaum muslimin sehingga mereka terbagi dua kelompok, antara yang memercayai kabar itu dan yang menolaknya mentah-mentah. Karena itu, Nabi SAW berkhutbah dihadapan orang-orang berusaha meredam fitnah yang telah beredar luas itu. Nabi SAW berkata membela kesucian istrinya dan juga Shafwan, "wahai manusia, masih saja orang-orang berusaha menyakitiku dan membicarakan sesuatu yang tidak benar tentang keluargaku. Demi Allah, aku mengenal kebaikan semua anggota keluargaku. Tidak ada keburukan pada mereka. Mereka juga mengatakan keburukan tentang laki-laki yang aku kenal sebagai orang baik. Tak pernah sekalipun ia memasuki salah satu rumah diantara rumah-rumahku kecuali aku menemaninya."


Ia juga ingin mengetahui sikap para sahabatnya terhadap Abdullah ibn Ubay, pentolan kaum munafik yang menyebarkan fitnah itu. Salah seorang sahabat Anshar, Sa'd ibn muaz dari suku Aus, berdiri dan berkata, "wahai Rasul, aku akan mengurusinya untukmu. Jika ia berasal dari suku Aus, niscaya kami akan menebas lehernya. Jika ia berasal dari Khazraj, katakanlah kepada kami apa yang harus kami lakukan kepadanya."


Namun, salah seorang dari suku Khazraj, Sa'd ibn Ubadah, berdiri menimpali ucapan Sa'd ibn Muaz. Biasanya ia dikenal sebagai orang ynag santun dan berbudi, tetapi semangat kesukuan rupanya telah membangkitkan emosinya sehingga ia berkata kepada Sa'd ibn Muaz, "demi Allah, kau pendusta! Engkau bermulut besar. Kau tidak akan membunuhnya. Kau katakan seperti itu karena tahu bahwa ia dari suku Khazraj. Jika ia dari suku Aus, kau tidak akan berbicara seperti itu dan kau tidak akan mau membunuhnya. Kau tidak akan mau jika ia membunuhnya!"


Sahabat lainnya, yang berasal dari suku Aus, yaitu Asid ibn Hadir, bangkit membela Sa'd ibn Muaz. Ia berkata tegas kepada Sa'd ibn Ubadah, "Engkaulah pendusta! Demi Allah, kami akan membunuhnya! Kau adalah munafik yang membela kaum munafik!"


Beberapa orang Khazraj langsung berdiri membela pemimpin mereka, Sa'd ibn Ubadah. Sama halnya, sekelompok orang dari suku Aus berdiri berhadapan dengan mereka. Kedua kelompok saling berhadapan. Khawatir terjadi perkelahian antara mereka, Nabi SAW berteriak agar mereka tenang dan jangan menghunus senjata dihadapan saudara mereka sendiri. HR. Al-Bukhari.

Karena kedua kelompok itu tak mau tenang, Rasulullah SAW pergi meninggalkan mereka dalam keadaan marah.


Rasulullah SAW mendatangi Bani Amr ibn Auf untuk mendamaikan kedua kelompok itu dan tetap disana sampai waktu ashar datang sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Sahl ibn sa'd al-Sa'idi r.a berkata, "perselisihan mencuat antara dua kelompok orang Anshar. Mereka saling mengecam dan saling melemparkan tuduhan. Nabi SAW datang untuk mendamaikan mereka. Ketika waktu shalat datang, Bilal mengumandangkan azan dan menunggu kedatangan Rasulullah SAW, namun beliau tidak kunjung datang. Lalu ia mengumandangkan iqamah dan karena Rasulullah tak juga tiba, Abu Bakar r.a memimpin shalat saat itu."



25. TUNJUKKANLAH KEMARAHAN ATAS KESALAHAN YANG DILAKUKAN 

    SESEORANG.


Ketika Nabi SAW melihat atau mendengar terjadinya suatu kesalahan atau penyimpangan, khususnya kesalahan yang berkaitan dengan masalah aqidah, ia akan menunjukkan kemarahannya. Sikap seperti itulah yang ditunjukkan oleh Rasulullah ketika mendengar para sahabat memperdebatkan masalah qadar (ketetapan Allah) dan Al-Qur'an. Dalam sunan Ibn Majah ada sebuah riwayat dari Amr ibn Syu'aib dari ayahnya, dari kakeknya yang menuturkan bahwa Rasulullah SAW mendatangi para sahabatnya yang sedang berdebat tentang qadar. Seakan ditaburi biji buah delima, paras Rasulullah memerah karena sangat marah. Ia berkata tegas, "apakah kalian diperintahkan untuk melakukan perbuatan seperti ini? Apakah untuk persoalan ini kalian diciptakan? Apakah kalian mempergunakan ayat-ayat Al-Qur'an untuk membantah orang lain? Umat-umat sebelum kalian dimusnahkan akibat kelakuan seperti ini!"


Abdullah ibn Amr mengatakan, "aku merasa sedih jika tidak hadir dalam sebuah pertemuan yang dihadiri Rasulullah. Namun, aku sungguh senang tidak ada ditengah orang-orang yang berkumpul pada saat itu." HR.Ibnu Majah.


Menurut Ibn Asim dalam Kitab al-Sunnah, "Rasulullah SAW mendatangi para sahabatnya yang sedang memperdebatkan takdir Allah. Salah satu pihak mengutip ayat Al-Qur'an, begitu pula pihak yang lain. Seakan ditaburi biji buah delima, paras Rasulullah memerah karena marah. Ia berkata, "apakah kalian diciptakan untuk ini? Apakah kalian diperintahkan untuk melakukan perbuatan seperti ini? Jangan menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an untuk melawan orang lain. Perhatikanlah untuk apa yang kalian diperintahkan, dan kerjakanlah. Perhatikanlah apa-apa yang dilarang untuk kalian, dan hindarilah!"


Riwayat lain memberi kita contoh tentang kemarahan Nabi SAW kepada sahabatnya karena mempersoalkan sumber hukum Islam. Imam Ahmad r.a meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Jabir ibn Abdullah bahwa Umar ibn al-Khatthab menemui Rasulullah SAW sambil membawa sebuah buku yang ia dapatkan dari kaum Ahlul kitab. Nabi SAW sangat marah dan bersabda, "apakah kau meragukan ini, hai Anak al-Khatthab? Demi Zat yang menguasai jiwaku, aku telah membawakan untukmu pesan yang suci dan bersih. Maka, jangan pernah mempertanyakannya, baik mereka mengatakan kebenaran dan kau menolaknya, ataupun mereka mengatakan kesalahan dan kau menerimanya. Demi Zat yang menciptakanku, bahkan seandainya Musa a.s hidup saat ini, tidak ada yang bisa dilakukannya kecuali mengikutiku." HR.Imam Ahmad.


Hadist itu juga diriwayatkan oleh al-Darimi r.a dari Jabir yang menceritakan bahwa Umar ibn al-Khatthab mendatangi Rasulullah SAW membawa salinan Taurat dan berkata, "wahai Rasul, ini adalah salinan Taurat."


Rasulullah tidak menggubris ucapannya. Ketika Umar mulai membacakannya, paras muka Rasulullah berubah menjadi merah karena marah. abu Bakar mengatakan, "andai ibumu tak melahirkanmu! Apakah kau tidak melihat wajah Rasulullah SAW?"


Umar r.a melihat wajah Rasulullah SAW dan berkata, "aku berlindung kepada Allah dari murka Allah dan murka Rasul-Nya SAW. Kami ridha Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami, Dan Muhammad sebagai Nabi kami."


Rasulullah SAW bersabda, "demi Zat yang menciptakan Muhammad, bahakn jika Musa a.s hidup diantara kalian dan kemudian kalian mengikutinya serta meninggalkanku, niscaya kalian akan tersesat dari jalan yang lurus. Jika ia hidup sampai masa kenabianku, niscaya ia akan mengikutiku." HR. Ahmad.


Diantara riwayat-riwayat lain yang mendukung riwayat ini adalah hadist riwayat Abu Darda yang menuturkan bahwa Umar membawa beberapa halaman Taurat kepada Rasulullah SAW dan berkata, "wahai Rasul, ini beberapa halaman Taurat yang kudapatkan dari saudaraku yang berasal dari Bani Zuraig."


Wajah Rasulullah SAW berubah merah dan Abdullah ibn Zaid-seorang sahabat yang bermimpi tentang azan berkata, "apakah kau sudah gila? Apakah kau tidak melihat perubahan wajah Rasulullah SAW?"


Umar berkata setelah melihat wajah Rasulullah yang memerah karena marah, "Kami meridhai Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami, Muhammad sebagai Nabi kami, dan Al-Qur'an sebagai panduan kami."


Rasulullah SAW terlihat kembali tenang dan bersabda, "Demi Zat yang menguasai jiwa Muhammad, jika Musa hidup diantara kalian, kemudian kalian mengikutinya dan meninggalkanku, niscaya kalian akan tersesat. Kalian adalah umatku dan aku adalah Nabi kalian." HR.Al-Tabrani.


Jika kita perhatikan riwayat-riwayat itu, kita melihat bahwa teguran yang disampaikan Rasulullah SAW didukung oleh orang-orang yang hadir ditempat peristiwa itu terjadi. Rasulullah tak perlu berpanjang kata, menegur sahabatnya yang melakukan kesalahan. Dengan melihat ekspresi wajahnya, para sahabat bisa mengetahui kemarahan Rasulullah SAW dan menyampaikannya kepada orang yang sedang ditegur. Perpaduan antara kemarahan Rasulullah dan peringatan para sahabat itu menjadi nasihat yang sangat efektif yang menyadarkan si pelaku kesalahan. Dampak yang terjadi begitu besar sehingga sahabat yang melakukan kesalahan langsung menyadarinya dan memohon ampunan kepada Allah.


Proses penyadaran itu berlangsung melalui tahap-tahap berikut ini:

*Pertama : kemarahan Rasulullah muncul ketika melihat kesalahan yang dilakukan sahabatnya. Kemarahannya itu tak terungkap lewat kata-kata, tetapi melalui perubahan ekspresi wajahnya.


*Kedua : Para sahabatnya, dalam kasus ini Abu Bakar al-Shiddiq dan Abdullah ibn Zaid, menyaksikan perubahan ekspresi wajah Rasulullah dan menyampaikannya kepada Umar.


*Ketiga : Umar menyadari kesalahannya dan segera memohon ampunan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ia benar-benar menyesal dan meminta maaf atas kesalahannya. Ia memohon perlindungan kepada Allah dari murka Allah dan murka Rasul-Nya. Setelah itu ia menegaskan lagi keridhaannya atas prinsip-prinsip aqidah Islam.


*Keempat : Nabi SAW kembali terlihat tenang ketika Umar telah menyadari kesalahannya dan menarik ucapannya.


*Kelima : Nabi SAW menegaskan kembali prinsip-prinsip aqidah Islam yang dikatakan oleh Umar kemudian menegaskan keharusan umat Islam untuk mengikuti risalah yang dibawanya dan melarang mereka mengikuti panduan selain Al-Qur'an.


Contoh lain yang menggambarkan kemarahan Nabi SAW adalah riwayat yang telah kami sebutkan diatas tentang orang yang meludah di arah kiblat shalat. Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dari Anas ibn Malik bahwa ketika Rasulullah SAW melihat air ludah didalam mesjid diarah kiblat, wajahnya memerah karena marah. Ia langsung membersihkan ludah itu dengan tangannya sendiri dan bersabda, "ketika salah seorang diantara kalian mendirikan shalat, sesungguhnya ia sedang berbincang dengan Tuhannya. Atau,  Tuhannya ada diantara dirinya dan kiblat. Maka, tak seharusnya ia meludahi arah kiblat. Meludahlah diarah kiri atau dibawah kakinya. Jika tidak bisa, lakukanlah seperti ini, "ujarnya sambil mengambil salah satu ujung gamisnya, meludah disana, kemudian mengambil ujung gamis lain dan menggosokkannya untuk mengeringkan ludah itu."HR.Al-Bukhari.


Dalam hadist lain, yang juga diriwayatkan oleh al-Bukhari dari abu Mas'ud al-Anshari, diceritakan bahwa seseorang mendatangi Rassulullah SAW dan berkata, "wahai Rasul, mungkin aku akan datang terlambat dalam shalat besok hari karena si fulan yang memimpin shalat terlalu lama."


Periwayat hadist ini menuturkan, "aku belum pernah melihat Rasulullah SAW marah ketika menegur seperti saat itu. Ia bersabda, 'Hai orang-orang! Sebagian kalian telah menyepelekan orang lain. Jika salah seorang diantara kalian memimpin shalat, ringankanlah bacaan kalian, karena diantara kalian ada orang yang telah lanjut usia, lemah, dan orang yang punya kebutuhan mendesak."HR.Al-Bukhari.


Riwayat lain bisa menjadi contoh bagi para dai atau pemberi fatwa agar menunjukkan kemarahan kepada orang yang mengajukan pertanyaan secara serampangan dan mennyepelekan. Zaid ibn Khali al-Juhani r.a menceritakan, "seorang Badui mendatangi Nabi Muhammad SAW dan bertanya tentang benda hilang yang ditemukannya. Nabi SAW bersabda, umumkanlah barang itu selama setahun. Ingatlah ciri khas bentuknya dan tali pengikatnya. Jika seseorang datang dan mengklaim barang itu, dan ia dapat menggambarkannya dengan benar, berikanlah kepadanya, dan kau tidak boleh menggunakannya."


Ia bertanya lagi, "wahai Rasul, bagaimana dengan domba yang hilang?"

Rasulullah SAW bersabda, "domba itu untukmu, untuk saudaramu (yakni pemiliknya) atau untuk serigala."

"Bagaimana kalau unta yang hilang?"

Wajah Nabi SAW memerah karena marah dan kemudian berkata, "kau tak ada urusan dengannya. Unta itu punya kaki, bisa mencari air sendiri, dan bisa makan tumbuhan!" HR.Al-Bukhari.


Ketika melihat seseorang melakukan kesalahan, kita boleh menunjukkan kemarahan agar orang itu menyadari kesalahannya dan memahami bahwa kita tidak menyukai tindakannya yang salah. Kendati demikian, kemarahan yang kita tunjukkan selayaknya sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan. Bisa jadi, kita cukup menunjukkan ekspresi marah saat melihat suatu kesalahan dilakukan, atau mungkin kita ungkapkan kata-kata yang tegas dan keras sebagai ekspresi kemarahan kita. Kadang-kadang seseorang sudah merasa takut atau khawatir ketika melihat perubahan paras muka orang lain yang memerah karena marah. Perubahan raut muka, nada bicara, juga gerak-gerik tubuh bisa menunjukkan ekspresi kemarahan seseorang. Kemarahan perlu ditunjukkan, selain agar si pelaku menyadari kesalahannya, juga agar orang lain yang hadir ditempat peristiwa itu merasa takut melakukan kesalahan serupa. Sering kali ketika kita marah, kata-kata yang keluar dari mulut kita menjadi tak terkendali. Karena itu, sering kali Rasulullah  diamm seribu bahasa ketika marah. Barulah ketika reda dari marahnya Rasulullah mengatakan apa yang ingin ia katakan. Jadi, tunggulah hingga amarah anda reda sebelum anda mengungkapkan apa yang ingin anda ungkapkan.


Namun, kadang-kadang yang dibutuhkan untuk mengubah perilaku seseorang atau masyarakat adalah kesabaran dan kebijaksanaan. Dalam kasus-kasus tertentu, mungkin akan lebih bijaksana bila kita tidak langsung berkomentar dan menasihati orang yang melakukan kesalahan. Dalam kasus tertentu, akan lebih baik jika kita menunda penjelasan dan komentar mengenai suatu kesalahan hingga datang waktu yang tepat untuk mengatakannya, misalnya ketika orang-orang lain telah berkumpul atau ketika suasana telah reda. Dalam riwayat berikut ini, Rasulullah menunggu hingga kaum muslimin berkumpul baru menyampaikan nasihatnya, karena kesalahan yang dilakukan sahabat pelaku itu dianggap cukup serius.


Dalam Shahih al-Bukhari, Abu Humaid al-Sa'idi meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menunjuk seseorang untuk menghimpun zakat. Setelah menyelesaikan tugasnya, ia datang dan berkata, "wahai Rasul, ini untukmu, sedangkan ini adalah sesuatu yang diberikan kepadaku sebagai hadiah."


Rasulullah bersabda, "mengapa kau tidak diam saja dirumah orangtuamu dan tunggulah apakah ada orang yang datang membawa hadiah untukmu?!"


Malam harinya, usai melaksanakan shalat, Rasulullah SAW berdiri dihadapan kaum muslimin cukup lama kemudian mengucapkan syahadat, memuji kepada Allah, dan bersabda, "apa yang salah dengan petugas yang kami tunjuk, kemudian ia kembali menemui kami dan berkata, 'ini bagian untukmu dan ini sebagai upahku?' Mengapa ia tidak duduk saja dirumah orangtuanya dan menunggu adakah orang yang datang memberinya hadiah? Demi Zat yang menguasai jiwa Muhammad, diharamkan atas kalian mengambil sesuatu dari kami, kecuali ia akan datang di Hari Pembalasan dengan barang itu menggantung di lehernya : jika itu seekor unta maka ia akan membawanya seraya menguak, jika itu seekor kerbau maka ia akan membawanya seraya melenguh, dan jika itu seekor domba maka ia akan membawanya seraya mengembik. Aku telah menyampaikan pesan."


Abu Humaid menambahkan, "kemudian Rasulullah mengangkat tangannya tinggi-tinggi hingg kami dapat melihat ketiaknya."HR.al-Bukhari.



26. HINDARILAH ORANG YANG BERBUAT SALAH AGAR IA MERASA MALU DAN 

    KEMBALI KEPADA JALAN YANG BENAR.


Al-bukhari r.a meriwayatkan dari Ali ibn Abi Thalib r.a bahwa pada suatu malam Rasulullah SAW mendatanginya dan putrinya, Fatimah r.a, lalu berkata kepadanya, "apakah kau tidak melaksanakan shalat?"


Ali menjawab, "wahai Rasul, jiwa kita ada dalamm genggaman Allah. Jika Dia menghendaki untuk menghidupkan kita setelah mati (tidur) maka Dia akan melakukannya!"


Mendengar ucapanya itu, Rasulullah SAW langsung pergi menjauhnya dan tidak menangggapinya sama sekali. Ali kembali berbicara kepadanya, tetapi Nabi SAW tetap tak mau menanggapinya. Ali mendengar langkah kaki Nabi SAW yang berjalan menjauh sambil memukuli pahanya sendiri dan berkata, "namun, manusia lebih suka berdebat dibanding makhluk lain." QS.Al-Kahf (18):54.


Riwayat ini memberi kita pelajaran, bahkan sahabat yang mulia pun berusaha mencari alasan ketika Rasulullah menyerunya melakukan kebaikan. Ali ibn Abi Thalib tentu tidak bermaksud menentang seruan Rasulullah. Namun, sebagaimana firman Allah yang dibacakan oleh Nabi SAW, manusia punya kecenderungan untuk mendebat dan mencari alasan. Tindakan seperti itu tidak disukai oelh Rasulullah SAW hingga ia meninggalkan Ali yang merasa malu karena Rasulullah marah kepadanya. Sejak memeluk Islam pada usia remaja, Ali ibn Abi Thalib selalu taat dan patuh kepada junjungannya, Rasulullah SAW apapun akan ia lakukan agar Rasulullah ridha kepadanya. Karena itulah ia merasa sangat masygul ketika melihat Rasulullah marah dan langsung pergi menghindarinya.



27. MENGHUKUM ORANG YANG BERBUAT SALAH.



Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah kepada Hathib ibn Balta'ah ketika ia ketahuan mengirimkan surat kepada kaum kafir Quaraisy mengabarkan niat Rasulullah dan kaum muslimin untuk menaklukkan Makkah. Rasulullah SAW memanggil Hathib, yang segera menghadap kepadanya. Ketika keduanya telah berhadapan, Rasulullah SAW menunjukkann surat Hathib untuk keluarganya di Makkah, kemudian beliau bertanya, "hai Hathib, apa yang mendorongmu melakukan ini?"


Hathib berkata, "wahai Rasulullah, janganlah engkau terlampau cepat menghakimiku. Aku sama sekali tidak berniat buruk. Aku punya keluarga di Quraisy. Aku adalah pelindung sebagian anggota keluargaku meskipun mereka belum memeluk Islam. Disisimu juga banyak kaum Muhajirin yang memiliki kerabat dan keluarga di Makkha, kerabat yang menjaga dan memelihara keturunan serta harta mereka. Jika mereka semua binasa, siapa lagi yang akan menjaga harta dan keluarga kaum Muhajirin?"


Rasulullah SAW terdiam sejenak. Beliau merasakan kejujuran dalam ucapan Hathib. Kemudian Hathib berkata lagi dengan suara yang lembut dan mengharapkan belas kasihan, "wahai Rasulullah, aku melakukan itu bukan karena aku telah murtad dari Islam, bukan juga karena aku meridhai kekafiran."

Dengan ucapannya ini, Hathib ingin membersihkan dirinya dari kesalahan dan menyucikan jiwanya dari kejahatan. Rasulullah SAW sendiri mengetahui kadar keimanan dan kejujuran Hathib. Rasulullah SAW bersabda, "engkau benar."


Jawaban Rasulullah SAW itu menunjukkan bahwa beliau telah mengampuni kesalahan Hathib. Namun, beberapa sahabat, diantaranya Umar ibn al-Khatthab tidak puas mendengar ucapan dan pengakuan Hathib. Mereka beranggapan bahwa Hathib telah merencanakan perbuatannya itu dengan matang. Umar berkata geram, "wahai Rasulullah, biarkanlah aku membunuhnya. Sungguh dia seorang munafik."


Tuduhan itu dilemparkan Umar kepada Hathib, padahal ia terbebas dari kemunafikan. Rasulullah SAW memandang Umar, menenangkannya, dan meredakan kemarahannya, kemudian berkata, "wahai Umar, Hathib adalah salah seorang pejuang dalam Perang Badar. Kita tidak pernah tahu bahwa mungkin saja Allah menakdirkannya menjadi salah seorang Syuhada Badar." Kemudian Rasulullah SAW, berpaling kepada Hathib dan bersabda, "kerjakanlah sekehendak kalian, karena kalian telah diampuni."

Air mata mengalir deras dimata Umar dan ia berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu."HR.Al-Bukhari.


Meskipun Hathib selamat dari murka Rasulullah karena ia terlibat dalam Perang Badar, Allah menurunkan firman-Nya yang dengan tegas menegur orang yang bersekutu atau membantu kaum kafir :

"Hai orang-orang beriman, janganlah menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai teman setia yang kalain sampaikan kepada mereka (berita-berita tentang Muhammad) karena merasa kasihan. Padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan mengusir kalian karena kalian beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kalian benar-benar keluar untuk berjihad dijalan-Ku dan mencari ridha-Ku jangan kalian mengabarkan secara rahasia (berita-berita tentang Muhammad) kepada mereka, karena merasa kasihan. Aku lebih mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan. Dan barangsiapa diantara kalian melakukannya, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus." QS.Al-Mumtahanah(60):1.


Ada beberapa simpulan penting yang dapat kita pelajari dari riwayat tersebut :


* Nabi SAW menegur para sahabat yang melakukan kesalahan serius dengan mengajukan pertanyaan : "Apa yang membuatmu melakukan itu?" Nabi SAW ingin mengetahui alasan sahabat melakukan kesalahan itu, padahal mungkin sahabat itu mengetahui akibat buruk perbuatannya itu pada dirinya dan orang-orang disekitarnya.


* Kesalahan mungkin dilakukan oleh semua orang, termasuk orang yang sekian lama dikenal masyarakat sebagai orang yang baik dan mulia.


* Jika ingin menegur dan mengubah perilaku buruk seseorang, kita harus senantiasa berlapang dada dan bersikap terbuka menanggapi setiap keluhan atau kesalahan yang dilakukannya sehingga ia menyadari kesalahannya dan terus berusaha kembali ke jalan yang benar. Teguran dan nasihat ditujukan untuk mengubah perilaku buruk seseorang, bukan untuk mengasingkannya.


* Seorang dai, mubalig, atau bahkan siapapun harus menghargai dan menyadari bahwa setiap orang mungkin melakukan kesalahan ; bahwa setiap orang memiliki kelemahannya masing-masing yang pada saat-saat tertentu kelemahan itu menguasai diri mereka sehingga mereka melakukan kesalahan. Dengan kesadaran seperti itu ia tidak akan merasa kaget ketika melihat seseorang yang dihormati atau yang lebih tua melakukan kesalahan.


* Kita harus mempertimbangkan kebaikan dan kehormatan seseorang yang sekian lama dikenal sebagai orang baik ketika kita menegur atau menasihatinya karena melakukan kesalahan. Jangan sampai karena teguran atau nasihat yang kita sampaikan, orang itu tak lagi melakukan kebaikan yang selama ini ia lakukan.



28. TEGURLAH DENGAN TEGAS JIKA SESEORANG MELAKUKAN KESALAHAN.



Ketika menyaksikan atau mendengar seseorang melakukan kesalahan, kita tak boleh mengabaikannya dan berpura-pura tidak tahu. Kita harus mengarahkan orang yang berbuat salah kejalan yang benar. Harus ada seseorang yang menegur dan mengingatkannya agar ia sadar bahwa ia telah berbuat salah meskipun ia dikenal sebagai orang yang baik dan terhormat ditengah masyarakat.


Al-bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya bahwa Ali r.a berkata, "aku punya seekor unta betina bagianku dari harta pampasan Perang Badar, dan Nabi SAW memberiku seekor unta betina lain bagianku dari Khumus. Ketika aku ingin menikahi Fatimah, putri Rasulullah SAW, aku membuat janji dengan seorang tukang emas dari Banu Qaynuqa untuk pergi bersamaku ke Idhkur. Aku ingin menjual dua gelang emas kepadanya dan uangnya akan kupergunakan sebagai biaya walimah. Ketika aku menyiapkan pelana, kantong perjalanan, tali kekang, dan barang-barang perlengkapan lainnya, unta-untaku kubiarkan disamping sebuah rumah milik seorang Anshar. Setelah menyiapkan semua barang yang kubutuhkan, aku kembali dan mendapati unta-untaku telah disembelih. Bagian punggungnya telah koyak, dan sisi tubuhnya tak lagi utuh. Bagian dalam unta itu terburai keluar. Tentu saja aku marah menyaksikan keadaan itu. Aku bertanya kepada orang-orang disana, 'siapa yang melakukannya?'

Mereka menjawab, 'Hamzah ibn Abdul Muthalib. Ia ada di kedai minuman itu, sedang minum bersama orang-orang Anshar.'


Aku segera pergi menemui Nabi Muhammad SAW dan melihat Zaid ibn Harisah tengah bersamanya. Rasulullah menyadari ada yang salah dari ekspresi mukaku. Beliau bertanya, 'apa yang terjadi denganmu?'


Aku berkata, 'wahai Rasul, aku belum pernah melihat keburukan seperti yang kulihat hari ini! Hamzah menyembelih dua unta betina, mengoyak punggung keduanya, dan membedah tubuh keduanya. Saat ini ia sedang minum di sebuah kedai.'


Rasulullah SAW meminta diambilkan jubahnya kemudian mengenakannya dan bergegas pergi. Aku dan Zaid ibn Harisah berjalan cepat mengikutinya hingga ia tiba di kedai minuman. Rasulullah meminta izin masuk, dan mereka mengizinkannya masuk. Mereka tampak sedang minum-minum dan Rasulullah SAW mulai memarahi Hamzah dan menegurnya atas kesalahan yang ia lakukan. Namun, ketika diperhatikan, Hamzah terlihat sudah mabuk dan kedua matanya merah. Hamzah memperhatikan Rasulullah SAW ia melihat lekat-lekat pada lutut Rasulullah, memperhatikan bagian perut dan wajahnya kemudian berkata, 'bagiku, engkau tak lebih daripada budak ayahku.' Rasulullah SAW menyadari bahwa Hamzah sudah mabuk sehingga ia langsung beranjak pulang dan kami berjalan mengikutinya." HR.Al-Bukhari.


Rasulullah berjalan pulang dalam keadaan marah. Selang beberapa hari kemudian ia memerintahkan beberapa sahabatnya untuk menyebarkan larangan minuman arak seraya menyatakan bahwa arak adalah minuman yang diharamkan. Siapa saja yang meminumnya, tanpa pandang bulu, akan mendapatkan siksa, meskipun mereka adalah veteran Perang Badar. Peristiwa ini  terjadi sebelum turun ayat Al-Qur'an tentang larangan meminum minuman keras.


Riwayat ini menunjukkan bahwa meskipun Hamzah dikenal sebagai salah seorang pahlawan Perang Badar yang gagah berani dan juga paman Rasulullah SAW ia tetap harus ditegur dan diperingatkan jika melakukan kesalahan. Namun, Rasulullah sendiri menyadari bahwa ia tak mungkin menasihati orang yang sudah mabuk karena minuman keras. Karena itulah ia memutuskan pulang kerumah. Barulah beberapa hari kemudian ia menyampaikan larangan minum-minuman keras kepada seluruh umat Islam. Kita juga melihat bahwa meskipun sangat marah dan kesal, Ali ibn Abi Thalib tidak langsung melabrak dan memarahi Hamzah. Ia menyadari posisi pamannya itu ditengah masyarakat sehingga ia segera menemui Rasulullah dan mengadukan persoalan itu kepadanya. Hanya Rasulullah orang yang tepat untuk menegur dan menasihati Hamzah ibn Abdul Muthalib.



29. JAUHILAH PARA PELAKU KESALAHAN.



Imam Ahmad r.a meriwayatkan dari Humaid yang menuturkan, "Al-Walid dan salah seorang temanku mendatangiku dan berkata, 'datanglah bersamaku, karena engkau lebih muda daripada diriku dan kau lebih tahu tentang hadist.'


Ia membawa kami ke Bisyr ibn Ashim. Abu al-Aliyah berkata kepadanya, 'dapatkah kau sampaikan hadistmu itu kepada dua orang ini?'


Bisyr ibn Ashim menjawab, 'Uqbah ibn Malik mengatakan kepada kami, Abu al-Nadr al-Laitsi mengatakan bahwa Bahz, salah seorang anggota keluarganya, menuturkan bahwa Rasulullah SAW mengirim pasukan kecil untuk menyerang satu kabilah.


Seseorang berlari meninggalkan kabilah itu, tetapi seorang pasukan muslim mengejarnya dengan pedang terhunus. Orang yang berlari itu mengatakan, "Aku seorang muslim," tetapi prajurit muslim itu tidak menggubrisny. Ia menyerang dan membunuh orang itu.


Berita tentang kejadian itu sampai kepada Rasulullah SAW dan beliau menanggapinya dengan komentar yang keras. Kabar tentang kemarahan Rasulullah SAW itu sampai ke telinga si prajurit muslim yang membunuh orang itu. Suatu saat, ketika Rasulullah berceramah didepan orang-orang, si prajurit msulim itu bangkit dan berkata, "wahai Rasul, demi Allah, ia berkata seperti itu hanya untuk menyelamatkan dirinya."


Rasulullah tidak menanggapi ucapannya. Ia berbalik dari orang itu dan orang-orang disekelilingnya kemudian melanjutkan ceramahnya. Orang itu berkata lagi, "wahai Rasul, ia berkata seperti itu hanya untuk menyelamatkan dirinya."


Rasulullah tidak menanggapi ucapannya. Ia berbalik dari orang itu dan melanjutkan ceramahnya. Orang itu tampak tidak puas sehingga untuk ketiga kalinya ia berkata, "wahai Rasul, ia berkata seperti itu hanya untuk menyelamatkan dirinya."


Rasulullah SAW berpaling kepadanya, dan orang-orang yang hadir disana dapat melihat dengan jelas ekspresi kekecewaan yang terpancar dari wajahnya. Rasulullah SAW bersabda, "Allah mengutuk orang yang membunuh seorang mukmin." Ia mengucapkan kalimat itu tiga kali. HR.Imam Ahmad.


Al-Nasa'i meriwayatkan dari Abu sa'id al-Khudri bahwa seorang laki-laki dari Najran menemui Rasulullah SAW sementara salah satu jari tangannya terlihat dilingkari sebuah cincin emas.

Rasulullah SAW berpaling darinya dan bersabda, "Kau mendatangiku sementara tanganmu membawa bara api dari neraka."


Imam Ahmad menuturkan versi riwayat yang lebih lengkap dari Abu Sa'id al- Khudri : seseorang berasal dari Najran mendatangi Rasulullah SAW mengenakan cincin emas dijarinya. Rasulullah SAW berpaling darinya dan tidak mengucapkan sepatahpun kata. Orang itu pulang ke istrinya dan menyampaikan sambutan yang didapatkannya dari Rasulullah SAW. Istrinya berkata, "pasti ada alasan mengapa Rasulullah bersikap seperti itu. Kembalilah kepada Rasulullah SAW."


Orang itu segera berangkat untuk menemui Rasulullah sambil membuang cincin emasnya dan jubahnya. Ketika ia meminta masuk, Rasulullah mengizinkannya. Ia mengucapkan salam dan Rasulullah SAW langsung menjawabnya. Setelah berhadapan, ia berujar, "wahai Rasul, engkau berpaling dariku ketika itu aku datang tadi."


Rasulullah SAW bersabda, "kau mendatangiku dengan sebongkah bara api neraka ditanganmu."

"Wahai Rasul, sepertinya aku datang membawa banyak bara api," ujarnya. Ia mengatakan itu karena ia membawa banyak pakaian yan indah dari Bahrain.


Rasulullah SAW bersabda, "semua barang yang kau bawa itu sebanyak apapun takkan bisa menolong kami (dikehidupan akhirat). Semua itu tidak lebih berharga dari pada bebatuan Harrah. Batu-batu itu (maksudnya perhiasan) adalah kemewahan di dunia ini."


"Kalau begitu, jelaskanlah kepada para sahabat sehingga mereka tidak berpikir bahwa engkau marah kepadaku karena suatu sebab lain."


Rasulullah SAW berdiri dan menyampaikan persoalan itu kepada para sahabat dan menyatakan bahwa persoalan itu hanya karena ia mengenakan cincin emas.



30. KUCILKANLAH ORANG YANG BERBUAT SALAH.


Ini merupakan salah satu metode yang sangat efektif yang pernah di praktikkan oleh Rasulullah SAW, terutama ketika seseorang melakukan kesalahan yang sangat serius. Metode ini berdampak besar pada jiwa si pelaku kesalahan. Salah satu contohnya adalah apa yang terjadi pada Ka'b ibn Malik dan dua sahabatnya yang tidak ikut dalam pasukan umat Islam menuju Tabuk.


Akhirnya, setelah beberapa minggu, Rasulullah dan kaum Muslimin pulang dari perjalanan jihad. Dan seperti biasanya, ia langsung menuju masjid untuk melaksanakan shalat dua raka'at, setelah itu ia menerima kedatangan orang-orang yang tinggal di Madinah dan tidak ikut berperang. Mereka menyampaikan permohonan maaf sambil mengemukakan berbagai alasan. Mereka memohon ampunan sambil bersumpah atas nama Allah. Rasulullah menerima permintaan maaf mereka yang diungkapkan secara terus terang, dan mereka kembali membaiat Rasulullah. Sementara, berkaitan dengan apa yang tersembunyi dalam hati mereka, Rasulullah menyerahkannya kepada Allah.


Lalu, Ka'b datang hendak menemui Rasulullah dengan langkah gontai dan kepala tertunduk. Rasulullah tersenyum, namun pandangan matanya menunjukkan kemarahan. Rasulullah bertanya kepada Ka'b, "apa yang membuatmu terlambat? Bukankah kau telah menyiapkan hewan tunggangan?"


Ka'b menjawab, "benar, wahai Rasulullah. Demi Allah, seandainya saat ini yang kuhadapi adalah orang lain, bukan engkau, aku akan berusaha meredakan kemarahannya dengan berbagai alasan, karena aku pandai berdebat. Tetapi, demi Allah, jika aku berbicara kepadamu dengan kata-kata yang mengandung dusta, pasti Allah akan murka, begitupun engkau. Namun, jika aku berkata jujur, aku sungguh merasa berat untuk mengungkapkannya. Aku sungguh mengharapkannya. Aku sungguh mengharapkan ampunan Allah...demi Allah, aku tidak punya alasan dan uzur apapun. Demi Allah, aku merasa sangat berduka dan berat hati sejak menyadari bahwa aku tidak berada di medan jihad bersama kaum Muslimin lainnya."


Rasulullah bersabda, "orang ini sungguh jujur. Karena itu, berdirilah, aku tak dapat memberikan keputusan tentangmu. Tunggulah hingga Allah memberikan keputusan."


Kemudian Murrah datang dan disusun oleh Hilal. Mereka pun menyampaikan kata-kata yang sama seperti Ka'b. Rasulullah pun membiarkan mereka berdua menanti keputusan Allah.


Rasulullah melarang orang-orang berbicara dan bergaul dengan mereka sampai Allah memberi keputusan tentang mereka. Dia akan menghukum mereka jika berkehendak, atau menerima tobat mereka. Hari demi hari terus berlalu setelah kejadian itu. Ketiga orang itu semakin sedih dan berduka. Detik-detik terasa berjalan sangat lambat. Mereka gelisah dan bingung. Resah dan menderita. Pengucilan kaum Muslimin itu benar-benar menjadi bencana yang sangat menyakiti jiwa mereka.


Murrah ibn al-Rabi dan Hilal ibn Murrah menutup diri didalam rumah sambil terus menangis dan meratap, menantikan keputusan Allah. Sementara itu, Ka'b bersikap seperti pemuda biasa, bolak-balik ke pasar seperti kebanyakan orang lainnya. Ikut shalat berjamaah dan duduk dijalanan. Tetapi tak ada seorangpun yang mengajaknya bicara. Tak seorangpun yang memandang atau menyapanya. Suatu saat, setelah mengerjakan shalat, ia menghadap Rasulullah dan mengucapkan salam kepadanya. Namun karena situasi saat itu sedang ramai, ia tidak tahu apakah Rasulullah menghadap atau berpaling darinya, ia pun tak tahu, apakah Rasulullah menjawab salamnya atau tidak.


Isolasi yang dilakukan kaum muslimin semakin ketat. Mereka benar-benar menaati perintah Rasulullah. Ketiga orang itu semakin merasa terasingkan hingga akhirnya Allah menurunkan firman-Nya, menerima taubat ketiga orang itu. Suatu hari, menjelang pelaksanaan shalat subuh, tampak kepala Rasulullah tertunduk dan ruhnya gaib sejenak dari orang-orang disekitarnya. Sesaat kemudian ia menghadap kepada para sahabat dengan wajah yang cerah dan dada yang lapang. Ia bersabda, "Allah telah menerima taubat Ka'b, Murrah, dan Hilal. Pergi dan temuilah mereka. Ucapkanlah kata selamat dan sampaikanlah kabar gembira ini."


Ka'b menuturkan pengalamannya saat itu, "Rasulullah SAW melarang kaum muslimin berbicara kepada kami (Ka'b, Hilal, Murrah) yang tidak ikut ekspedisi itu. Semua orang menghindari kami dan sikap mereka kepada kami berubah bahkan dunia tempatku berjalan seakan-akan asing. Kami dikucilkan selama 50 hari. Dua sahabatku yang juga dikucilkan lebih banyak mengurung diri dirumah meratapi nasib mereka. Namun, aku adalah yang termuda diantara kami sehingga aku bisa ikut mengerjakan shalat berjamaah dengan kaum muslimin dan berjalan-jalan dipasar-pasar meski tak seorangpun yang mau bicara denganku. Aku pernah mendatangi Rasulullah SAW ketika ia berkumpul bersaam para sahabat usai melaksanakan shalat. Aku mengucapkan salam kepadanya tetapi ia bersikap seakan-akan aku tidak ada. Aku mengerjakan shalat didekatnya dan meliriknya. Ketika aku hendak mengerjakan shalat, ia berpaling kepadaku dan ketika aku melihatnya, ia berpaling dariku.


Karena semua orang terus menghindariku, aku pergi menuju perkebunan milik Abu Qatadah yang tak lain adalah anak pamanku dan orang yang paling kucintai. Aku melompati pagar kebunnya dan kemudian mengucapkan salam kepadanya. Namun Abu Qatadah tidak membalas salamnya.


Ka'b berkata, 'Hai Abu Qatadah, aku menyerumu dengan nama Allah, apakah engkau tahu bahwa aku mencintai Allah dan Rasul-Nya?'


Abu Qatadah tetap diam. Ka'b mengulang pertanyaannya. Abu Qatadah menjawab, 'Allah dan Rasulnya lebih mengetahui.' Mendengar jawabannya itu, air mataku mengalir, lalu aku berbalik pergi.


Pada hari kelima puluh sejak Rasulullah SAW melarang setiap orang berbincang dengan kami, tepat setelah shalat subuh, ketika aku duduk diatas atap rumahku, ketika jiwaku terasa sesak, dan ketika bumi yang sangat luas terasa sesak menghimpitku " (QS.al-Tawbah(9):118), aku mendengar seseorang berteriak lantang dari puncak bukit Sal :'Hai Ka'b ibn Malik, gembiralah!" HR.Al-Bukhari.


Kita mendapat banyak pelajaran dari riwayat itu yang tak bisa diabaikan begitu saja. Banyak ulama yang telah menjelaskan hadist ini dari berbagai sudut pandang, termasuk diantaranya yang terdapat dalam kitab Zad al-Ma'ad dan Fath al-Bari.


Bukti lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah mempergunakan teknik penyadaran seperti ini adalah hadist yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dari Aisyah yang mengatakan, "tidak ada perilaku yang paling dibenci Rasulullah SAW selain dusta. Jika seseorang berdusta didepannya, Rasulullah SAW akan menjadi sangat marah hingga ia mengetahui bahwa orang yang berdusta itu telah bertaubat dan menyesali perbuatannya."


Sementara riwayat Ahmad disebutkan : "ia akan tetap menunjukkan kemarahannya kepada orang itu."


Menurut riwayat lain :"jika salah seorang keluarganya berbohong maka Nabi SAW akan terus berpaling darinya sampai ia menunjukkan penyesalannya kepada Nabi." HR.Al-Hakim.


Riwayat-riwayat diatas menunjukkan dengan jelas bahwa menghindar dan berpaling dari orang yang melakukan kesalahan merupakan metode yang sangat efektif untuk mengubah perilaku seseorang. Kendati demikian, metode ini baru akan bekerja efektif jika orang yang berpaling itu memiliki kedudukan yang lebih istimewa dibanding si pelaku. Jika kedudukan atau kehormatan orang yang menjauhi itu biasa saja dan tidak lebih tinggi dibanding si pelaku kesalahan, kemungkinan besar metode itu tidak akan berpengaruh, atau bahkan mungkin si pelaku akan merasa senang karena dijauhi oleh orang yang tidak menyukai perbuatannya.



31. DOAKANLAH KEBURUKAN BAGI ORANG YANG TERUS MENGULANGI

    KESALAHANNYA.


Imam Muslim r.a meriwayatkan bahwa seseorang makan dengan tangan kirinya di depan Rasulullah SAW sehingga Rasulullah menegurnya, "Makanlah dengan tangan kananmu!"

Orang itu berkata, "aku tidak bisa."

Rasulullah lalu berujar, "mudah-mudahan selamanya kau tidak bisa!" Kesombongan membuatnya enggan berubah. Sejak peristiwa itu ia tidak bisa mengangkat makanan ke mulutnya.


Dalam riwayat Ahmad, Iyas ibn Salamah ibn Al-Akwa meriwayatkan  bahwa ayahnya menuturkan, "Aku mendengar Rasulullah SAW berkata kepada seseorang bernama Bisr ibn Ra'i al-Ir agar makan dengan tangan kanannya, karena Rasulullah melihatnya makan dengan tangan kirinya. Bisr berkata, "Aku tidak bisa."


Nabi SAW lalu berkata, "mudah-mudahan kau tidak akan pernah bisa!" Dan sejak itu tangan kanannya tak pernah bisa terangkat ke mulutnya.


Al-Nawawi r.a berkomentar, "hadist ini menunjukkan bahwa kita boleh mendoakan keburukan bagi orang yang melanggar syariat tanpa uzur atau halangan apapun. Hadist ini pun mengajarkan kepada kita agar terus berusaha menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan, bahkan sekalipun dalam urusan makan." Shahih Muslim.


Lalu apakah mendoakan keburukan kepada pelaku kesalahan tidak bertentangan dengan salah satu metode yang dijelaskan diatas tentang larangan membantu setan dengan memusuhi pelaku kesalahan. Doa keburukan yang dimaksudkan disini merupakan bagian dari teguran atau peringatan agar si pelaku tidak mengulangi kesalahannya.



32. BERPURA-PURA TIDAK MENGETAHUI KESALAHAN SESEORANG KARENA 

    MENGHARGAI KEDUDUKANNYA.


"Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan suatu peristiwa secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah). Maka tatkala (Hafsah) menceritakan perisitwa itu kepada Aisyah dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Aisyah dan Hafsah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diceritakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu Hafsah bertanya : "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi Menjawab: "Allah Yang Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal." QS.Al-Tahrim(66):3.


Al-Qasimi r.a berkata dalam Mahasin al-Ta'wil bahwa kata Nabi dalam frasa "Dan ingatlah ketika Nabi" merujuk kepada Muhammad SAW. Frasa "kepada salah seorang dari istri-istrinya" merujuk kepada Hafsah. Frasa "suatu peristiwa" berarti bahwa Hafsah tidak boleh menceritakan apa yang dikatakan Nabi SAW, atau apa yang ia haramkan atas dirinya sendiri meskipun Allah telah membolehkannya. Frasa "Tatkala ia menceritakan peristiwa itu" berarti ia menceritakan rahasia itu kepada sahabatnya (Aisyah). Frasa "Allah memberitahukan hal itu kepada Muhammad" berarti Allah memberitahukan kepada apa yanng Hafsah katakan kepada Aisyah. Frasa "Muhammad memberitahukan sebagian" berarti bahwa ia memberitahukan sebagian apa yang telah Hafsah katakan dengan maksud untuk menegurnya. Frasa "menyembunyikan sebagian yang lain" berarti Muhammad tidak menyampaikan sebagian yang lain karena menghormati Hafsah.


Diungkapkan dalam al-Iklil: "ayat itu menunjukkan bahwa dibolehkan membicarakan sesuatu rahasia kepada orang kita percayai, seperti pasangan atau sahabat dekat kita seraya meminta kepadanya agar ia menyimpan rahasia itu. Ayat itu juga menunjukkan bagaimana memperlakukan istri dengan baik, bersikap lembut ketika menegurnya, dan tidak mengungkapkan seluruh kesalahan yang dilakukannya."


Al-Hasan berpendapat, "bukanlah seorang mulia orang yang mempermasalahkan setiap kesalahan kecil." Sementara Sufyan mengatakan, "pura-pura tidak tahu merupakan salah satu sikap orang yang mulia."


Kendati demikian, penting untuk dicatat bahwa sikap pura-pura tidak tahu seperti itu tidak berlaku untuk kesalahan-kesalahan serius, apalagi yang berkaitan dengan syariat dan keyakinan Islam.



33. BANTULAH SAUDARA SESAMA MUSLIM UNTUK MEMPERBAIKI

    KESALAHANNYA.


Abu Hurairah r.a menuturkan bahwa ketika ia dan para sahabat duduk bersama Rasulullah SAW, seorang laki-laki mendatanginya dan berkata, "Wahai Rasulullah, hukumlah aku!"


Nabi SAW bertanya, "apa yang telah kau lakukan?"

Ia berkata, "aku telah menggauli istriku padahal aku sedang berpuasa."

Rasulullah SAW bertanya, "apakah kau mampu membebaskan seorang budak?"

"Tidak."

"Apakah kau memiliki harta untuk memberi makan enam puluh orang miskin?"

"Tidak."

Rasulullah SAW terdiam karena tak ada lagi yang bisa menjadi kafaat untuk orang itu. Tidak lama berselang, seseorang datang membawa sekeranjang kurma sebagai sedekah. Rasulullah SAW bertanya, "Dimanakah orang yang tadi bertanya?"

Laki-laki itu menjawab, "ini aku wahai Rasulullah."

"Ambillah kurma ini dan sedekahkanlah kepada orang miskin."

"Siapakah yang lebih miskin dari pada diriku, wahai Rasulullah? Demi Allah, di Madinah ini tidak ada keluarga yang lebih miskin dari pada keluargaku."

Rasulullah SAW tersenyum hingga giginya terlihat, kemudian bersabda, "berilah makan keluargamu dengan kurma ini." HR.Al-Bukhari.



34. TEMUILAH PELAKU KESALAHAN DAN AJAKLAH UNTUK MEMBICARAKANNYA.



Dalam Shahih al-Bukhari diriwayatkan bahwa Abdullah ibn Amir menceritakan : "Ayahku menikahkanku dengan seorang perempuan dari keluarga baik-baik. Kadang-kadang ayahku datang kerumah dan menanyai menantunya tentang suaminya. Istriku itu mengatakan, 'laki-laki yang sangat baik. Ia tidak pernah tidur diatas ranjang kami, atau menggauliku sejak kami menikah.' Setelah berlangsung lama dan jawabannya tidak berubah, ayahku menyampaikan persoalan itu kepada Rasulullah SAW yang kemudian berkata, 'biarkanlah aku menemuinya.'

Karena itu, aku segera menemui Rasulullah SAW yang kemudian bertanya kepadaku, 'seberapa sering kau berpuasa?'

Aku menjawab, 'setiap hari.'

'Seberapa sering kau mengkhatamkan Al-Qur'an?'

'Setiap malam.'

Rasulullah bersabda, 'puasalah tiga hari tiap bulan, dan khatamkanlah Al-Qur'an sekali sebulan.'

'Aku bisa melakukan lebih dari itu.'

'Berpuasalah tiga hari stiap minggu.'

'Aku bisa melakukan lebih dari itu.'

'Jangan berpuasa selama dua hari, kemudian berpuasalah sehari.'

'Aku bisa melakukan lebih dari itu.'

'Lakukanlah puasa yang paling baik, yaitu puasa Dawud, berpuasa sehari lalu tidak puasa sehari berikutnya, dan khatamkanlah Al-Qur'an sekali setiap tujuh hari.'

Andai saja dahulu aku menerima keringanan yang diberikan oleh Rasulullah SAW karena kini, ketika aku beranjak tua dan semakin lemah, aku harus membaca Al-Qur'an pada siang hari juga agar pada malam harinya aku bisa mengkhatamkannya dalam waktu tujuh hari. Ketika aku merasac lemah, aku tidak berpuasa selama beberapa hari dan aku menghitung hari-hari yang aku tidak berpuasa didalamnya untuk kemudian kugantikan pada hari-hari lainnya. Aku tidak ingin menyerah dan menyalahi ucapan yang telah kukatakan kepada  Rasulullah SAW." Abu Abdullah berkata: "sebagian periwayat mengatakan bahwa Abdullah ibn Amr menamatkan Al-Qur'an dalam tiga hari. Ada juga yang mengatakan dalam lima hari, tetapi kebanyakan mengatakan dalam tujuh hari." HR.Al-Bukhari.


Beberapa pelajaran penting yang dapat kita tarik dari riwayat ini diantaranya :

*Pertama: Rasulullah SAW memahami masalah yang dialami oleh salah seorang sahabatnya, yaitu Abdullah ibn Amr yang menyibukkan dirinya untuk beribadah kepada Allah tetapi ia tidak meluangkan waktunya untuk melaksanakan kewajibannya sebagai suami.


*Kedua: Riwayat inipun memberi pelajaran bahwa apapun yang kita lakukan, aktivitas ibadah kepada Allah harus berjalan seimbang dengan muamalah kepada sesama manusia. Apapun pekerjaan kita, baik sebagai pelajar, mubalig, alim ataupun yang lainnya, harus menyeimbangkan antara aktivitas ibadah dan aktivitas muamalah. Dan yang paling penting, kita harus memperhatikan kepentingan keluarga, termasuk istri dan anak-anak kita, karena mereka berada dibawah tanggung jawab kita sebagai kepala keluarga. Allah SWT membebankan kewajiban kepada semua manusia sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Jangan sampai kita memaksakan diri untuk melakukan banyak ibadah sehingga kewajiban kita sebagai kepala keluarga dan sebagai manusia terabaikan.



35. SAMPAIKANLAH SECARA LUGAS DAN TERUS-TERANG.



Al-Bukhari r.a meriwayatkan bahwa Abu Dzarr bercerita, "Terjadi perselisihan antara diriku dan seseorang. Ibu orang itu bukan seorang Arab dan aku mengatakan sesuatu yang menyakitkannya. Ia mengadukan perlakuanku kepada Rasulullah, yang kemudian menanyaiku, 'apakah kau menghina si fulan?'

Aku menjawab, 'ya.'

Ia bertanya lagi, 'apakah kau mengatakan sesuatu yang menyakitkan perihal ibunya?'

'Ya.'

'Berarti masih ada sifat jahiliyah dalam dirimu.'

'Aku mengatakannya karena usiaku yang semakin uzur, wahai Rasul.'

'Ya, tetapi mereka adalah saudaramu. Allah telah memberimu kekuasaan dan wewenang atas mereka. Barang siapa yang diberi kekuasaan atas orang lain, ia harus berusaha memberi makan mereka sebagaimana ia memberi makan dirinya sendiri; ia harus memberi mereka pakaian sebagaimana ia sendiri memberi pakaian; dan ia tak seharusnya membebani mereka pekerjaan yang tidak mampu mereka lakukan. Jika ia terpaksa memberi mereka terlalu banyak pekerjaan, berusahalah untuk membantunya."


Rasulullah SAW berbicara kepada Abu Dzarr dengan lugas dan jelas tanpa tedeng aling-aling karena ia mengetahui bahwa Abu Dzarr akan menerima nasihat serta tegurannya. Pendekatan seperti ini menjadi pendekatan yang sangat efektif untuk dilakukan karena akan mengirit waktu dan energi. Selain itu, orang yang ditegur tidak akan berburuk sangka atau salah memahami apa yang kita sampaikan. Kendati demikian, pendekatan seperti ini tidak bisa diterapkan kepada semua orang. Kita harus memperhatikan sifat dan kepribadian seseorang, begitu juga lingkungan tempat kita akan menyampaikannya sehingga teguran kita yang disampaikan secara lugas tidak menyinggung atau menyakitinya.


Pendekatan seperti ini jarang dipergunakan jika dikhawatirkan akan menimbulkan dampak yang lebih buruk dan lebih serius atau jika ditengarai bahwa teguran itu akan menghambat kepentingan yang lebih besar. Misalnya, jika orang yang melakukan kesalahan itu adalah seorang penguasa atau pemimpin yang punya wewenang atas orang lain, mungkin ia tidak akan menerima teguran yang lugasa dan terus terang. Atau, mungkin jika teguran atau nasihat yang lugas itu akan membuat seseorang merasa sangat malu. Pendekatan langsung dan lugas seperti dalam riwayat diatas tak perlu dipergunakan jika si pelaku kesalahan termasuk orang yang terlalu sensitif dan cenderung merasa sakit hati serta bereaksi dengan buruk. Tidak selayaknya pendekatan ini kita pergunakan jika dilandasi oleh semangat kebencian dan permusuhan, apalagi bertujuan untuk merendahkan dan mempermalukan seseorang sekaligus mengangkat martabat serta kehormatan kita.


Sama halnya, kita harus berhati-hati ketika hendak mempergunakan pendekatan tak langsung agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar. Jelasnya, jika kita mempergunakan pendekatan tak langsung misalnya menggunakan bahasa simbolis dan tidak menohok langsung pada persoalan si pelaku kesalahan mungkin akan berpikir bahwa kita adalah orang bodoh atau sedang mempermainkan dirinya. Ia tidak akan menyadari kesalahannya apalagi mengubah perilaku dan sifatnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa cara atau pendekatan yang benar belum tentu efektif jika kita tetapkan pada seseorang. Pada sebagian orang, kita bisa menerapkan pendekatan yang bersifat langsung, tegas, dan lugas, sementara pada sebagian lainnya dibutuhkan kepintaran untuk melihat dan menganalisis kepribadian orang lain agar kita bisa memilih metode yang lebih efektif.



36. JELASKANLAH KEPADA ORANG YANG BERBUAT SALAH BAHWA IA SEDANG

    MELAKUKAN KESALAHAN.


Ajaklah seseorang yang berbuat salah untuk  berdiskusi dan membahas kesalahan yang dilakukannya sehingga ia benar-benar menyadari bahwa perbuatannya itu salah. Pembahasan dan obrolan dari hati ke hati dibutuhkan untuk menyadari si pelaku sehingga ia mau mengubah perilakunya dan kembali ke jalan yang benar. Berikut ini adalah hadist yang diriwayatkan oleh al-Thabrani r.a dalam al-Mu'jam al-Kabir dari Abu Umamah r.a yang mengatakan bahwa seorang anak muda mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, "wahai Rasul, izinkanlah aku untuk berzina."

 Orang-orang yang hadir disana berteriak memarahi anak muda itu, tetapi Rasulullah SAW berkata, "Diam!"
Kemudian ia melanjutkan, "Biarkanlah ia tenang." Lalu, ia berpaling kepada anak muda itu, "kemarilah."

Anak muda itu mendekat dan duduk dihadapan Rasulullah SAW yang berkata kepadanya, "apakah kau suka jika ibumu dizinai?"

"Tidak."

"Maka, begitu pun orang lain. Mereka tidak akan suka jika ibu mereka dizinai?"

Kemudian Rasulullah bertanya lagi, "apakah kau suka jika anak perempuanmu dizinai?"

"Tidak."

"Demikian juga, orang-orang tidak suka jika anak perempuan mereka dizinai. Apakah kau suka jika saudarimu dizinai?"

"Tidak."

"Demikian juga, orang-orang tidak suka jika saudari mereka dizinai. Apakah kau suka jika saudari ayahmu dizinai?"

"Tidak."

"Demikian juga, orang-orang tidak suka jika saudari ayah mereka dizinai. Dan apakah kau suka jika saudari ibumu dizinai?"

"Tidak."

"Demikian juga, orang-orang tidak suka jika saudari ibu mereka dizinai."


Kemudian Rasulullah SAW meletakkan tangannya diatas dada anak muda itu dan berkata, "ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, sucikanlah hatinya, dan lapangkanlah dadanya."



37. JELASKANLAH BAHWA ALASAN ORANG ITU MELAKUKAN KESALAHAN 

    TIDAK BISA DITERIMA.


Beberapa orang yang melakukan kesalahan berusaha menutup-nutupinya atau mengemukakan berbagai alasan yang tidak bisa diterima, terutama ketika mereka tertangkap basah saat melakukan kesalahan. Sebagian mereka mungkin tampak gagap ketika mengemukakan alasan, terutama orang yang tidak pandai berdusta karena pada dasarnya mereka baik hati. Bagaimanakah semestinya seorang pendidik menghadapi situasi seperti ini? Riwayat berikut ini menggambarkan tindakan cerdas yang dipraktikkan oleh Rasulullah SAW ketika menghadapi seorang sahabat yang melakukan dalih atas kesalahannya. Riwayat ini juga menunjukkan kepada kita bagaimana si pendidik harus terus mengikuti argumentasinya sampai pelaku kesalahan mengakui dan menerima kesalahannya serta mau memperbaiki diri.



Khuwait ibn Jubair r.a bercerita, "kami berkemah bersama Rasulullah di Marr al-Zahran (sebuah tempat dekat Makkah). Aku keluar dari tendaku dan melihat beberapa perempuan sedang bercengkerama. Aku menyukai mereka sehingga aku kembali, mengeluarkan petiku, dan mengambil sehelai pakaian. Aku letakkan kembali peti itu, mendekati para wanita tersebut, lalu duduk bersama mereka. Rasulullah SAW datang dan menyeru, 'Hai Abu Abdullah!" Rasulullah menegurku karena aku duduk dengan para wanita yang bukan mahram. Saat melihat Rasulullah, aku merasa takut dan gagap, berusaha mencari-cari alasan. Aku katakan kepadanya, "wahai Rasul, untaku hilang dan aku mencari tali untuk mengikatnya."



Mendengar aku berdalih, Rasulullah beranjak pergi dan aku mengikutinya. Tiba-tiba ia melemparkan jubahnya kepadaku dan berjalan menuju pepohonan yang rindang aku melihat putih  dadanya diantara warna daun pepohonan yang menghijau ketika ia menunaikan hajat, lalu mengambil berwudhu. Usai berwudhu, Nabi SAW berbalik mendekatiku dengan air yang menetes dari jenggot sampai dadanya. Rasul berkata, 'hai Abu Abdullah, apa yang terjadi pada untamu yang hilang?' Saat itu aku tidak bisa menjawabnya.



Setelah cukup beristirahat kami melanjutkan perjalanan hingga di sebuah tempat, aku berpapasan dengannya dan ia berkata kepadaku, "assalamualaika hai Abu Abdullah. Apa yang terjadi pada untamu yang hilang?"



Aku sadar dan tak kuasa menjawab pertanyaannya. Dalam perjalanan pulang, aku bergegas ke Madinah dan setibanya disana aku menghindari masjid dan perkumpulan yang dihadiri oleh Rasulullah SAW. Aku terus berlaku seperti itu untuk waktu yang cukup lama hingga pada suatu hari, aku mencoba pergi ke mesjid ketika orang-orang telah membubarkan diri. Setibanya di mesjid aku segera mendirikan shalat, tetapi tiba-tiba aku mendengar Rasulullah SAW keluar dari rumahnya, memasuki mesjid, lalu mendirikan shalat dua raka'at. Aku sengaja berlama-lama melaksanakan shalat berharap ia segera beranjak pulang kerumahnya dan meninggalkanku. Tetapi Rasulullah SAW berkata, 'shalatlah selama apapun kau suka, hai Abu Abdullah, karena aku tidak akan meninggalkanmu sampai kau selesai.'



Aku berkata kepada diriku sendiri, 'Demi Allah, aku harus meminta maaf kepada Rasulullah SAW dan berusaha membuatnya ridha kepadaku.' Setelah aku melaksanakan shalat, Rasulullah SAW bersabda, "Assalamualaika, hai Abu Abdullah. Apa yang terjadi pada untamu yang hilang?"



Aku menjawab, 'Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, untaku tidak pernah hilang sejak aku menjadi muslim.'

Rasulullah SAW bersabda, 'mudah-mudahan Allah mengampunimu, mudah-mudahan Allah mengampunimu.'

Sejak saat itu ia tak pernah menyinggung masalah unta itu."


Jika kita perhatikan, kita dapat melihat betapa cerdas metode yang dipraktikkan Rasulullah SAW untuk menyadarkan sahabatnya yang melakukan kesalahan. Ketika mendengar atau melihat salah seorang sahabatnya melakukan kesalahan, ia tidak pernah menunda untuk menegurnya. Ia tidak akan membiarkan atau meninggalkan si pelaku kesalahan itu hingga ia benar-benar menyadari kesalahannya dan bertekad untuk memperbaiki dirinya. Ada beberapa pelajaran lain yang dapat kita tarik dari riwayat ini :


1. Seseorang yang melakukan kesalahan atau dosa akan merasa malu kepada pemimpin yang dihormati, apalagi jika ia tertangkap basah melakukan kesalahan.


2. Cara seorang pendidik atau mubalig berbicara dan menginterogasi seseorang, meskipun dilakukan dengan singkat, akan menimbulkan dampak yang besar.


3. Rasulullah tidak membantah atau mematahkan argumen yang diungkapkan sahabatnya secara langsung, meskipun ia mengetahui bahwa sahabatnya itu berkelit dan mencari-cari alasan. Rasulullah menghindarinya terlebih dahulu sehingga sahabatnya itu sadar dan kemudian menegurnya lagi pada waktu lain. Setelah beberapa kali teguran, sahabat itu akhirnya menyadari dan benar-benar menyesali perbuatannya.


4. Pendidik yang baik adalah orang yang membuat seorang pelaku kesalahan merasa sangat malu kepadanya sehingga pelaku itu akan berbicara terus terang dan jujur mengakui kesalahannya.


5. Perubahan sikap si pelaku kesalahan, dalam riwayat ini, ditandai dengan munculnya kesadaran dan pengakuan yang jujur bahwa ia benar-benar melakukan kesalahan dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. 



Seorang pendidik atau pemimpin yang memiliki pengaruh besar terhadap orang-orang yang di didik atau dipimpinnya pasti akan menegur atau menasihati orang yang berbuat salah. Nasihat dan tegurannya akan berdampak besar pada perubahan sikap dan perilaku seseorang dibanding pemimpin atau pendidik yang tidak dihormati atau dihargai oleh bawahan atau anak didiknya. Selain itu, seorang pemimpin atau pendidik harus memperhatikan kepentingan orang lain ketika menegur mereka sehingga tindakannya itu benar-benar efektif dan berpengaruh.



38. PERHATIKANLAH WATAK DAN SIFAT MANUSIA.



Contoh berikut ini menggambarkan kecemburuan yang biasanya menjadi sifat khas kaum wanita, terutama dalam kasus seorang istri kepada madunya. Riwayat berikut ini bertutur tentangi stri Rasulullah yang mencemburui istrinya yang lain dan ia dipanas-panasi oleh istrinya yang lain. Rasulullah SAW sangat memahami kecemburuan yang bersarang dalam dada istri-istrinya sehingga ia senantiasa bersikap hati-hati memperlakukan dan menyikapi mereka. Ia selalu menyikapi mereka dengan sabar, adil, dan jujur ketika menegur atau menasihati istri-istrinya yang berbuat salah.


Al-Bukhari r.a dalam Shahih-nya meriwayatkan dari Anas bahwa ketika Rasulullah SAW sedang berada dirumah salah seorang istrinya, datang seorang pelayan membawa sebuah bejana berisi makanan kiriman dari salah seorang Ummul Mukminin. Istri yang sedang bersama Nabi hendak menolak kiriman itu dan ia menarik tangan si pelayan sehingga bejana itu jatuh dan pecah menjadi dua sementara isinya berserakan di lantai. Rasulullah SAW memunguti serpihan bejana itu dan menghimpunnya kembali menjadi satu sambil berkata kepada si pelayan, "Ibumu cemburu."


Kemudian ia meminta si pelayan untuk menunggu sampai ia mengganti bejana yang pecah untuk diberikan kepada Ummul Mukminin yang mengirimnya dan memberikan bejana yang pecah kepada istri yang memecahkan bejana itu."



Kecemburuan telah menjadi watak alami seorang perempuan sehingga sering kali mereka melakukan sesuatu yang tidak pantas tanpa memikirkan akibat buruk yang akan menimpa diri mereka atau orang lain. Kecemburan sering kali menutupi akal sehat sehingga mereka tidak dapat memikirkan akibat dan berbagai kemungkinan yang terjadi dari perbuatannya. Rasulullah sangat memahami perilaku dan watak istri-istrinya sehingga ia selalu bersikap sabar dan menanggapi kecemburuan mereka dengan kelembutan dan kasih sayang, kecuali pada beberapa kasus tertentu ketika perbuatan atau perilaku mereka yang didorong oleh rasa cemburu dianggap keterlaluan dan melewati batas.



Dikutip dari buku Cara cerdas Nabi mengoreksi kesalahan orang lain (Syekh Muhammad Saleh al-Munajjid