1. TEGURLAH SEGERA DAN JANGAN DITUNDA-TUNDA.
Ketika
mengetahui seseorang melakukan kesalahan, Rasulullah SAW akan segera
menegur dan menasihatinya, terlebih lagi jika menurutnya menunda nasihat
akan berdampak lebih buruk. Ia diutus kedunia untuk menyampaikan
kebenaran dan menjelaskannya kepada umat manusia, menganjurkan kebaikan,
dan memperingatkan mereka dari kesalahan. Dalam berbagai kesempatan,
Rasulullah tak pernah diam dan membiarkan seseorang melakukan kesalahan
tanpa teguran atau peringatan sedikitpun. Dalam hadist-hadist yang telah
dikemukakan diatas kita melihat bagaimana Rasulullah menegur orang yang
berbuat salah pada saat itu juga, misalnya yang ia lakukan kepada
Usamah, Abu Bakar, dan lain-lain. Tempalah besi menjadi barang yang
diinginkan ketika besi itu masih panas. Jika dibiarkan dingin, tentu
kita akan kesulitan membentuk besi itu menjadi sesuatu yang kita
inginkan. Sama halnya, kita harus segera menegur orang yang melakukan
kesalahan dan jangan menundanya hingga ia tidak merasa bersalah, kecuali
dalam kasus atau situasi tertentu yang akan kita bahas lebih jauh
dibawah ini.
2. JELASKANLAH KESALAHAN SESEORANG DARI SUDUT PANDANG SYARIAT.
Dalam
keadaan apapun, syariat mesti kita jadikan landasan sikap dan perilaku,
termasuk ketika menegur dan memperingatkan seseorang dari kesalahannya.
Islam diturunkan sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia. Syariat
Islam bersifat universal dan menyeluruh meliputi berbagai aspek
kehidupan, baik ibadah, aqidah, maupun muamalah. Karena itu, ketika
menegur orang yang berbuat salah, semestinya kita mengingatkan kepadanya
bahwa tindakannya itu melanggar syariat. Jarhad r.a meriwayatkan bahwa
suatu ketika ia berpapasan dengan Rasulullah SAW, sementara bagian
pahanya tak tertutupi kain. Nabi SAW menegurnya dan berkata, "tutupilah
pahamu, karena itu bagian dari aurat." Sunan Al-Tirmidzi.
3. JELASKANLAH KESALAHAN YANG DILAKUKAN SESEORANG DAN SERULAH IA
AGAR SELALU MENGIKUTI AJARAN ISLAM.
Ketika
seseorang melakukan kesalahan, berarti saat itu hati dan fikirannya
jauh dari prinsip-prinsip Islam. Dalam beberapa kasus, penjelasan
mengenai prinsip-prinsip Islam dan seruan untuk mengikutinya dapat
menjadi cara yang efektif untuk menyadarkan seseorang dari kekeliruan
dan kesesatan. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika
mendamaikan perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar akibat fitnah
yang disebarkan oleh kaum munafik. Al-Bukhari r.a meriwayatkan dalam
shahihnya bahwa Jabir r.a berkata, "kami berangkat dalam sebuah
ekspedisi militer bersama Rasulullah serta para sahabat Muhajirin dan
Anshar. Ketika kami tiba di pinggiran Madinah, seorang pengikut ibn Ubay
dari suku Khazraj menghalang-halangi seorang muhajirin yang hendak
mengambil air dari sebuah sumur. Muhajirin itu mendorong tubuh pengikut
ibn Ubay itu hingga terjatuh. Mendapat perlawanan seperti itu, pengikut
ibn Ubay berteriak, "hai orang-orang Anshar, kemarilah." Sebaliknya,
orang Muhajirin itupun berteriak, "hai orang-orang Muhajirin,
kemarilah." Tidak butuh waktu lama, sejumlah orang muhajirin dan anshar
telah bergerombol saling berhadapan didekat sumur. Keadaan berkembang
menjadi sangat tegang dan panas.
Ibn
Ubay memanfaatkan situasi itu. Ia berdiri dan berpidato didepan
orang-orang Anshar. "Lihatlah, mereka melakukan keburukan ini kepada
kalian. Dan kini, kalian biarkan mereka? Mereka telah melarikan diri ke
negeri kita dan menyesakkan rumah kita. Demi Allah, perilaku mereka
bagaikan peribahasa 'menolong anjing terjepit'. Demi Allah, jika kita
kembali ke Madinah, kita keluarkan yang hina dari yang mulia."
Kemudian
ia memandang kaumnya dan berkata, "inikah yang kalian lakukan dengan
diri kalian? Kalian bebaskan tanah kalian untuk mereka, kalian bagi
milik kalian dengan mereka. Demi Allah, seandainya kalian tak menolong
dan memberi mereka, tentu mereka akan berpaling kepada orang lain."
Mendengar
keributan itu Nabi Muhammad SAW mendatangi mereka dan berkata,
"persoalan apakah yang sedang diributkan orang-orang Jahiliah ini?"
Kemudian ia bertanya kepada semua orang, "apakah yang terjadi?"
Para
sahabat menceritakan tentang seorang sahabat Muhajirin yang mendorong
sahabat Anshar. Nabi Muhammad SAW bersabda, "tinggalkan perselisihan itu
karena termasuk kejahatan". HR.Al-Bukhari.
Menurut
riwayat yang diceritakan oleh Muslim, Rasulullah SAW berkata,
"seseorang harus menolong saudaranya, baik orang itu bersalah, ia harus
menghentikannya. Jika ia adalah korban kejahatan, ia harus
membantunya."Shahih Muslim.
Ketika
kaum muslimin berhijrah ke Madinah, ada beberapa kelompok yang tidak
menyukai mereka, termasuk diantaranya kaum Yahudi dan kaum Munafik.
Setiap saat kedua kelompok itu melakukan berbagai upaya untuk mengusik
ketenteraman dan kedamaian umat Islam di Madinah. Kaum munafik mendengki
kaum muslimin karena mereka dianggap merebut penghidupan dan kedudukan
sosial yang selama ini mereka nikmati. Abdullah ibn Ubay dikenal sebagai
pentolan munafik. Meskipun menyatakan diri sebagai muslim, tetapi
tindak-tanduk dan tingkah lakunya selalu merugikan kaum muslimin. Ia
tidak suka jika Muhammad, seorang asing yang baru datang di Madinah dan
tidak dikenal sebelumnya, tiba-tiba saja menjadi pemimpin Madinah,
sementara ia yang seumur hidup di Madinah dan berhasrat menjadi pemimpin
kota itu tersisihkan begitu saja dari percaturan sosial-politik. Karena
itulah ia selalu berusaha menghasut penduduk Madinah agar membenci
Rasulullah dan kaum muslimin.
Kendati
demikian, Rasulullah selalu mendahulukan persatuan dan kedamaian.
Bahkan saat pertama kali tiba di Madinah, yang ia lakukan adalah
mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Cara itu terbukti
efektif menyatukan berbagai komunitas Madinah yang heterogen itu. Maka,
ketika terjadi perselisihan antara Muhajirin dan Anshar, seperti yang
diceritakan dalam riwayat diatas, Rasulullah berusaha mengingatkan
mereka pada prinsip-prinsip ajaran Islam yang menekankan cinta, kasih
sayang, dan persaudaraan. Ia menekankan bahwa perselisihan dan sikap
saling memusuhi merupakan kejahatan yang harus dihindari.
4. LURUSKANLAH KESALAHPAHAMAN AKIBAT PEMIKIRAN SESEORANG YANG
TIDAK JELAS.
Dalam
shahih Al-Bukhari, Humaid ibn Abi Humaid al-Thawil meriwayatkan bahwa
ia mendengar Anas ibn Malik r.a berkata, "tiga orang datang kerumah
istri-istri Nabi Muhammad SAW menanyakan perihal ibadah Rasulullah SAW.
Ketika mereka diberi tahu mengenai ibadah Rasulullah, mereka berhasrat
untuk melakukan ibadah seperti yang dilakukan Rasulullah. Mereka
berkata, "apalah artinya ibadah kita dibandingkan dengan ibadah
Rasulullah, padahal semua dosa-dosanya, baik yang dimasa lampau maupun
dimasa yang akan datang, telah diampuni?"
Pikiran
untuk beribadah seperti Rasulullah mendorong mereka untuk melakukan
ibadah secara berlebihan sehingga salah seorang diantara mereka berkata,
"menurutku, aku akan mendirikan shalat sepanjang malam."
Orang kedua berkata, "aku akan berpuasa sepanjang hidupku dan tidak akan pernah berbuka."
Orang terakhir berkata, "menurutku, aku tidak akan mempergauli perempuan dan tidak akan menikah."
Kabar
mengenai keinginan ketiga sahabat itu sampai ke telinga Rasulullah SAW
hingga ia mendatangi mereka dan berkata, "apakah kalian orang-orang yang
mengatakan hal itu? Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut
kepada Allah diantara kalian, tetapi aku berpuasa dan aku berbuka., aku
melaksanakan shalat dan aku tidur, dan aku menikah."
Muslim
meriwayatkan dari Anas bahwa sekelompok sahabat Muhammad SAW menanyai
istri-istri Nabi perihal ibadahnya. Salah satu dari mereka (sahabat)
berkata, "aku tidak akan pernah menikahi perempuan."
Orang kedua berkata, "aku tidak akan pernah makan daging."
Seorang
lagi berkata, "aku tidak akan pernah tidur dikasur". Kabar tentang
mereka itu sampai ke telinga Rasulullah. Usai melaksanakan shalat, ia
memuji kepada Allah kemudian bersabda, "apa yang terjadi dengan beberapa
orang yang berkata perihal dirinya? Aku sendiri mendirikan shalat dan
tidur, aku berpuasa dan berbuka, dan aku menikahi perempuan. Barangsiapa
yang tidak mengikuti sunnahku maka ia tidak termasuk umatku." Shahih
Muslim.
Kedua
riwayat itu menunjukkan betapa Rasulullah menjadi teladan utama bagi
para sahabat dan seluruh umatnya. Para sahabat yang menemui istri-istri
Rasulullah dan menanyakan perihal ibadahnya itu terkesiap kaget ketika
mendengar betapa berat ibadah yang dijalani oleh Rasulullah. Dalam
riwayat-riwayat lain dipaparkan bagaimana Rasulullah mendirikan shalat
tahajud setiap malam hingga kedua kakinya bengkak-bengkak saking lamanya
ia berdiri dalam shalat. Shalat malam telah menjadi kewajiban bagi
Rasulullah meskipun bagi umatnya shalat itu hukumnya sunnah. Tidak hanya
itu, nyaris setiap hari ia berpuasa sehingga menurut para sahabat,
mereka seakan-akan tak pernah melihat Rasulullah berbuka. Dan, meskipun
dosa-dosanya telah diampuni baik yang telah lalu maupun yang akan
datang, Rasulullah tak pernah alpa memohon ampunan kepada Allah, tak
kurang dari tujuh puluh kali dalam sehari. Karena itulah ketiga sahabat
itu merasa takjub dan merasa sangat hina dihadapan Rasulullah. Riwayat
inipun menunjukkan betapa besar kecintaan dan semangat para sahabat
untuk meneladani keutamaan Rasulullah. Generasi sahabat dikenal sebagai
generasi yang sangat taat kepada Rasulullah. Mereka senantiasa
berlomba-lomba melakukann kebaikan dalam berbagai bidang, dalam bidang
ibadah maupun muamalah.
Ada beberapa pelajaran lain yang bisa kita ambil dari riwayat diatas, diantaranya :
1.
Rasulullah SAW mendatangi para sahabatnya secara langsung. Kendati
demikian, ia tidak menyebutkan nama seseorang ketika ingin menasihati
dan mengajarkan syariat. Ia hanya mengatakan, "apa yang terjadi dengan
orang-orang?" Dengan begitu, ia memelihara kehormatan mereka dan
berusaha menutupi kesalahan mereka seraya tetap menjalankan kewajibannya
yang utama, yaitu mengajari dan menasihati setiap orang.
2.
Hadist itu bertutur tentang pencarian kebenaran yang dilakukan
orang-orang baik dan kemudian mereka berusaha merumuskannya. Pengkajian
dan penelaahan terhadap kebaikan merupakan tanda kecemerlangan akal.
3.
Riwayat inipun memberi kita petunjuk bahwa berkaitan dengan beberapa
persoalan tertentu, kita dapat bertanya kepada perempuan.
4.
Mengungkapkan amal kebaikan sendiri tidak disalahkan selama tidak
bertujuan untuk pamer atau mencari keuntungan dari orang lain.
5.
Hadist inipun memberi kita pelajaran agar tidak beribadah secara
berlebihan karena dikhawatirkan justru akan menimbulkan kebosanan hingga
akhirnya kita meninggalkannya sama sekali. Sebaik-baik orang adalah
yang pertengahan.
6.Kesalahan
memahami sering kali menimbulkan kesalahan yang lebih fatal dan lebih
serius. Kesalahan akan berkurang jika orang-orang memahami aturan dengan
baik. Para sahabat dalam riwayat diatas ingin melakukan ibadah secara
ekstrem dan mempraktikkan asketisme dengan maksud agar bisa mengejar
kemuliaan ibadah Rasulullah SAW. Mereka pikir, Nabi SAW saja yang
dosa-dosanya telah diampuni beribadah begitu ketat dan berat sehingga
jika ingin selamat, mereka harus beribadah lebih keras dan lebih berat
dibanding ibadah orang kebanyakan. Namun, Rasulullah SAW meluruskan
pemahaman mereka dengan mengatakan bahwa meskipun telah dimaafkan, ia
tetap menjadi orang yang paling takut kepada Allah dibanding manusia
lainnya dan ia memerintahkan mereka untuk mengikuti sunnahnya dalam
beribadah.
Peristiwa
serupa dialami oleh seorang sahabat yang bernama Kahmas al-Hilali r.a.
Ia menuturkan bahwa setelah menyatakan memeluk Islam, ia mendatangi
Rasulullah SAW mengabarkan keislaman dirinya. Setelah itu ia
mengasingkan diri selama setahun hingga tubuhnya menjadi sangat kurus.
Ketika ia kembali, Rasulullah memandanginya dari atas kebawah. Kahmas
bertanya, "apakah Tuan tidak mengenaliku, wahai Rasulullah?"
Rasulullah menjawab, "siapakah kau?"
"Aku Kahmas al-Hilali."
"Apa yang terjadi denganmu?"
"Setelah
aku memeluk Islam dan menemuimu, tak pernah kulewatkan waktuku tanpa
berpuasa, dan aku sangat jarang tidur pada malam hari."
Rasulullah
bertanya, "siapakah yang mengajarimu untuk menyiksa dirimu sendiri?
Berpuasalah sebulan penuh (yakni pada bulan Ramadhan) dan selain itu
puasalah satu hari setiap bulannya."
"Biarkanlah aku mengerjakan lebih dari itu."
"Puasalah sebulan penuh dan selain itu puasalah dua hari setiap bulannya."
"Biarkanlah aku mengerjakan lebih dari itu, aku mampu melakukannya."
"Puasalah sebulan penuh dan selain itu puasalah tiga hari setiap bulannya." HR.Al-Tabari.
Sering
kali kekeliruan disebabkan oleh kesalahan memandang atau memahami
seseorang. Berikut ini contoh riwayat yang menuturkan bagaimana
Rasulullah SAW menasihati orang yang melakukan kesalahan karena
pandangannya yang keliru tentang orang lain. Dalam Shahih al-Bukhari,
ada sebuah riwayat dari Sahl ibn Sa'd al-Sa'idi yang menuturkan bahwa
suatu ketika para sahabat berkumpul bersama Nabi SAW. Tidak lama
kemudian seorang laki-laki berjalan melewati mereka. Rasulullah bertanya
kepada para sahabat, "apa pendapat kalian mengenai orang itu?"
Mereka
menjawab, "ia adalah orang yang kaya raya. Demi Allah, jika ia melamar
perempuan, ia pasti diterima dan jika ia menengahi suatu perkara,
keputusannya pasti diterima. Rasululllah SAW tidak mengatakan apa-apa.
Tidak lama kemudian seorang laki-laki lain berjalan melintas. Rasulullah
SAW kembali bertanya kepada para sahabat, "apa pendapatmu mengenai
orang itu?"
Mereka
menjawab, "wahai Rasulullah ia adalah seorang muslim yang sangat fakir.
Jika ia melamar, lamarannya tidak akan diterima. Jika ia menjadi
penengah, keputusannya tidak akan diterima, dan jika ia berbicara,
pembicaraannya tidak akan didengar."
Rasulullah SAW bersabda, "orang ini jauh lebih baik daripada laki-laki sebelumnya yang sarat dengan dunia." HR.Al-Bukhari.
Dari
riwayat tersebut kita bisa menarik pelajaran penting bahwa tak
semestinya kita menilai seseorang dari penampilan fisik, pakaian yang
dikenakan, atau harta yang dimilikinya. Kemuliaan dan keagungan
seseorang tidak terletak pada penampilan fisik, harta, atau cara bicara
dan cara berjalannya, tetapi ditentukan oleh ketaqwaannya kepada Allah
serta kesucian dirinya dari kekejian dan kemungkaran.
5. INGATKANLAH ORANG YANG BERBUAT SALAH AGAR SENANTIASA MENGINGAT
ALLAH.
Jundub
ibn Abdullah al-Bajali meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengirim
sekelompok sahabat untuk memerangi kaum musyrik. Kedua pihak pun bertemu
di medan perang. Seorang musyrik bertempur dengan hebat dan membunuh
banyak pasukan muslim. Kemudian seorang muslim menurut Jundub, orang itu
adalah Usamah ibn Zaid bergerak cepat melawan orang itu dan berusaha
membunuhnya. Saat Usamah hendak menebaskan pedangnya, orang musyrik itu
berseru, "la ilaha illallah." Namun, Usamah tetap membunuhnya. Seorang
sahabat menyampaikan peristiwa itu kepada Rasulullah SAW yang kemudian
segera memanggil Usamah dan menanyainya, "mengapa kau tetap
membunuhnya?"
Usamah
menjawab, "wahai Rasul, ia telah menyebabkan banyak penderitaan kepada
kaum muslim. Ia membunuh beberapa orang seraya menyebutkan satu persatu
korban-korban orang musyrik itu. Karena itulah aku menyerangnya, dan
saat hendak kutebas, ia mengucapkkan la ilaha illallah."
Rasulullah bertanya, "dan kau tetap membunuhnya?"
"ya."
Apa yang akan kau lakukan ketika la ilaha illallah muncul pada Hari Kebangkitan?"
Usamah menjawab, "wahai Rasulullah, mohonkanlah ampunan untukku."
Rasulullah SAW kembali berkata, "apa yang akan kau lakukan ketika la ilaha illallah muncul pada Hari Kebangkitan?" HR.Muslim.
Dalam
riwayat yang lain Usamah ibn Zaid menuturkan, "Rasulullah SAW mengutus
kami untuk memerangi kaum musyrik dan kami tiba di al-Haraqat dekat
Juhainah di pagi hari. Dalam pertempuran itu aku menangkap seorang
musyrik dan saat aku hendak menebas lehernya, ia mengucapkan la ilaha
illallah, namun aku tetap membunuhnya. Aku merasa bersalah dan kemudian
kulaporkan peristiwa itu kepada Rasulullah SAW. Rasulullah bertanya, "ia
telah mengucapkan la ilaha illallah dan kau tetap membunuhnya?"
Aku menjawab, "wahai Rasulullah, ia mengucapkan kalimat itu hanya untuk menyelamatkan dirinya dari pedangku."
"Apakah kau mengetahui isi hatinya? Bagaimana kau bisa yakin apakah ia tulus atau tidak?"
Rasulullah terus mengulangi ucapannya itu hingga aku berharap bahwa aku belum memeluk Islam hingga hari itu." HR.Muslim.
Riwayat
berikut ini menjelaskan bagaimana Rasulullah mengingatkan sahabatnya
agar senantiasa mengingat Allah. Jika pada pembahasan nomor 5,
Rasulullah mengajari kita agar tidak menilai seseorang dari penampilan
fisiknya saja, dalam riwayat ini Rasulullah mengajari kita untuk
senantiasa berbaik sangka kepada orang yang telah mengucapkan kalimat
tauhid la ilaha illallah. Sebab, tidak ada seorangpun yang mengetahui
isi hati seseorang sehingga dapat menentukan bahwa seseorang jujur atau
berdusta ketika mengucapkan kalimat tauhid. Karena kalimat tauhid
merupakan kalimat pengakuan yang menandai penyerahan diri seseorang
kepada Allah, semestinya kita berbaik sangka dan menghukumi setiap orang
yang telah mengucapkan kalimat itu sebagai muslim. Setelah itu kita
hanya bisa menyerahkan kepada Allah apakah seseorang jujur dengan
pengakuannya ataukah berdusta.
Imam
Muslim r.a meriwayatkan bahwa Abu Mas'ud al-Badri berkata, "aku sedang
memukuli budakku dengan cambuk ketika aku mendengar suara dibelakangku,
'dengarkanlah hai Abu Mas'ud! Namun aku tidak memedulikan suara itu
karena aku sangat marah. Ketika suara itu semakin jelas terdengar, aku
sadar bahwa itu adalah suara Rasulullah SAW. Beliau berkata,
'Dengarkanlah hai Abu Mas'ud, dengarkanlah hai Abu Mas'ud! Aku
meletakkan cambukku (menurut riwayat lain, ia menjatuhkan cambuknya
karena menghormati beliau). Rasulullah kembali berkata, 'Dengarkanlah
hai Abu Mas'ud, Allah lebih berkuasa atasmu daripada kekuasaanmu atas
budak ini.' Aku berkata, 'aku tidak akan mencambukinya lagi.'
Menurut riwayat lain ia berujar, "wahai Rasulullah, ia bebas atas nama Allah."
Rasulullah SAW berkata, "jika kau tidak membebaskannya maka api neraka akan menyambar mukamu, atau api neraka akan menyengatmu."
Menurut
cerita lain yang juga diriwayatkan oleh Muslim, "Rasulullah berkata,
"pasti Allah lebih berkuasa atas dirimu daripada kekuasaan yang kau
miliki." Kemudian Abu Mas'ud membebaskan budaknya itu." Shahih Muslim.
Dalam
riwayat lain Abu Mas'ud al-Anshari berkata, "aku sedang memukuli
seorang budakku ketika aku mendengar seseorang berkata dari belakangku,
'dengarkanlah hai Abu Mas'ud, dengarkanlah hai Abu Mas'ud. Aku berbalik
dan melihat Rasulullah SAW beliau bersabda, 'Allah lebih berkuasa atas
dirimu melebihi kekuasaanmu atas dirinya.' Setelah kejadian itu aku
tidak pernah memukuli budak-budakku." HR.Al-Tirmidzi.
Riwayat
dari Abu Mas'ud itu memberi kita pelajaran agar kita tidak pernah
menghina dan merendahkan siapapun, bahkan kepada seorang budak
sekalipun. Seluruh manusia hanyalah makhluk yang lemah dan hina.
Kekuasaan yang dimiliki manusia tidak akan pernah melebihi kekuasaan
Allah yang maha berkehendak. Riwayat inipun menunjukkan bentuk perhatian
Rasulullah kepada kaum dhuafa dan fakir miskin. Ia sangat menyayangi
mereka dan bahkan ia merupakan pemimpin kaum fakir. Sikap kasar dan
menyakiti sesama manusia tidak akan pernah muncul jika manusia
senantiasa mengingat Allah. Orang yang selalu ingat kepada Allah akan
selalu merasa takut kepada-Nya. Ia tak akan merasa sombong atau merasa
lebih berkuasa dibanding orang lain yang lebih lemah.
6. TUNJUKKANLAH KASIH SAYANG KEPADA ORANG YANG BERBUAT SALAH.
Tunjukkanlah
kelembutan dan kasih sayang kepada orang yang berbuat salah, terutama
jika mereka benar-benar menunjukkan penyesalan. Kita merumuskan banyak
riwayat yang menggambarkan betapa Nabi Muhammad mengasihi sepenuh hati
orang-orang yang berbuat salah dan menyesali perbuatannya. Nabi Muhammad
SAW selalu bersikap lembut dan penuh perhatian ketika menghadapi orang
yang datang merendahkan dirinya seraya mengakui kesalahannya dan
bertekad untuk memperbaiki dirinya. Kasus seperti ini biasanya terjadi
ketika seseorang datang menanyakan suatu persoalan hukum dan Nabi
Muhammad SAW memberikan jawabannya.
Ibn
Abbas meriwayatkan bahwa seseorang yang telah menceraikan istrinya
karena zihar, menggaulinya lagi, dan kemudian ia mendatangi Rasulullah
SAW seraya berkata, "wahai Rasulullah, aku menceraikan istriku karena
zihar, lalu aku menggaulinya, padahal aku belum membayar kafarat."
Nabi Muhammad SAW bertanya, "mengapa kau lakukan itu? Semoga Allah mengampunimu."
Ia berkata, "aku tergoda saat melihatnya pada malam hari."
Nabi
Muhammad SAW bersabda, "jangan lagi mendekatinya sampai kau mengerjakan
apa yang Allah perintahkan kepadamu." Shahih Sunan al-Tirmidzi.
Abu
Hurairah r.a menuturkan bahwa ketika ia dan para sahabat lain duduk
bersama Rasulullah SAW seorang laki-laki mendatanginya dan berkata,
"wahai Rasulullah, hukumlah aku!"
Nabi Muhammad SAW berkata, "apa yang telah kau lakukan?"
Ia berkata, "aku telah menggauli istriku padahal aku sedang berpuasa."
Rasulullah SAW bertanya, "apakah kau mampu membebaskan seorang budak?"
"Tidak."
"Apakah kau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?"
"Tidak."
"Apakah kau memiliki harta untuk memberi makan enam puluh orang miskin?"
"Tidak."
Rasulullah
SAW terdiam karena tak ada lagi yang bisa menjadi kafarat untuk orang
itu. Tidak lama berselang, seseorang datang membawa sekeranjang kurma
sebagai sedekah. Rasulullah SAW bertanya, "dimanakah orang yang tadi
bertanya?"
Laki-laki itu menjawab, "ini aku wahai Rasulullah."
"Ambillah kurma ini dan sedekahkanlah kepada orang miskin."
"Siapakah
yang lebih miskin daripada diriku, wahai Rasulullah? Demi Allah, di
Madinah ini tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku."
Rasulullah SAW tersenyum hingga giginya kelihatan, kemudian bersabda, "berilah makan keluargamu dengan kurma ini."HR.Al-bukhari.
Sahabat
yang melakukan kesalahan itu benar-benar menunjukkan rasa penyesalannya
dan ia tidak bercanda atau menyepelekan masalah itu. Ia menyesali
perbuatannya sehingga mengatakan, "Hukumlah aku!" Karena itu, ia berhak
diampuni dan dikasihani.
7. JANGAN TERBURU-BURU MENYATAKAN BAHWA SESEORANG BERSALAH.
Diriwayatkan
bahwa Umar ibn al-Khatthab mengatakan, "aku mendengar Hisyam ibn Hakim
ibn Hizam membaca surah al-Furqan dan ternyata bacaannya itu berbeda
dengan cara bacaan Rasulullah SAW. Aku hampir saja menghentikan
shalatnya, tetapi aku menunggunya sampai ia mengucapkan salam. Setelah
itu aku menarik dan menggenggam kerah jubahnya, 'siapakah yang
mengajarimu membaca surah dengan bacaan yang tadi kudengar?'
Ia menjawab, 'Rasulullah SAW sendiri yang mengajariku.'
Aku berkata, 'Kau bohong! Rasulullah mengajariku bacaan yang berbeda dengan bacaanmu.'
Aku
mengajaknya menemui Rasulullah, 'wahai Rasul, aku mendengarnya membaca
surah al-Furqan berbeda dengan cara yang engkau ajarkan kepadaku.'
Rasulullah SAW bersabda, 'biarkan dia sendiri. Hai Hisyam, bacakanlah untukku.'
Kemudian
ia membacanya dengan bacaan seperti yang kudengar sebelumnya.
Rasulullah SAW berkata, 'seperti inilah bagaimana Al-Qur'an dibacakan.'
Kemudian Nabi berpaling kepadaku dan berkata, 'bacalah, hai Umar.' Lalu
aku membacanya seperti ia dulu mengajariku. Rasulullah SAW bersabda,
'seperti inilah Al-Qur'an dibacakan. Al-Qur'an ini dibacakan dengan
tujuh cara bacaan. Maka, bacalah Al-qur'an dengan cara yang paling mudah
bagimu,"HR.Al-Bukhari.
Dari riwayat tersebut kita bisa menarik beberapa pelajaran penting :
*
Meminta seseorang membaca dihadapan orang lain dan kemudian membenarkan
bacaan keduanya adalah cara yang efektif untuk menunjukkan bahwa cara
baca keduanya benar.
*
Rasulullah SAW menyuruh Umar untuk melepaskan Hisyam agar ia bisa
menyiapkan diri untuk membaca dengan tenang. Rasulullah tak mau
terburu-buru menghukumi bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah.
*
Seorang pencari kebenaran tidak boleh terburu-buru menyalahkan pendapat
yang berbeda dengan pendapatnya. Ia harus yakin terhadap pendapatnya
sendiri, kemudian memperhatikan pendapat orang lain secara seksama
karena siapa tahu pendapatnya itu menghasilkan kebenaran.
Al-Nasa'i
r.a meriwayatkan bahwa Abbad ibn Syurahbil r.a menuturkan, "aku pergi
bersama pamanku ke Madinah dan kami memasuki sebuah kebun dikota itu.
Karena rasa lapar, kami mengambil beberapa gandum sehingga sebagian
tanaman itu tampak rusak. Pemilik kebun itu datang, merampas jubahku,
dan memukulku. Aku menemui Rasulullah SAW untuk melaporkan peristiwa itu
dan memohon pertolongannya. Rasulullah meminta kami dan si pemilik
kebun itu menghadap. Pertama kali ia menanyai si pemilik kebun, 'mengapa
kau menyerang dan memukulnya?'
Ia menjawab,'Wahai Rasulullah, ia memasuki kebunku, mengambil beberapa gandumku, dan membuat kerusakan didalamnya.'
Rasulullah
SAW berkata, 'kau tidak mengajarinya ketika ia tidak tahu, dan kau
tidak memberinya makan saat ia kelaparan. Kembalikanlah jubahnya.'
Selain
itu, Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku agar memberikan ganti rugi
sebesar satu atau setengah wasaq (ukuran gandum)."Al-Nasa'i.
Riwayat
ini memberi kita pelajaran bahwa seharusnya kita mencari tahu dan
menganalisis keadaan seseorang yang berbuat salah sebelum kita menegur
apalagi menyerangnya dengan kekerasan. Pelajarilah penyebab ia melakukan
kesalahan itu atau kondisi orang itu sehingga kita bisa menyikapinya
dengan bijak dan baik. Riwayat itu juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad
SAW tidak menghukum si pemilik kebun karena ia berada dalam posisi yang
benar namun memperlakukan saudaranya secara tidak benar. Rasulullah
menjelaskan bahwa caranya menyikapi persoalan itu tergesa-gesa dan tidak
bijak. Ia mengambil keputusan tidak sesuai dengan saat peristiwa itu
terjadi dan tidak memperhatikan keadaan orang yang melakukan kesalahan
itu. Karena itulah Rasulullah menyuruhnya untuk mengembalikan jubah
milik Abbad ibn Syurahbil, yang saat itu baru saja menempuh perjalanan
dan dalam keadaan lapar.
8. PERINGATKANLAH DENGAN LEMBUT.
Sikap
keras dan perlakuan yang kasar ketika memperingatkan atau menasihati
orang yang berbuat salah biasanya akan berujung pada keburukan, bukan
kesadaran. Kita bisa mengkaji hadist-hadist Nabi Muhammad SAW yang
menunjukkan contoh bagaimana ia memperlakukan dan menyikapi orang yang
berbuat salah, misalnya ketika ia memperlakukan seorang Badui yang
kencing di Masjid Madinah. Anas ibn Malik menceritakan bahwa ketika para
sahabat duduk bersama Rasulullah didalam masjid, seorang Badui datang
dan kencing didalam masjid. Para sahabat berkata, "hei, hentikan, dan
pergilah!" Namun, Rasulullah berkata, "jangan ganggu dia. Biarkanlah!"
Para
sahabat membiarkannya sampai ia selesai kencing kemudian Rasulullah SAW
memanggilnya dan berkata, "masjid bukanlah tempat untuk kencing atau
buang air besar. Masjid adalah tempat untuk mengingat Allah,
melaksanakan shalat, dan membaca Al-Qur'an, atau ibadah lainnya."
Setelah itu Rasulullah menyuruh seorang sahabat mengambil seember air
untuk menyiram air kencing itu dan beliau ikut membantu membersihkannya.
Shahih Muslim.
Nabi
Muhammad SAW memberi contoh tentang bagaimana menyikapi orang bodoh
yang melakukan kesalahan. Ia memperlakukannya dengan ramah dan lembut.
Para sahabat, semoga Allah meridhai mereka, berusaha menghentikan si
Badui itu karena mereka sangat memperhatikan kesucian dan tak mau ada
najis di masjid suci itu. Karena alasan itulah mereka meneriaki
laki-laki badui itu, berusaha menghentikan, dan menegurnya dengan keras.
Mereka serempak mengatakan, "berhenti!" Ketika melihat laki-laki itu
hendak kencing didalam masjid. Namun, Nabi SAW mempertimbangkan dua
pilihan sikap, antara menghentikannya dan membiarkannya. Jika para
sahabat itu dibiarkan melarang laki-laki Badui itu, bisa jadi akibatnya
akan lebih buruk. Mungkin laki-laki itu akan menahan kencingnya, yang
bisa membuatnya sakit. Dan jika ia tidak bisa menahannya, dikhawatirkan
air kencingnya itu akan menyebar kesemua area masjid, karena ia takut
kepada para sahabat yang mengejarnya, atau karena ia kencing
berpindah-pindah menghindari para sahabat. Nabi Muhammad SAW memiliki
pertimbangan yang lebih matang dan pemikiran yang lebih tepat sehingga
ia meminta para sahabat membiarkan laki-laki itu menuntaskan hajatnya.
Kencing di masjid memang sebuah kesalahan, tetapi kesalahan itu menjadi
lebih besar jika ia mengotori seluruh masjid. Penyelesaian atas
kesalahan itu sederhana saja, yakni menyiram bagian masjid yang
dikencingi dengan seember air. Karena itulah Rasulullah mengatakan
kepada para sahabatnya agar membiarkan laki-laki itu. Itulah langkah
yang paling baik daripada melarang atau menakut-nakutinya.
Setelah laki-laki itu menuntaskan kencingnya, Rasulullah menanyainya, 'apakah kau bukan seorang muslim?'
Ia menjawab, 'tentu saja aku muslim.'
'Mengapa kau kencing didalam masjid kita?'
'Demi
Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku pikir masjid seperti tempat
lainnya sehingga aku bisa kencing didalamnya.' Kemudian Rasulullah SAW
meminta seember air dan menyirami kencing itu.
Kebijakan
dan kelembutan Rasulullah SAW itu ternyata berpengaruh besar terhadap
kejiwaan laki-laki Badui itu. Ibn Majah meriwayatkan bahwa Abu Hurairah
berkata, "seorang Badui memasuki masjid yang didalamnya ada Rasulullah
sedang duduk bersama para sahabat. Laki-laki itu mendekati Rasulullah
SAW, kemudian duduk, dan berkata, 'Ya Allah, ampunilah aku dan Muhammad,
dan jangan ampuni orang lain.'
Rasulullah SAW tersenyum dan berkata, 'Kau membatasi sesuatu yang lebih luas.'
Lalu
orang Badui itu berdiri dan berjalan ke bagian lain masjid, membuka
celananya, dan langsung kencing. Si Badui menuturkan apa yang terjadi
kemudian, "Setelah kencing, aku melihat Rasulullah bangun. Demi Allah,
ia tidak menegur atau menghinaku. Rasulullah hanya berucap, 'kita tidak
boleh kencing didalam masjid, karena masjid didirikan hanya untuk
berzikir kepada Allah dan melaksanakan shalat.' Kemudian Rasulullah
meminta seember air dan menyiram air kencingku." Sunan Ibnu Majah.
Ibnu Hajar r.a menyebutkan dalam tafsirnya berapa pelajaran yang dapat kita tarik dari hadist tersebut :
*
Kita harus bersikap ramah ketika menghadapi orang bodoh dan
mengajarinya apa yang perlu ia ketahui tanpa menegurnya. Terlebih lagi
jika orang bodoh itu tidak menunjukkan kebengalan, tidak keras kepala,
dan bertekad untuk mencari pengetahuan.
* Nabi Muhammad SAW selalu bersikap ramah dan lembut kepada siapapun, terlebih lagi kepada orang fakir dan orang awam.
*
Para sahabat Rasulullah SAW telah terdidik untuk senantiasa menjaga
kebersihan dan kesucian masjid sehingga tanpa meminta izin Nabi Muhammad
SAW ramai-ramai mereka hendak menghentikan orang Badui itu. Mereka juga
telah terbiasa menyeru orang-orang kepada kebaikan dan mencegah mereka
dari kemungkaran. Mereka merasa tak perlu lagi menunggu perintah Nabi
untuk urusan tersebut.
*
Kita harus segera menghilangkan sesuatu yang dipersoalkan jika memang
tidak ada halangan. Ketika laki-laki Badui itu selesai kencing,
Rasulullah langsung meminta seember air kepada para sahabat untuk
menghilangkan najis itu.
9. JELASKANLAH DAMPAK NEGATIF SUATU KESALAHAN.
Ibn
Umar, Muhammad ibn Ka'b, Zaid ibn Aslam, dan Qatadah meriwayatkan bahwa
dalam perjalanan pulang dari perang Tabuk, seseorang berkata, "tidak
ada yang lebih menyukai makanan, yang paling menyukai kebohongan, dan
yang paling penakut dalam peperangan kecuali para qari kita."
Auf
ibn Malik berseru, "kau bohong! Kau munafik! Sungguh aku akan
melaporkan ucapanmu itu kepada Rasulullah,' ujarnya seraya bergegas
menemui Rasulullah SAW. Setibanya didepan Rasulullah, ternyata pada saat
yang sama beliau menerima wahyu tentang hal itu. Orang munafik itu
datang menemui Rasulullah yang saat itu sedang menunggang unta. Ia
berkata, 'wahai Rasulullah, kami hanya bercanda dan tidak ada maksud
apa-apa dengan ucapan itu kecuali mengisi waktu dalam perjalanan."
Ibn
Umar berkata, "aku melihat orang itu memegang tali kekang unta
Rasulullah, menendang kerikil, dan berkata, 'wahai Rasul, kami hanya
bercanda, tak ada maksud lain,' sementara Rasulullah SAW membacakan ayat
: 'Dan jika kau menanyai mereka, niscaya mereka akan berkata, "kami
hanya bercanda dan mengisi kekosongan." Katakanlah, "apakah dengan
Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya kalian mengolok-olok?"
QS.Al-Tawbah[9]:65.
Firman
Allah itu dengan tegas menegur dan memperingatkan orang yang
memperolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya. Meskipun mengaku
bahwa ia sedang bercanda, kesalahan yang dilakukan orang itu benar-benar
fatal sehingga bukan para sahabat atau Rasulullah yang menegurnya,
melainkan Allah langsung mewahyukan firman-Nya. Tak ada yang boleh
bercanda dan memperolok-olok Allah, Rasulullah, dan ayat-ayat-Nya. Jika
kesalahan seperti itu dibiarkan, tentu akan berpengaruh buruk terhadap
umat Islam. Orang-orang tidak akan merasa takut untuk bercanda dan
memperolok-olokk keagungan Allah atau Rasul-Nya. Karena itulah Allah
langsung menurunkan firman-Nya.
10. JELASKANLAH BAHWA KESALAHAN SESEORANG BISA MENIMBULKAN KESALAHAN YANG LEBIH SERIUS.
Abu
Tsa'labah al-Khasyani berkata, "setiap kali berhenti disebuah tempat
untuk beristirahat dalam perjalanan, para sahabat biasanya langsung
berpencar mencari tempat yang teduh dan nyaman pilihan mereka
masing-masing. Suatu ketika Rasulullah SAW melihat kelakuan mereka dan
ia berkata, 'kalian membubarkan diri dan berpencar. Ketahuilah, itu
merupakan perbuatan setan.' Sejak saat itu, setiap kali berhenti untuk
berisitrahat, para sahabat tak lagi bubar dan berpencar. Mereka tetap
berhimpun dan saling berdekatan sehingga dikatakan bahwa seandainya
jubah dibentangkan, tentu akan meneduhi mereka semua." HR.Abu Dawud r.a
Disini
kita melihat betapa Rasulullah sangat menyayangi dan senantiasa
memperhatikan para sahabatnya. Itulah contoh perhatian seorang pemimpin
kepada pasukannya. Bubar dan berpencarnya para sahabat ketika mendirikan
kemah merupakan taktik yang diembuskan setan untuk melemahkan orang
Islam sehingga musuh mudah menyerang mereka. Kebiasaan berpencar akan
menyulitkan para sahabat untuk membantu kelompok sahabat yang mendapat
serangan dari musuh.
Dalam
riwayat inipun kita menyaksikan ketaatan dan kepatuhan para sahabat
kepada Rasulullah SAW yang merupakan pimpinan mereka. Ketika Rasulullah
memerintahkan atau melarang sesuatu, mereka langsung mematuhinya.
Riwayat
lain memberikan contoh tentang bagaimana Nabi Muhammad SAW menegur
sahabat yang melakukan kesalahan yang akan mengakibatkan kesalahan yang
lebih serius. Al-Nu'man ibn Basyir meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Luruskan dan rapatkan shaf (barisan) kalian, atau Allah akan
membuat kalain terpecah-pecah." HR.Al-Bukhari.
Imam
Muslim meriwayatkan dalam shahih-nya dari Sammak ibn Harb bahwa ia
mendengar al-Nu'man ibn Basyir berkata, "Rasulullah SAW biasanya
meluruskan shaf dalam shalat dengan teguran yang keras sehingga ia
merasa yakin bahwa kami telah memahami dan mematuhi perintahnya. Suatu
hari, Rasulullah datang dan ketika akan mengucapkan takbiratul ihram, ia
berkata karena melihat seseorang yang barisannya tidak lurus, 'hai
hamba Allah, luruskan dan rapatkan barisanmu, atau Allah akan membuat
kalian tercerai-berai." Shahih Muslim.
Al-Nasa'i
meriwayatkan dari Anas r.a bahwa Rasulullah SAW berkata, "luruskan
barisan kalian dan rapatkan satu sama lain. Buatlah leher kalian dalam
satu garis yang lurus. Demi Zat yang menguasai jiwa Muhammad, aku
melihat setan datang ditengah-tengah barisan kalian seakan-akan kalian
adalah domba-domba kecil yang terpencar."Shahih Al-Nasa'i.
Ketika
menegur dan meyakinkan seseorang yang berbuat salah, kita harus
menjelaskan dampak dan akibat buruk yang akan terjadi jika ia kembali
melakukan kesalahan itu. Dampak dan akibat buruk itu bisa jadi akan
memengaruhi si pelaku sendiri atau mungkin menyebar dan membahayakan
orang-orang disekitarnya.
Abu
Dawud r.a dalam sunan-nya, meriwayatkan dari Ibn Abbas r.a bahwa
seorang sahabat mengutuk angin. Diriwayatkan bahwa jubah salah seorang
sahabat ditiup angin, dan kemudian ia mengutuk angin itu. Rasulullah SAW
bersabda, "jangan mengutuknya, karena angin hanya bekerja sebagaimana
ia diperintahkan. Jika seseorang mengumpat sesuatu yang tidak layak
dikutuk maka kutukannya akan berbalik mengenai dirinya." HR.Abu Dawud.
Contoh
yang lain diriwayatkan oleh al-Bukhari r.a dalam shahih-nya dari
Abdurrahman ibn Abi Bakrah dari ayahnya bahwa seseorang memuji orang
lain dihadapan Rasulullah SAW. Menurut riwayat yang diceritakan oleh
Muslim, seseorang berkata, "wahai Rasulullah, tidak ada seorangpun
selain Rasulullah, yang lebih baik daripada si Fulan dalam urusan
tertentu."Shahih Muslim.
Rasulullah
SAW berkata kepadanya, "celakalah kau! Kau telah memotong kerongkongan
sahabatmu!" Rasulullah mengatakan kalimat itu beberapa kali kemudian
berkata, "jika kalian bersikukuh ingin memuji sahabat kalian,
katakanlah, 'aku pikir si fulan begini-begini,' dan hanya Allah yang
mengetahui kebenarannya. Aku sendiri tidak akan merasa lebih tahu
dibanding Allah mengenai kebaikan seseorang. Aku akan mengatakan,
"menurutku, si fulan begini dan begini." Hanya Allah yang mengetahui
kebenarannya."Shahih Al-Bukhari.
Menurut
riwayat yang diceritakan oleh Al-bukhari dalam al-Adab al-Mufrad,
Mihjan al-Aslami r.a mengatakan, "ketika kami tiba di masjid, Rasulullah
SAW melihat seseorang melaksanakan shalat, bertakbir dan rukuk.
Rasulullah SAW bertanya kepadaku, 'siapakah dia?' Aku mulai memujinya
dan berkata, 'wahai Rasul, ini adalah si fulan, dan ia begini-begini.'
(Menurut riwayat lain, juga dalam al-Adab al-Mufrad, seorang sahabat
berkata, 'ini adalah si fulan. Dalam urusan shalat, ia adalah laki-laki
terbaik di Madinah).' Rasulullah SAW bersabda, 'Diam! Pujianmu itu akan
menghancurkannya andai ia mendengarnya.'
Rasulullah
SAW menjelaskan bahwa memuji seseorang secara berlebihan merupakan
kesalahan yang akan berdampak buruk. Tindakan seperti itu mungkin akan
membuat orang yang dipuji merasa bangga dan sombong. Hatinya akan
dipenuhi keangkuhan dan keagungan diri sendiri, dan ia mulai berlagak
menunjukkan keagungan dirinya. Ia merasa nyaman dengan pujian itu. Pada
gilirannya, pujian itu akan mengantarkannya pada kehancuran, yang
dimaksudkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, "kau telah
menghancurkannya," atau "kau telah memotong kerongkongan orang itu,"
atau "kau telah mematahkan punggung orang itu."
Selain
itu, jika seseorang berlebih-lebihan memuji orang lain dan mengucapkan
sesuatu yang tidak ia yakini kebenarannya, atau mengungkapkan sesuatu
yang tidak diketahuinya, atau bahkan berdusta mengatakan sesuatu yang
tidak benar hanya untuk menyenangkan orang yang dipujinya, ia berarti
telah menimpakan bencana. Terlebih lagi, jika orang yang dipujinya
adalah orang yang sering melakukan kejahatan atau penindasan.
Jadi,
memuji orang lain tidak dilarang, karena Rasulullah SAW pun memuji
langsung beberapa orang. Penjelasan yang lebih lengkap mengenai tema ini
terdapat dalam shahih muslim, dalam bab yang berjudul "al-nahy 'an
al-madh idza kana fihi if-rath wa khifa minhu fitnah 'ala al-mamduh
(larangan memuji seseorang secara berlebihan atau jika dikhawatirkan
akan memunculkan fitnah bagi orang yang dipuji.
Seseorang
yang menyadari kekurangan dan kehinaan dirinya tidak akan rusak oleh
pujian. Jika ia dipuji, ia tidak akan menjadi sombong, karena ia
mengetahui keadaan dan sifat dirinya. Beberapa ulama salaf mengatakan,
"jika seseorang dipuji, ucapkanlah 'Ya Allah, ampunilah aku atas apa
yang mereka tidak ketahui, jangan menyuruhku bertanggung jawab atas apa
yang mereka katakan, dan jadikanlah aku lebih baik dari pada yang mereka
pikirkan." HR.Al-Bukhari.
11. PRAKTIKKANLAH APA YANG ANDA NASIHATKAN.
Dalam
banyak kasus, nasihat dengan perbuatan nyata lebih efektif daripada
kata-kata. Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW Jubair ibn Nufair
meriwayatkan dari ayahnya bahwa ia mendatangi Rasulullah SAW, yang
meminta air, kemudian berkata, "wudhulah, hai Abu Jubair."
Abu
Jubair memulai wudhu dengan berkumur. Rasulullah SAW bersabda, "jangan
berwudhu dimulai dengan mulutmu, Abu Jubair. Karena orang kafir pun
melakukan itu." Kemudian Rasulullah SAW meminta air, membasuh tangannya
sampai bersih, lalu berkumur tiga kali, menghirup air untuk membersihkan
hidungnya tiga kali, membasuh mukanya tiga kali, membasuh tangan
kanannya sampai siku tiga kali, dan tangan kirinya tiga kali, mengusap
kepala, dan membasuh kakinya."HR.Al-Baihaqi.
Kita
melihat dalam riwayat ini bahwa Rasulullah SAW secara langsung
menghentikan sahabat yang melakukan kesalahan dalam beribadah. Beliau
melarangnya memulai wudhu dengan berkumur, karena orang kafir memulainya
dengan mulut. Maksudnya, orang kafir tidak membasuh tangannya terlebih
dahulu sebelum minum dari cangkir atau gelas-ini tafsiran yang
dikemukakan oleh Syekh Abdul Aziz ibn Baz. Namun yang paling penting,
Rasulullah kemudian mempraktikkan cara berwudhu yang benar. Dengan
mempraktikkan secara langsung, sahabat bisa memahami teknik dan
cara-cara berwudhu yang benar dan sesuai dengan syariat.
Rasulullah
selalu memberikan teladan yang baik kepada umatnya. Ia senantiasa
mengerjakan apa yang dinasihatkan dan diajarkan kepada mereka. Dalam
urusan apapun, ia selalu menjadi yang terdepan. Dialah hamba Allah yang
paling takut kepada-Nya meskipun seluruh dosanya telah diampuni oleh
Allah. Dia juga menjadi pemimpin yang paling baik dan paling mengasihi
umatnya. Sebagai pemimpin umat, Rasulullah tak mau menjadi orang yang
lebih kaya dibanding umatnya yang paling miskin. Dia juga memberi contoh
yang paling baik tentang menjadi suami dan kepala keluarga yang sangat
menyaayangi anggota keluarganya. Karena itulah Allah memperingatkan
bahwa orang yang tidak melakukan apa yang dikatakannya niscaya akan
mendapat murka-Nya.
12. BERILAH ALTERNATIF YANG BENAR.
Abdullah
ibn Mas'ud berkata, "jika melaksanakan shalat dibelakang Nabi Muhammad
SAW kami terbiasa mengucapkan, 'keselamatan bagi Allah dari para
hamba-Nya, keselamatan bagi fulan." Nabi Muhammad SAW bersabda, "jangan
ucapkan, 'keselamatan bagi Alllah, karena Allah adalah keselamatan"
(al-salam). Tetapi katakanlah, 'al-tahiyyatu lillahi wa al-shalawatu wa
al-thayyibatu, al-salamu 'alayka ayyuha al-nabiyyu wa rahmatullahi wa
barakatuhu, wa al-salamu 'alayna wa ala ibadillahi al-shalihin.' Dengan
mengucapkan itu, berarti kau memasukan setiap hamba Allah yang berada
dilangit maupun yang berada antara langit dan bumi. Kemudian katakanlah
:'aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan kau bersaksi bahwa Muhammad
utusan dan Rasul-nya.' Kemudian pilihlah doa apa saja yang kau sukai,
dan bacalah doa tersebut."HR.Al-Bukhari.
Riwayat
lain yang berkaitan dengan topik ini diceritakan oleh Anas r.a, yang
mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW melihat ada ludah diarah kiblat dan
hal itu membuatnya sangat marah. Kemarahannya tampak jelas dari
perubahan raut mukanya yang memerah. Ia berdiri dan membersihkan ludah
dengan tangannya sendiri kemudian bersabda, "ketika salah seorang
diantara kalian melaksanakan shalat maka sesungguhnya ia sedang
berbicara kepada tuhan. Tuhannya ada diantara dirinya dan kiblat. Maka,
kalian tidak boleh meludah kearah kiblat. Meludahlah kearah kiri atau
kebawah kakinya." Kemudian Nabi Muhammad SAW memegang ujung jubahnya,
meludahinya dan mengelap bagian itu dengan bagian yang lain, lalu
berkata, "atau lakukanlah seperti ini." HR.Al-bukhari.
Contoh
lain diriwayatkan oleh Abu Sa'id al-Khudri r.a ia menuturkan, "Bilal
mendatangi Nabi dengan membawa kurma yang sangat baik. Nabi SAW
bertanya, 'dari manakah kurma-kurma ini?'
Bilal
menjawab, 'kami punya kurma yang kurang baik kualitasnya sehingga aku
menukarkan dua takar kurma yang jelek itu dengan satu takar kurma yang
baik agar kami bisa memberikannya kepadamu Nabi.'
Mendengar
ucapan Bilal, Nabi Muhammad SAW bersabda, 'oh,oh! Itu riba, seperti
itulah hakikat riba! Jangan lakukan itu. Jika kau ingin membeli, juallah
kurmamu terlebih dahulu dan kemudian belilah kurma yang kau inginkan
dengan uang hasil penjualan itu." HR.Al-Bukhari.
Jika
kita perhatikan saat ini, para dai atau mubalig yang menyeru kepada
kebaikan dan mencegah orang-orang dari kemungkaran memiliki kelemahan
yang sama. Mereka sering kali lebih mengandalkan pada ucapan dan ceramah
mengenai kebaikan tetapi tidak mementingkan praktik atau amal nyata.
Atau, mereka menunjukkan kesalahan dan keburukan yang dilakukan
orang-orang seraya menyebutnya sebagai kejahatan, tetapi mereka tidak
memberikan jalan alternatif, atau memberikan penjelasan mengenai apa
yang seharusnya dilakukan jika seseorang melakukan kesalahan.
Telah
dikenal luas bahwa Islam senantiasa memberikan jalan alternatif yang
berguna dan menguntungkan manusia sebagai pilihan yang lebih baik dari
pada sesuatu yang diharamkan. Ketika zina dilarang, Islam mensyariatkan
bahwa menganjurkan pernikahan; ketika riba dilarang, Islam mengizinkan
perdagangan; ketika babi, bangkai, dan daging hewan yang bertaring atau
bercakar diharamkan, Islam mengizinkan memakan daging hewan ternak yang
disembelih dengan benar dan hewan-hewan lain yang dibolehkan. Banyak
lagi contoh lain yang menunjukkan bahwa Islam selalu menyediakan
alternatif yang lebih baik dari pada memilih jalan yang diharamkan oleh
Allah. Jika seseorang melakukan kesalahan, Islam mengajarinya untuk
membersihkan diri dan bertaubat sebagaimana dijelaskan dalam berbagai
rujukan tentang taubat dan kafarat (penebusan). Karena itu, seorang dai
yang mengajak manusia kejalan Islam harus mengikuti contoh yang
ditunjukkan syariat dalam hal memberikan jalan alternatif dan menemukan
cara yang bisa diterima.
Penting
untuk dikemukakan disini bahwa jalan alternatif hanya diberikan jika
memang situasinya memungkinkan. Sering kali kita harus menegur dan
memperingatkan orang yang berbuat salah tanpa bisa memberikan jalan
alternatif karena situasinya tidak memungkinkan. Misalnya, situasi
masyarakat disekitarnya yang cenderung telah kotor, rusak, dan jauh dari
syariat, atau karena kita tak menemukan jalan lain sebagai alternatif
untuk kesalahan yang dilakukannya. Kita hanya ingin menghentikan
kesalahan itu dan mengubahnya meskipun tak bisa menawarkan alternatif
lain untuk menggantikannya. Contoh yang paling aktual dan berjalin
kelindan dengan kehidupan kita sehari-hari adalah persoalan keuangan dan
investasi. Dewasa ini, sistem ekonomi modern dikuasai oleh
negara-negara kafir sehingga mereka menerapkan sistem transaksi keuangan
yang ribawi. Sistem keuangan dan investasi itu dibawa dan diadopsi oleh
negara-negara Islam yang masih tergolong lemah dalam bidang ekonomi dan
kesejahteraan. Memang Islam memiliki sistem keuangan dan transaksi
ekonomi yang baik. Namun, situasi sosial ekonomi tidak memungkinkan
mereka untuk menerapkan sistem keuangan atau investasi syariah itu.
Karena itulah banyak umat Islam yang tidak bisa menghindari sistem
ekonomi ribawi dan bergelut didalamnya. Mereka hanya bisa menerima bahwa
sistem itu salah, tetapi tidak bisa menerapkan sistem yang lebih
diterima syariat.
13. BIMBINGLAH MANUSIA AGAR TERHINDAR DARI PERBUATAN SALAH.
Abu
Umamah ibn Sahl ibn Hanif meriwayatkan dari ayahnya bahwa Rasulullah
SAW pergi bersama para sahabat menuju Makkah hingga akhirnya mereka tiba
di lembah al-Khazar dekat al-
juhfah.
Ketika mereka beristirahat, Sahl ibn Hanif mandi membersihkan dirinya.
Ia dikenal sebagai orang yang tampan dengan kulit yang putih bersih.
Ketika Sahl mandi, Amir ibn Rabiah, dari keluarga Banu Adi ibn Ka'b,
melihatnya dan berkata, "aku belum pernah melihat sesuatu seperti yang
kulihat saat ini, bahkan perawan yang terhijab pun tidak seperti ini!"
Sahl terkejut dan ia terjerembab ke tanah (ia memiliki penyakit ayan).
Rasulullah
SAW datang dan seseorang berkata kepadanya, "apakah anda ingin melihat
Sahl? Demi Allah, ia tidak bisa mengangkat kepalanya atau bangun."
Rasulullah SAW bertanya, "Siapakah yang membuatnya seperti ini?"
Mereka menjawab, "Amir ibn Rabiah melihatnya ketika ia mandi."
Rasulullah
SAW memanggil Amir, memarahinya, dan berkata, "mengapa kalian ingin
membunuh saudara kalian sendiri? Jika setiap orang diantara kalian
melihat saudaranya memiliki suatu kebaikan, doakanlah kebaikan
untuknya." Kemudian Rasulullah berkata kepada Amir ibn Rabiah,
"bersihkanlah tubuhmu dan bantulah dia." Amir ibn Rabiah membersihkan
mukanya, tangannya sampai sikunya, kakinya hingga lututnya, bagian atas
dan bagian dalam kakinya. Kemudian Nabi bersabda, "Tuangkanlah air itu
kepadanya." Maka ia menuangkan air itu ke kepala dan punggungnya dari
belakang, kemudian ia mengangkat ember itu. Setelah itu Sahl pergi
bersama para sahabat lainnya tanpa merasa sakit sedikitpun." HR.Imam
Ahmad.
Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita tarik dari riwayat ini, yaitu :
*
Seorang guru (dalam riwayat ini adalah Nabi Muhammad SAW) akan memarahi
orang yang menyebabkan kesulitan dan keburukan kepada saudaranya sesama
muslim.
* Rasulullah SAW menjelaskan dampak buruk dari kesalahan yang mungkin membahayakan.
* Rasulullah SAW menunjukkan cara untuk mencegah bahaya yang mungkin menimpa seorang muslim.
14. JANGAN MEMBAHAS KESALAHAN SESEORANG SECARA LANGSUNG DAN
SAMPAIKANLAH DENGAN UNGKAPAN UMUM.
Anas
ibn Malik berkata, "Nabi bersabda, 'apa yang terjadi dengan orang-orang
yang mengangkat pandangannya kelangit saat ia melaksanakan shalat?'
Rasulullah bersikap keras sehingga mengatakan, 'mereka harus berhenti
melakukan itu! Kalau tidak, Allah akan mengambil penglihatan
mereka.'HR.Al-Bukhari.
Ketika
Aisyah ingin membeli seorang budak peempuan yang bernama Barirah, para
pemiliknya menolak kecuali jika mereka tetap bisa berhubungan dengan
budak itu. Ketika mendengar kabar itu, Nabi Muhammad SAW bangkit dan
bergegas menemui mereka. Setelah memuji Allah dan bersyukut kepada-Nya,
Rasulullah SAW bersabda, "mengapa ada orang-orang yang memaksakan syarat
yang tidak disebutkan dalam kitab Allah? Tidak ada syarat yang tak
disebutkan dalam kitab Allah yang dianggap sah, bahkan meskipun ada
ratusan syarat. Keputusan Allah adalah paling benar. Syarat-syarat yang
ditetapkan oleh Allah bersifat mengikat. Hubungan kesetiaan (wala)
seorang budak adalah kepada orang yang memerdekakannya ."HR.al-Bukhari.
Aisyah
r.a berkata, "Nabi melakukan sesuatu sehingga hal itu diperbolehkan,
tetapi beberapa orang merasa bahwa mereka sanggup melakukan lebih dari
itu. Kabar mengenai tingkah laku orang-orang itu didengar oleh Nabi dan
ia segera menemui mereka. Setelah memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya,
Rasulullah bersabda, 'mengapa ada orang-orang yang berpikir mereka bisa
melakukan sesuatu melebihi yang bisa kulakukan? Demi Allah, aku lebih
tau mengenai Allah daripada mereka, tetapi akupun yang paling takut
kepada-Nya dibanding mereka."HR.Al-Bukhari.
Al-Nasa'i
meriwayatkan dalam Sunan-nya bahwa Nabi SAW mengerjakan shalat subuh
dan membaca surah Al-Rum, tetapi bacaannya bercampur dengan surah yang
lain. Usai mengerjakan shalat, Rasulullah bersabda, "mengapa masih ada
diantara kalian yang melaksanakan shalat bersama kami tetapi tidak
menyucikan dirinya dengan benar? Orang itulah yang membuatku kacau
ketika aku membaca Al-Qur'an. Sunan Al-Nasa'i.
Ahmad
r.a meriwayatkan bahwa Abu Raul al-Kala'i mengatakan, "Rasulullah SAW
memimpin shalat dan membaca Surah al-Rum, tetapi bacaannya agak kacau
pada salah satu bagian. Usai melaksanakan shalat, Rasulullah bersabda,
'setan membuat kacau bacaanku, karena ada orang yang mendirikan shalat
tanpa berwudhu.' Jika kalian hendak melaksanakan shalat, berwudhulah
dengan sempurna."
Ada
banyak hadist lain yang menunjukkan bahwa Nabi tidak pernah menyebutkan
jati diri orang yang melakukan kesalahan. Ia menegur seseorang dengan
ungkapan yang ditujukan kepada semua orang. Teknik menegur secara tak
langsung dan tanpa penyebutan jati diri orang yang bersalah memiliki
sejumlah keuntungan, diantaranya :
*
Dapat menghindari reaksi negatif dari orang yang berbuat salah sehingga
ia tidak akan merasa sakit hati, dengki, atau dendam kepada orang yang
menegur atau menasihatinya.
* Teknik seperti ini lebih mudah diterima dan bekerja lebih efektif.
* Teknik seperti ini akan merahasiakan kesalahan seseorang didepan umum.
*Teknik
seperti ini akan meningkatkan kehormatan orang yang menegur atau
menaasihati sehingga ia lebih disegani dan nasihatnya lebih didengarkan.
Penting
untuk diperhatikan bahwa metode ini yang mempergunakan ungkapan umum
atau simbolis untuk menegur orang yang berbuat salah tanpa menyebutkan
nama atau jati dirinya selayaknya hanya dipergunakan jika kesalahannya
itu tidak diketahui oleh orang-orang. Namun, jika banyak orang
mengetahui kesalahan yang dilakukan seseorang, dan ia pun tahu bahwa
masyarakat mengetahui kesalahannya, metode penasihatan yang lebih tepat
adalah menegurnya secara langsung, tanpa menyembunyikan jati dirinya.
Jika perlu, kita dapat memberikan teguran atau nasihat dengan keras.
Kepada orang yang berbuat salah dan kesalahannya telah diketahui umum,
lebih baik digunakan cara yang lebih jelas dan tegas. Namun, dampak yang
akan ditimbulkan mungkin berbeda-beda, tergantung pada siapa yang
memberikan nasihat, didepan siapa nasihat diberikan, dan apakah nasihat
itu disampaikan dengan cara yang provokatif dan agresif, ataukah dengan
cara yang ramah dan sopan.
Nasihat
atau teguran secara tak langsung munkgin bisa bekerja efektif untuk
menyadarkan orang yang melakukan kesalahan dan kesalahannya telah
diketahui umum apabila dipergunakan dengan bijak dan cermat.
15. JELASKANLAH BAHWA SEMUA ORANG MENENTANG KESALAHAN.
Metode
ini hanya mungkin dipergunakan dalam keadaan yang sangat terbatas,
ketika pandangan orang-orang disatukan untuk mencegah berlangsungnya
sesuatu keburukan atau agar sesuatu tidak bertambah buruk. Metode ini
layak digunakan jika nasihat yang kita sampaikan tidak membuat perubahan
sedikitpun sehingga dibutuhkan pendapat dan nasihat dari banyak orang
yang sama-sama menentang kesalahannya.
Berikut
ini sebuah riwayat yang menuturkan bagaimana Nabi Muhammad SAW
mempergunakan metode ini. Abu Hurairah menceritakan, "seseorang menemui
Nabi Muhammad SAW dan mengadukan kesalahan tetangganya. Nabi berkata,
'kembalilah, dan bersabarlah.' Namun orang itu kembali menemui Nabi
Muhammad SAW hingga dua atau tiga kali. Karena itu, Nabi Muhammad SAW
berkata kepadanya, 'pergilah dan tinggalkanlah barang-barangmu dijalan.'
Laki-laki itu pergi dan meletakkan barang-barangnya dijalan.
Orang-orang menanyainya apa yang terjadi, dan ia memberitahukan
masalahnya kepada mereka. Orang-orang mulai mengutuk tetangga orang itu
seraya berkata, 'semoga Allah menimpakan sesuatu kepadanya.' Melihat
banyak orang yang mengutuknya, si tetangga itu mendatanginya dan
berkata, 'ambillah kembali barang-barangmu. Setelah hari ini, kau tidak
akan lagi melihat sesuatu yang tidak kau sukai dariku." HR.Abu Dawud.
Metode
ini merupakan kebalikan dari metode berikut ini yang juga dipergunakan
dalam kondisi tertentu untuk melindungi pribadi dari kejahatan umum
sebagaimana akan kami jelaskan berikut ini.
16. JANGAN MEMBANTU SETAN DENGAN MEMUSUHI ORANG YANG BERBUAT
SALAH.
Umar
ibn al-Khatthab meriwayatkan bahwa pada masa Nabi Muhammad SAW ada
seorang pria bernama Abdullah yang punya nama julukan "Himarr"
(keledai). Laki-laki itu sering kali membuat Rasulullah tertawa senang.
Nabi telah melarangnya minum arak. Suatu ketika ia dibawa kepada Nabi
dan beliau memerintahkan sahabat untuk mencambuknya (karena minum arak).
Seorang sahabat berkata, "ya Allah, laknatlah dia! Betapa sering ia
dihukum karena minum arak!"
Nabi
Muhammad SAW bersabda, "jangan kutuk dia. Demi Allah, semua yang aku
tahu tentang dia adalah bahwa dia mencintai Allah dan
Rasul-Nya."HR.Al-Bukhari.
Menurut
riwayat lain, "kemudian Rasulullah SAW berkata kepada para sahabatnya,
'nasihatilah dia.' Mereka mendekatinya kemudian berkata, 'sungguh kau
tidak pernah mengingat Allah, kau tidak takut kepada Allah, dan kau
tidak merasa malu dihadapan Rasulullah SAW." Kemudian mereka
meninggalkannya pergi. Nabi Muhammad bersabda, 'ucapkanlah : "ya Allah,
maafkanlah dia. Ya Allah, sayangilah dia."HR.Abu-Dawud.
Menurut
riwayat lain, "ketika ia pergi menjauh, beberapa orang berkata,
'mudah-mudahan Allah memberikannya rasa malu!" Rasulullah bersabda,
"jangan mengucapkan kata-kata seperti itu. Janganlah menolong setan
dengan memusuhi orang itu. Ucapkanlah, "mudah-mudahan Allah
mengasihinya."HR.Ahmad.
Riwayat
ini memberikan kita pelajaran penting bahwa seorang muslim yang
melakukan kesalahan atau dosa, ia akan tetap menjadi muslim selama tidak
menyekutukan Allah atau murtad dari agamanya. Seorang pendosa pada
dasarnya masih tetap menjadi orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Kenyataan itu tak bisa dimungkiri sehingga tak semestinya kaum muslim
menghina atau merendahkannya. Karena itu, Nabi melarang umatnya menolong
setan dengan memusuhi orang yang melakukan kesalahan. Lebih baik kita
mendoakannya dan memohon agar Allah membimbing, mengampuni, dan
mengasihinya.
17. MINTALAH AGAR PELAKU KESALAHAN MENGHENTIKAN PERBUATANNYA.
Sangat
penting sekali membuat seseorang menghentikan kesalahannya agar si
pelaku tidak menjadi terbiasa. Diriwayatkan bahwa ketika Umar
mengatakan, "bukan, demi ayahku," Rasulullah SAW menegurnya, "cukup!
Barang siapa bersumpah dengan sesuatu selain Allah, dikhawatirkan ia
akan terjebak dalam syirik."HR.Imam Ahmad.
Al-Tirmidzi
meriwayatkan bahwa ibn Umar menceritakan, "seseorang bersendawa
dihadapan Nabi sehingga ia bersabda, 'jangan bersendawa dihadapanku!
Seseorang yang mengisi perutnya terlalu banyak didunia maka ia akan
menjadi orang yang selalu lapar pada Hari Kebangkitan."
Dalam
riwayat diatas, kita melihat bahwa Rasulullah SAW secara langsung
menegur orang yang melakukan kesalahan hingga mereka merasa kapok dan
tak mengulangi kesalahannya.
18. JELASKANLAH KEBENARAN KEPADA ORANG YANG BERBUAT SALAH AGAR
IA BISA MEMPERBAIKI DIRINYA.
Dalam
berbagai kesempatan Nabi menegur para sahabat yang berbuat salah seraya
menjelaskan kebenaran yang seharusnya mereka lakukan. Tindakan itu
perlu dilakukan agar mereka bisa memosisikan dirinya dijalan yang benar.
Ada
beberapa teknik yang bisa digunakan untuk mengingatkan seseoransg akan
kesalahannya dan agar ia melakukan yang benar, diantaranya :
*
Kita bisa menarik perhatian orang yang berbuat salah agar ia
memperhatikan teguran kita. Sebagai contoh, Abu sa'id Khudri r.a
menuturkan bahwa ia berjalan bersama Rasulullah SAW memasuki masjid dan
beliau melihhat seseorang yang duduk ditengah-tengah masjid, membunyikan
jari-jarinya, dan berbicara sendiri. Nabi memberi isyarat kepadanya,
namun ia tidak memperhatikan. Lalu Nabi berpaling kepada Abu sa'id dan
bersabda, "jika salah seorang diantara kalian sedang mengerjakan sholat,
ia tidak boleh membunyikan jari-jarinya karena perbuatan iru berasal
dari setan. Dan sesungguhnya kalian tetap berada dalam keadaan shalat
selama kalian berada didalam masjid hingga kalian keluar."HR.Ahmad.
*
Jika memungkinkan, mintalah seseorang mengulangi perbuatannya, kali ini
dengan cara yang benar. Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa seseorang
memasuki masjid ketika Rasulullah duduk di pojok masjid. Orang itu
mengerjakan shalat, kemudian ia mendekati Nabi dan mengucapkan salam
kepadanya. Rasulullah menjawab,"wa 'alayka al-salam, kembalilah dan
kerjakanlah shalat, karena kau belum mengerjakannya." Lalu ia kembali
dan mengerjakan shalat. Setelah itu ia kembali mendekati dan mengucapkan
salam kepada Nabi yang menjawab, "wa 'alayka al-salam, kembalilah dan
kerjakanlah shalat, karena kau belum mengerjakannya." Setelah dua atau
tiga kali, orang itu berkata, "ajarilah aku, wahai Rasul." Nabi
bersabda, "ketika kau hendak mengerjakan shalat, kerjakanlah wudhu
secara sempurna, kemudian menghadaplah kiblat, dan ucapkanlah takbir
(Allahu akbar). Setelah itu bacalah Al-Qur'an yang kau kehendaki, lalu
membungkuklah untuk rukuk dengan tumakninah (nyaman), lalu berdiri
kembali dengan tumakninah. Kemudian bersujudlah dengan tumakninah, lalu
bangun lagi dengan tumakninah, lalu bersujud lagi hingga merasa
tumakninah. Setelah itu, duduk tahiyat dengan tumakninah. Kerjakanlah
ini disemua shalatmu."HR.Al-Bukhari.
Jika
kita perhatikan dengan baik, kita melihat betapa Rasulullah senantiasa
memperhatikan perbuatan orang-orang disekelilingnya dan menegur mereka
ketika mereka melakukan kesalahan. Rasulullah tak pernah pilih kasih.
Semua orang, baik itu keluarga, sahabat dekat, ataupun sahabat biasa,
akan ia tegur jika mereka melakukan kesalahan. Tentu saja teknik
tegurannya berbeda-beda sesuai dengan keadaan orang itu dan keadaan
disekitarnya. Menurut sebuah riwayat yang diceritakan oleh al-Nasa'i,
seorang memasuki masjid dan mendirikan shalat. Tanpa kami sadari,
ternyata Rasulullah SAW memperhatikan orang itu. Ketika orang itu
selesai, ia berjalan mendekati Rasulullah SAW dan mengucapkan salam
kepadanya. Rasulullah SAW bersabda, "kembalilah dan kerjakanlah shalat,
karena kau belum mengerjakannya." Shahih al-Bukhari.
Seorang
pendidik, pengajar, atau dai harus memperhatikan tingkah laku
orang-orang disekitarnya sehingga ia bisa menegur dan menasihati jika
mereka melakukan kesalahan. Selain itu, ia juga harus memiliki kecakapan
untuk membaca kepribadian dan sifat orang lain agar bisa memilih metode
yang tepat untuk menegur atau menasihatinya.
Dalam
riwayat-riwayat diatas kita menyaksikan bagaimana Rasulullah menerapkan
metode yang sangat efektif untuk mengingatkan orang-orang akan
kesalahannya sehingga mereka sadar dan tidak mengulangi kesalahan.
Rasulullah meminta sahabat yang melakukan sesuatu secara salah untuk
mengulangi perbuatannya beberapa kali sehingga ia bisa memperhatikan
bagian yang salah dari perbuatannya. Jika setelah beberapa kali
mengulangi dan ia masih melakukan kesalahan, Rasulullah meberitahunya
cara-cara yang benar. Dengan begitu, sahabat itu akan selalu mengingat
kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi sepanjang hidupnya. Cara ini
bekerja lebih efektif jika si pelaku menyadari kesalahannya kemudian
meminta saran atau nasihat dengan ikhlas mengenai cara atau perilaku
yang benar.
Ada
banyak metode pengajaran dan penasihatan. Setiap orang bisa memilih
metode yang paling tepat untuk diterapkan sesuai dengan situasi sosial
dan kondisi orang yang melakukan kesalahan.
Contoh
lain diriwayatkan oleh Imam Muslim r.a dalam shahinya dari Jabir r.a
yang berkata, "Umar ibn al-Khatthab mengatakan kepadku bahwa seseorang
berwudhu, namun masih ada sedikit bagian kakinya yang tak tersentuh air.
Nabi melihatnya dan bersabda, "ulangilah wudhumu dengan benar." Orang
itu mengulangi wudhunya dan kemudian mendirikan shalat." Shahih Muslim.
Contoh
ketiga diriwayatkan oleh al-Tirmidzi r.a dalam sunan-nya dari Kildah
ibn Hanbal, yang mengatakan bahwa Shafwan ibn Umayah membawa susu,
yoghurt, dan dagabis (sejenis tanaman yang bisa dimakan) kepada Nabi
yang sedang berada didalam kemah dibagian atas lembah. Shafwan
menuturkan, 'aku mendekati Nabi,tetapi tidak mengucapkan salam atau
meminta izin untuk masuk. Nabi bersabda, 'keluarlah dan ucapkanlah
"Assalamu'alaikum, bolehkan aku masuk?" HR.Al-Tirmidzi.
Setelah
menegur atau memberikan nasihat yang diperlukan, seyogyanya kita
meminta orang yang berbuat salah agar memperbaiki diri sesuai dengan
kemampuan. Al-Bukhari r.a meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Nabi
bersabda, "seorang laki-laki tidak boleh sendirian dengan seorang
perempuan kecuali jika wanita itu mahramnya."
Tiba-tiba
seorang laki-laki berdiri dan berkata, "wahai Rasul, istriku hendak
pergi haji sementara aku telah berjanji untuk bergabung dalam pasukan
muslim yang akan berangkat perang."
Nabi menjawab, "temanilah istrimu berhaji." HR.Al-Bukhari.
Kita
juga harus menjelaskan akibat-akibat atau dampak buruk yang mungkin
timbul dari kesalahan yang dilakukan. Al-Nasa'i r.a meriwayatkan dalam
sunan-nya Dari Abdullah ibn Amr bahwa seseorang menemui Rasulullah SAW
dan berkata, "aku datang untuk mengucapkan sumpah setia dan berhijrah
kepadamu. Aku telah meninggalkan kedua orangtuaku dan mereka menangis."
Rasulullah bersabda, "kembalilah kepada mereka dan buatlah mereka tersenyum sebagaimana kau telah membuat mereka menangis."
Setelah
itu, kita juga harus memberikan penjelasan tentang bagaimana seharusnya
suatu perbuatan dilakukan dengan benar, atau menunjukkan kafarat untuk
menebus kesalahan itu (jika ada). Jika beberapa kesalahan tidak dapat
dibenarkan atau diperbaiki, Islam menyediakan cara tertentu untuk
membersihkan dampak buruk dari kesalahan itu. Salah satu caranya adalah
kafarat atau penebusan yang meliputi beberapa jenis, seperti kaffarah
al-yamin (tebusan karena sumpah yang tak dipenuhi), dan tebusan zihar
(bentuk perceraian jahiliyah, yaitu seseorang mengatakan kepada
istrinya, "kau seperti ibuku."), kafarah pembunuhan, kafarah bersetubuh
pada siang hari Ramadhan, dan lain-lain.
19. PERBAIKILAH BAGIAN YANG SALAH DARI PERBUATAN SESEORANG.
Seringkali
seseorang melakukan suatu perbuatan dan pada bagian tertentu dalam
perbuatannya itu dilakukan secara salah, sementara bagian lainnya benar
dan bisa diterima. Jika terjadi kasus seperti itu, kita bisa mengatasi
teguran hanya pada bagian yang salah dan membenarkan bagian yang
lainnya. Kita tak boleh menyebutkan bahwa seluruh perbuatannya itu salah
atau menyimpang.
Sebagai
contoh, al-Bukhari r.a dalam shahih-nya meriwayatkan dari al-Rubai'
bint Mu'awwad ibn Afra, yang berkata, "Nabi datang dan masuk, lalu duduk
diatas ranjangku sebagaimana orang lainnya duduk. Beberapa orang gadis
terdengar memukul rebana dan menyanyikan kasidah, memuji kaum muslimin
yang gugur di medan Perang Badar. Kemudian salah seorang mereka berkata,
'ditengah-tengah kita ada seorang Nabi yang mengetahui kejadian yang
akan datang.'
Rasulullah SAW bersabda, "jangan katakan yang itu, tetapi ucapkanlah bagian yang sebelumnya."
Dengan
metode seperti itu, orang yang ditegur tidak akan merasa kesal, karena
ada bagian perbuatannya yang dianggap baik. Kesalahannya hanya terdapat
pada bagian tertentu dari perbuatannya. Ia juga akan berpendapat bahwa
orang yang menegurnya telah berlaku jujur dan adil sehingga ia akan
menerima nasihatnya. Metode seperti ini berbeda dengan tindakan sebagian
orang yang mencela atau mengecam orang yang melakukan kesalahan secara
berlebihan. Ketika seseorang berbuat salah, seakan-akan kesalahan itu
menutupi semua kebaikannya sehingga sering kali ditegur atau diperingati
dengan keras tanpa mempertimbangkan kebaikannya. Cara dan metode
teguran yang keras dan memutlakkan kesalahan cenderung akan ditolak oleh
orang yang ditegur sehingga ia enggan menerima apalagi mengikuti
nasihat mereka.
Dalam
beberapa kasus, kesalahan tidak hanya terdapat pada kata-kata yang
diucapkan seseorang, tetapi juga pada situasi atau konteks kata-kata itu
diucapkan. Contoh, ketika ada yang meninggal dan seseorang mengucapkan,
"al-Fatihah," orang-orang yang hadir disana langsung membacakan surah
al-Fatihah. Mereka yakin tidak ada yang salah karena mereka baca adalah
al-Qur'an, bukan kata-kata yang tidak bermakna atau menyimpang. Jika
kita ada dalam situasi seperti itu, kita harus menjelaskan bahwa
kesalahan tidak terletak pada bacaan atua ucapan mereka, tetapi bahwa
ayat Al-Qur'an it dibacakan pada situasi yang tidak tepat. Kesalahan
mereka terletak pada pemikiran bahwa mereka harus membaca al-Fatihah
pada situasi seperti itu dan menganggapnya sebagai ibadah. Jika suatu
ibadah dilakukan tanpa landasan syariat yang benar, dikhawatirkan akan
jatuh kedalam bid'ah. Teguran seperti inilah yang disampaikan oleh Ibn
Umar r.a ketika seseorang disampingnya bersin dan mengucapkan :
"Al-hamdulillahi wa al-salam ala rasulillah." Ibn Umar berkata, "aku
bisa mengucapkan
Al-hamdulillahi
wa al-salam ala rasulillah, tetapi ucapan itu tidak seperti yang
diajarkan oleh Rasulullah (ketika kita bersin). Ia mengajarkan kepada
kita agar mengucapkan "Al-hamdulillahi 'ala kulli hal." Sunan
al-Tirmidzi.
20. TEGAKKANLAH KEBENARAN DAN PERTAHANKANLAH SESUAI DENGAN
KEMAMPUAN.
Muslim
meriwayatkan bahwa Auf ibn Malik berkata, "seseorang dari Humair
membunuh seorang musuh dan ingin mengambil miliknya sebagai pampasan
perang, tetapi Khalid ibn al-Walid, pemimpin pasukan, mencegahnya."
Auf
ibn Malik mendatangi Rasulullah SAW dan melaporkan kejadian itu. Nabi
menanyai Khalid, "apa yang menahanmu untuk memberikan barang
pampasannya?"
Khalid menjawab, "karena aku menganggapnya terlalu banyak, wahai Rasul."
Nabi bersabda, "berikanlah barang itu kepadanya."
Kemudian
Auf berjalan dan ketika berpapasan dengan Khalid, ia menarika jubah
Khalid sambil berujar, "bukankah telah kukatakan bahwa aku melakukan
sesuatu yang sesuai dengan pertimbangan Rasulullah SAW?"
Rasulullah
mendengar ucapannya dan berkata, "jangan berikan barang itu kepadanya,
hai Khalid! Jangan berikan barang itu kepadanya, hai Khalid! Mengapa kau
tidak menghormati panglimaku, hai Auf? Perumpamaan dirimu dan mereka
adalah seperti orang yang diminta untuk menjaga unta atau domba kemudian
mereka merawatnya. Ketika tiba-tiba waktu minum, ia membawa hewan-hewan
itu ke kolam dan hewan-hewan itu mulai minum. Hewan-hewan itu minum air
yang bersih sehingga yang tertinggal hanya air yang kotor."
Imam
Ahmad menuturkan riwayat yang lebih lengkap dari Auf ibn Malik
al-Asyja'i yang menuturkan bahwa ia dan pasukan muslim berangkat dalam
sebuah ekspedisi militer hingga tiba di perbatasan Syiria. Saat itu,
Khalid menjadi pemimpin mereka. Seorang budak milik Humair tiba dan
bergabung dengan barisan Auf. Ia tidak membawa apa-apa kecuali sebuah
pedang. Ketika seorang muslim menyembelih seekor unta, budak itu
berusaha membuat semacam perisai dari kulit unta itu, kemudian
menghamparkannya dan menjemurnya sampai kering. Setelah itu ia membuat
pegangan pada perisai itu.
Kami
berhadapan dengan musuh, yang terdiri atas pasukan Romawi dan Arab dari
suku Qudafah. Mereka menyerang kami dengan ganas. Diantara mereka
terdapat seorang Romawi yang memiliki kuda palomino dengan pelana
berwarna keemasan, ikat pinggang berlapis emas, dan sebilah pedang yang
juga berlapis emas. Ia mulai menyerang dan menantang pasukan muslim.
Orang Madadi itu (budak milik Humair) terus mengintai orang Romawi itu,
lalu mendekatinya dari belakang dan menebas kaki kudanya hingga
penunggangnya terjatuh. Si Madadi langsung menerjang orang Romawi itu
dan membunuhnya.
Ketika
Allah memberikan kemenangan kepada pasukan muslim, budak itu datang dan
menanyakan pampasan perang yang menjadi haknya. Orang-orang memberi
kesaksian bahwa ia memang membunuh orang Romawi itu. Khalid memberikan
sebagian barang milik orang Romawi itu dan menyimpan sebagian lainnya.
Budak itu kembali kebarisan tentara Auf dan menceritakan apa yang
terjadi. Auf berkata, "kembalilah kepadanya dan mintalah agar Khalid
memberikan barang-barang yang lainnya."
Budak
itu kembali menemui Khalid, tetapi Khalid menolak memberikan
barang-barang itu. Akhirnya auf mendatangi Khalid dan berkata, "bukankah
engkau tahu, Rasulullah telah mengatur bahwa pampasan menjadi milik
orang yang membunuhnya?"
Khalid menjawab, "tentu saja."
"Lalu mengapa kau tidak memberikan pampasannya?"
"Menurutku, semua itu terlalu banyak untuknya."
"Jika aku bertemu Rasulullah, aku akan melaporkan kejadian ini."
Ketika
mereka tiba di Madinah, Auf membawa budak itu dan ia mengadukan
kejadian di medan perang kepada Rasulullah SAW. Mendengar penuturan Auf,
Rasulullah SAW memanggil Khalid dan bertanya, "hai khalid, apa yang
menahanmu untuk memberikan kepada orang ini pampasan perangnya?"
Khalid menjawab, "menurutku, barang-barang itu terlalu banyak untuknya, wahai Rasulullah."
"Berikanlah barang-barangi itu kepadanya," ujar Rasulullah SAW.
Ketika
Khalid berjalan dan berpapasan dengan Auf, jubahnya ditarik oleh Auf
seraya berkata, "tidakkah cukup bagimu apa yang telah kukatakan kepadamu
mengenai ketetapan Rasulullah SAW?"
Nabi
mendengar ucapannya dan ia berkata dengan marah, "jangan berikan barang
itu kepadanya, hai Khalid! Jangan berikan barang itu kepadanya, hai
Khalid! Mengapa kau tidak menghormati panglimaku, hai Auf? Perumpamaan
dirimu dan mereka adalah seperti orang yang diminta untuk menjaga unta
atau domba kemudian mereka merawatnya. Ketika tiba-tiba waktu minum, ia
membawa hewan-hewan itu mulai minum. Hewan-hewan itu minum air yang
bersih sehingga yang tertinggal hanya air yang kotor."
Kita
mencatat dari riwayat ini bahwa ketika Khalid melakukan kesalahan dalm
ijtihadnya dengan menahan sebagian pampasan, Rasulullah SAW
memerintahkan agar perkara itu diluruskan dan dibenarkan. Nabi SAW
memerintahkan agar semua pampasan itu diberikan kepada pemiliknya.
Namun, Rasulullah SAW marah ketika mendengar Auf r.a yang menyindir
Khalid dan mengejeknya dengan mengatakan, "tidakkah cukup bagimu yang
telah kukatakan kepadamu mengenai ketetapan Rasulullah SAW?" Sambil
menarik jubah Khalid ketika ia berjalan melewatinya. Melihat kelakuannya
itu, Nabi SAW bersabda, "jangan berikan itu kepadanya, hai Khalid!"
Rasulullah
marah dan menegur Auf karena ia telah menghina seorang pemimpin
pasukan. Andai ia tidak mengejek Khalid, tentu budak Humair itu akan
mendapatkan sebagian haknya yang ditahan oleh Khalid. Nabi SAW ingin
menegakkan kehormatan panglima pasukan. Ia merasa berkewajiban
menegakkan kemuliaan orang yang diangkatnya sebagai pemimpin pasukan
umat Islam. Tak semestinya orang-orang merendahkan dan mengabaikan
keputusan atau kebijaksanaan yang diputuskan oleh seorang panglima
pasukan.
Tetapi
mungkin muncul pertanyaan di benak pembaca : jika budak yang membunuh
itu berhak atas barang-barang milik orang yang dibunuhnya, mengapa
Khalid tetap menahannya, dan mengapa kemudian Rasulullah mendukung
keputusan Khalid? Imam al-Nawawi r.a menjawab pertanyaan ini dengan dua
kemungkinan :
Pertama,
bisa jadi Rasulullah berniat untuk memberikan seluruh pampasan perang
kepada orang itu, tetapi ia menundanya sebagai hukuman bagi orang
tersebut, serta peringatan bagi Auf karena telah mencela panglima
pasukannya. Atau bisa jadi, orang yang berhak atas pampasan itu
memberikannya dengan ikhlas dan menyumbangkannya untuk orang Islam. Hal
itu dilakukan agar Khalid r.a meras lebih baik, dan untuk menegakkan
kehormatannya sebagai pemimpin pasukan.
Ada
riwayat lain yang berkaitan dengan upaya untuk memperbaiki posisi orang
yang disalahkan. Dalam Musnad-nya Imam Ahmad meriwayatkan dari abu
Tufail Amir ibn Wathiah bahwa seseorang berpapasan dengan sekelompok
orang dan orang itu mengucapkan salam kepada mereka, yang langsung
menjawab ucapan salamnya. Namun, beberapa kejap kemudian, salah seorang
dalam kelompok itu berkata, "demi Allah, aku benci orang ini atas nama
Allah."
Seorang
lainnya berkata, "buruk sekali ucapanmu itu! Demi Allah, kami akan
menyampaikan ucapanmu itu kepadanya. Berdirilah, hai fulan kepada salah
seorang diantara mereka dan beritahukanlah ucapannya itu kepada orang
tadi."
Utusan
itu berjalan menemui orang itu dan menyampaikan apa yang telah
dikatakan. Orang itu menemui Rasulullah SAW dan berkata, "wahai Rasul,
aku berpapasan dengan sekelompok muslim, termasuk didalamnya ada si
fulan. Aku mengucapkan salam kepada mereka dan mereka menjawab salamku.
Namun ketika aku berlalu, seseorang menemuiku dan mengatakan bahwa si
fulan berkata : 'Demi Allah, aku benci orang itu karena Allah.' Aku
memohon, panggillah ia dan tanyailah mengapa ia membenciku."
Rasulullah
SAW memanggil orang yang dimaksud dan menanyainya tentang apa yang
telah ia katakan. Ia mengakuinya dan berkata, "benar aku telah
mengatakan itu, wahai Rasul."
Nabi bersabda, "mengapa kau membencinya?"
Ia
menjawab, "aku tetangganya dan aku sangat mengenalnya. Demi Allah, aku
belum pernah melihatnya mengerjakan shalat kecuali shalat fardhu yang
menjadi kewajiban bagi semua orang baik maupun buruk."
Orang
itu berkata, "tanyakanlah kepadanya, wahai Rasul, pernahkah ia
melihatku menunda shalat atau tidak berwudhu dengan benar, atau tidak
ruku dan sujud dengan benar?"
Ia
menjawab, "tidak, kemudian ia melanjutkan, "Demi Allah, aku belum
pernah melihatnya berpuasa kecuali puasa Ramadhan yang diwajibkan atas
semua orang."
Orang
itu bertanya, "wahai Rasul, tanyakanlah kepadanya, pernahkah ia
melihatku tidak berpuasa selama bulan Ramadhan atau melakukan sesuatu
yang membatalkan puasaku?"
Rasulullah
menanyakan pertanyaan itu kepadanya dan ia menjawab, "tidak," kemudian
ia melanjutkan, "Demi Allah, aku belum pernah melihatnya memberikan
sesuatu yang dibutuhkan orang atau menyedekahkan hartanya atas nama
Alllah kecuali zakat yang merupakan kewajiban semua orang."
Orangi
tu bertanya, "tanyakanlah kepadanya, wahai Rasul, pernahkah aku menahan
zakat atau memintanya kembali kepada orang yang telah menerimanya?"
Rasulullah SAW menanyai orang satunya dan ia menjawab, "tidak."
Akhirnya Rasulullah SAW bersabda, "aku tidak tahu, mungkin ia lebih baik daripada dirimu."
Dari
riwayat-riwayat itu kita dapat menarik pelajaran bahwa jika ada orang
yang melakukan kesalahan dan kemudian ia menyesali perbuatannya itu,
selayaknya kita berusaha untuk mengembalikan kehormatan orang itu agar
ia merasa didukung bisa istiqomah menetapi jalan kebenaran. Berkaitan
dengan persoalan ini, perlu kami sampaikan sebuah riwayat lain tentang
wanita dari keluarga Makhzumi yang dipotong tangannya karena mencuri.
Diriwayatkan dari Aisyah r.a bahwa wanita itu benar-benar menyesali
perbuatannya dan bertaubat dengan baik. Wanita itu kemudian menikah dan
ia sering menemui Aisyah r.a untuk menanyakan berbagai persoalan agama,
dan Aisyah menyampaikan apa yang ditanyakan oleh wanita itu kepada
Rasulullah SAW.
21. DAMAIKANLAH DUA ORANG YANG BERSELISIH.
Pada
beberapa kasus, orang yang dituduh melakukan kesalahan memang terbukti
melakukan kesalahan. Namun, kadang-kadang kesalahan itu dilakukan oleh
kedua belah pihak yang berselisih. Jika terjadi hal semacam itu, kedua
belah pihak harus dinasihati. Abdullah ibn Abi Aufa menuturkan bahwa
Abdurrahman ibn Auf mengadukan Khalid bin Walid kepada Rasulullah SAW.
Karena Khalid dianggap telah mencela Abdurrahman. Menanggapi persoalan
itu Rasulullah SAW bersabda kepada Khalid, "jangan mengejek setiap orang
yang ikut berperang dalam perang Badar. Bahkan, seandainya kau
bersedekah dengan emas sebesar Gunung Uhud, amalmu itu tidak akan pernah
setara dengan amal mereka."
Ibn auf berkata, "mereka menghinaku lebih dahulu dan aku hanya membalasnya."
Nabi SAW bersabda, "jangan mengejek Khalid, karena ia adalah salah satu pedang Allah yang diutus untuk memerangi orang kafir."
Kedua
orang yang berselisih itu merupakan sahabat-sahabat Rasulullah SAW.
Mereka memiliki kedudukan yang penting disisinya. Ibn Auf dikenal
sebagai seorang sahabat yang lebih dulu memeluk Islam dibanding Khalid,
yang baru masuk Islam menjelang peristiwa penaklukan Makkah. Karena itu,
Rasulullah menegur Khalid karena menghina Ibn Auf, sahabat yang
mengikuti perang Badar. Namun, Rasulullah juga menegur Ibn Auf karena
mengejek Khalid.
Sepanjang
hayatnya Rasulullah selalu berusaha mendamaikan pihak-pihak yang
bertikai atau para sahabat yang berselisih. Bahkan pada masa remajanya
iya telah menorehkan tinta emas dengan mendamaikan berbagai kabilah
Makkah yang siap berperang satu sama lain demi memperebutkan hak untuk
memindahkan Hajar Aswad ketempatnya semula setelah Ka'bah dipugar dan
diperbaiki. Dengan kebijakan dan kecerdikannya, Rasulullah dapat
mendamaikan mereka. Begitu pula yang ia lakukan saat tiba di Madinah. Ia
mendamaikan pihak-pihak yang bertikai di Madinah, terutama antara suku
Aus dan Khazraj, yang sepanjang sejarah keduanya selalu berperang.
Berkat kebijaksanaan, kejujuran, dan kecerdasannya, Rasulullah dapat
menghimpun masyarakat Madinah yang heterogen dibawah satu panji. Karena
mementingkan kedamaian dan persatuan pula, Rasulullah tidak membasmi
kaum munafik dan mencegah para sahabatnya yang ingin membunuh Abdullah
ibn Ubay pemimpin kaum munafik.
22. MINTALAH AGAR SESEORANG MEMAAFKAN ORANG YANG BERBUAT SALAH
KEPADANYA.
Anas
ibn Malik r.a berkata : "Orang Arab biasanya saling melayani dan saling
membantu satu sama lain ketika bepergian. Abu Bakar dan Umar punya
seseorang yang biasanya melayani mereka. Suatu ketika mereka bangun dari
tidur dan pelayan itu belum menyiapkan makanan apapun untk mereka.
Salah seorang dari keduanya berkata kepada yang lain, "Orang ini
kebanyakan tidur." Mereka membangunkannya dan berkata, "pergilah kepada
Rasulullah dan katakanlah kepadanya bahwa Abu Bakar dan Umar
menyampaikan salam kepadanya serta meminta makanan."
Orang
itu segera pergi dan saat kembali ia menyampaikan jawaban dari
Rasulullah SAW : "Sampaikanlah salamku kepada mereka dan katakan bahwa
mereka sudah makan."
Kedua
sahabat itu merasa khawatir jika Rasulullah marah sehingga mereka
segera mendatanginya dan berkata, "Wahai Rasul, kami mengirim pesan
kepadamu, meminta makanan dan engkau mengatakan bahwa kami sudah makan?
Apakah yang telah kami makan?"
Rasulullah menjawab, "Daging saudaramu. Demi Zat yang menguasai jiwaku, aku bisa melihat dagingnya di sela-sela gigimu."
Mereka berkata, "mohonkanlah ampunan untuk kami wahai Rasul."
Rasulullah bersabda, "Biarkanlah orang itu yang memohonkan ampunan untuk kalian."
Satu
lagi contoh yang menegaskan kemuliaan akhlak Rasulullah SAW ia tidak
membela kedua sahabat utamanya itu dan tidak pula mengomeli pelayan
mereka karena tidur. Justru Rasulullah menegur kedua sahabatnya itu
karena memarahi pelayan mereka. Seharusnya, keduanya bisa saling
membantu dan saling melayani, bukannya menyandarkan diri kepada seorang
pelayan.
23. INGATKAN ORANG YANG BERBUAT SALAH AKAN KEBAIKAN ORANG YANG
KEPADANYA IA MELAKUKAN KESALAHAN SEHINGGA IA MENYESAL DAN
MAU MEMINTA MAAF.
Metode
inilah yang di praktikkan oleh Rasulullah SAW ketika terjadi
perselisihan antara dua sahabat utamanya, Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar
ibn al-Khatthab semoga Allah meridhai keduanya. Al-Bukhari r.a
meriwayatkan dalam Shahih-nya pada bab al-Tafsir, bahwa Abu Darda
menceritakan bahwa terjadi perselisihan antara Abu Bakar dan Umar. Abu
Bakar membuat Umar marah sehingga Umar pergi dalam keadaan kesal. Abu
Bakar menyusulnya dan meminta maaf kepadanya. Namun, Umar tak mau
berhenti dan memaafkannya. Ia berjalan memasuki rumahnya dan menutup
pintu dihadapan abu bakar. Akhirnya, Abu Bakar pergi meninggalkan rumah
Umar dan kemudian berjalan menemui Rasulullah SAW yang sedang duduk
bersama para sahabat.
Rasulullah SAW bersabda, "sahabat kalian ini sedang menghadapi perselisihan."
Pada
saat yang sama Umar menyesali perbuatannya mengabaikan Abu Bakar
sehingga ia bergegas pergi ketempat Rasulullah. Setibanya disana ia
mengucapkan salam lalu duduk disamping Rasulullah SAW. Ia sampaikan
kepada Nabi apa yang telah terjadi. Mendengar penyampaian Umar,
Rasulullah terlihat marah kepadanya sehingga Abu Bakar segera berkata,
"Demi Allah, wahai Rasul. Akulah yang paling bersalah."
Rasulullah
SAW bersabda, "apakah kalian hendak meninggalkan sahabatku ini
sendirian? Apakah kalian ingin meninggalkan sahabatku ini sendiran?
Ketika aku katakan kepada semua orang bahwa aku adalah Rasulullah untuk
kalian semua, kalian mengatakan, 'kau berbohong (hai Muhammad),' tetapi
Abu Bakar mengatakan, "sungguh engkau mengatakan kebenaran."
HR.Al-Bukhari.
Masih
dalam Shahih Bukhari, Abu Darda r.a menuturkan bahwa ketika ia duduk
bersama Nabi SAW, Abu Bakar r.a datang dan kemudian memegang salah satu
ujung jubah Nabi SAW hingga lutut beliau terlihat. Nabi SAW bersabda,
"sedangkan mengenai sahabat kalian, sesungguhnya ia telah menyerahkan
dirinya."
Abu
Bakar menyalaminya dan berkata, "wahai Rasulullah, aku ada masalah
dengan Umar ibn al-Khatthab. Aku menyesal. Aku menemuinya dan memohon
agar ia memaafkanku, namun ia enggan. Kini aku berada disini menghadap
kepadamu."
Rasulullah SAW bersabda, "Abu Bakar, Allah mengampunimu." Beliau mengucapkan itu sebanyak tiga kali.
Pada
saat yang bersamaan, Umar menyadari kekhilafannya dan merasa menyesal.
Ia bergegas ingin menemui Abu Bakar dirumahnya, namun ia tidak ada
disana. Ia langsung pergi ketempat Rasulullah dan mengucapkan salam
kepadanya. Umar tertegun melihat wajah Nabi SAW yang memerah karena
marah. Abu Bakar r.a berusaha menahan amarah Nabi SAW dan memohon belas
kasihannya. Lalu Umar duduk, memegang dua lutut Nabi SAW dan berkata,
"wahai Rasulullah, aku telah berbuat dzalim dua kali."
Nabi
SAW bersabda, "sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian. Ketika aku
menyeru kalian, kalian berkata, 'kau berdusta,' sedangkan Abu Bakar
berkata, 'Engkau benar.' Dia menolong dan mendampingiku serta
mengorbankan jiwa dan hartanya. Jadi, apakah kalian akan meninggalkan
sahabatku ini?" Beliau mengucapkannya tiga kali. Setelah peristiwa itu
tidak ada lagi yang berani mencela dan menyakiti Abu Bakar.
HR.Al-Bukhari.
Setiap
kali terjadi perselisihan diantara para sahabat, Nabi SAW selalu
berupaya mendamaikan mereka, termasuk ketika terjadi perselisihan antara
Khalid ibn Walid dan Abdurrahman ibn Auf. Nabi SAW tak pernah
membiarkan para sahabat saling membenci atau saling memusuhi satu sama
lain. Ia mengetahui karakter dan kepribadian setiap sahabatnya. Ia pun
mengetahui keutamaan masing-masing sahabatnya. Ketika dua sahabat
utamanya, Abu Bakar dan Umar berselisih, tentu saja keadaan itu membuat
galau hati Rasulullah. Mereka merupakan sahabat setianya, dan keduanya
memiliki keistimewaan masing-masing. Nabi SAW sangat mencintai para
sahabatnya, terutama kepada Abu Bakar, sahabat setia yang menemaninya
dalam perjalanan hijrah. Karena itu, Nabi SAW marah ketika mendengar
perlakuan Umar kepada Abu Bakar meskipun dalam perselisihan mereka, Abu
Bakar-lah yang pertama kali melakukan kesalahan. Nabi SAW marah karena
Umar mengabaikan Abu Bakar dan tidak menerima permintaan maafnya. Maka,
saat keduanya datang dihadapan para sahabat lain, Nabi SAW menegaskan
keutamaan sahabat Abu Bakar.
24. DAMAIKANLAH PERSELISIHAN DAN BERUSAHALAH UNTUK MENGHENTIKAN
FITNAH YANG TERJADI.
Ditengah
masyarakat niscaya akan selalu ada sekelompok orang yang berusaha
mengeruhkan suasana dan memancing di air keruh. Orang-orang itu terbiasa
membuat fitnah dan huru-hara yang merusak kedamaian masyarakat. Situasi
yang sama berlangsung pada masa Rasulullah SAW. Beberapa kali berembus
fitnah, baik yang disebarkan oleh kaum Yahudi maupun oleh kaum munafik.
Mereka tidak menyukai kedamaian dan kesejahteraan yang dirasakan oleh
kaum muslimin di Madinah. Dalam beberapa kesempatan Nabi SAW selalu
tampil untuk mendamaikan pihak-pihak yang berselisih dan berusaha
memadamkan fitnah yang terjadi ditengah-tengah umatnya. Itulah yang
dilakukan oleh Rasulullah ketika terjadi perselisihan antara kaum
Muhajirin dan Anshar akibat fitnah yang disebarkan kaum munafik. Hal
yang sama dilakukan oleh Rasulullah ketika menyebar peristiwa al-ifk
yang menistakan salah seorang istri Rasulullah, yaitu Aisyah bint Abu
Bakar.
Ketika
kaum muslimin pulang dari peperangan melawan Bani Musthaliq, Aisyah r.a
tertinggal dari rombongan utama karena rombongan menyangka ia telah
berada didalam sekedupnya. Setibanya di Madinah, Rasulullah tidak
mendapati Aisyah dalam rombongan. Keesokan harinya, Aisyah muncul dengan
diantar oleh seorang pemuda yang bernama Shafwan. Abdullah ibn Ubay,
pentolan kaum munafik, memanfaatkan situasi itu untuk memojokkan
Rasulullah SAW. Ia menyebarkan fitnah bahwa Aisyah telah berselingkuh
dengan shafwan sehingga terlambat datang di Madinah. Kabar fitnah itu
menyebar dengan cepat sehingga membuat Rasulullah masygul. Tentu saja
beliau mengenal kebaikan istrinya dan memercayai kejujuran serta
kesetiaannya. Ia juga mengenal Shafwan sebagai pemuda yang baik yang tak
akan berani melakukan kekejian.
Namun,
kabar yang disiarkan kaum munafik itu telah tersebar luas dikalangan
kaum muslimin sehingga mereka terbagi dua kelompok, antara yang
memercayai kabar itu dan yang menolaknya mentah-mentah. Karena itu, Nabi
SAW berkhutbah dihadapan orang-orang berusaha meredam fitnah yang telah
beredar luas itu. Nabi SAW berkata membela kesucian istrinya dan juga
Shafwan, "wahai manusia, masih saja orang-orang berusaha menyakitiku dan
membicarakan sesuatu yang tidak benar tentang keluargaku. Demi Allah,
aku mengenal kebaikan semua anggota keluargaku. Tidak ada keburukan pada
mereka. Mereka juga mengatakan keburukan tentang laki-laki yang aku
kenal sebagai orang baik. Tak pernah sekalipun ia memasuki salah satu
rumah diantara rumah-rumahku kecuali aku menemaninya."
Ia
juga ingin mengetahui sikap para sahabatnya terhadap Abdullah ibn Ubay,
pentolan kaum munafik yang menyebarkan fitnah itu. Salah seorang
sahabat Anshar, Sa'd ibn muaz dari suku Aus, berdiri dan berkata, "wahai
Rasul, aku akan mengurusinya untukmu. Jika ia berasal dari suku Aus,
niscaya kami akan menebas lehernya. Jika ia berasal dari Khazraj,
katakanlah kepada kami apa yang harus kami lakukan kepadanya."
Namun,
salah seorang dari suku Khazraj, Sa'd ibn Ubadah, berdiri menimpali
ucapan Sa'd ibn Muaz. Biasanya ia dikenal sebagai orang ynag santun dan
berbudi, tetapi semangat kesukuan rupanya telah membangkitkan emosinya
sehingga ia berkata kepada Sa'd ibn Muaz, "demi Allah, kau pendusta!
Engkau bermulut besar. Kau tidak akan membunuhnya. Kau katakan seperti
itu karena tahu bahwa ia dari suku Khazraj. Jika ia dari suku Aus, kau
tidak akan berbicara seperti itu dan kau tidak akan mau membunuhnya. Kau
tidak akan mau jika ia membunuhnya!"
Sahabat
lainnya, yang berasal dari suku Aus, yaitu Asid ibn Hadir, bangkit
membela Sa'd ibn Muaz. Ia berkata tegas kepada Sa'd ibn Ubadah,
"Engkaulah pendusta! Demi Allah, kami akan membunuhnya! Kau adalah
munafik yang membela kaum munafik!"
Beberapa
orang Khazraj langsung berdiri membela pemimpin mereka, Sa'd ibn
Ubadah. Sama halnya, sekelompok orang dari suku Aus berdiri berhadapan
dengan mereka. Kedua kelompok saling berhadapan. Khawatir terjadi
perkelahian antara mereka, Nabi SAW berteriak agar mereka tenang dan
jangan menghunus senjata dihadapan saudara mereka sendiri. HR.
Al-Bukhari.
Karena kedua kelompok itu tak mau tenang, Rasulullah SAW pergi meninggalkan mereka dalam keadaan marah.
Rasulullah
SAW mendatangi Bani Amr ibn Auf untuk mendamaikan kedua kelompok itu
dan tetap disana sampai waktu ashar datang sebagaimana diriwayatkan
dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Sahl ibn sa'd al-Sa'idi r.a
berkata, "perselisihan mencuat antara dua kelompok orang Anshar. Mereka
saling mengecam dan saling melemparkan tuduhan. Nabi SAW datang untuk
mendamaikan mereka. Ketika waktu shalat datang, Bilal mengumandangkan
azan dan menunggu kedatangan Rasulullah SAW, namun beliau tidak kunjung
datang. Lalu ia mengumandangkan iqamah dan karena Rasulullah tak juga
tiba, Abu Bakar r.a memimpin shalat saat itu."
25. TUNJUKKANLAH KEMARAHAN ATAS KESALAHAN YANG DILAKUKAN
SESEORANG.
Ketika
Nabi SAW melihat atau mendengar terjadinya suatu kesalahan atau
penyimpangan, khususnya kesalahan yang berkaitan dengan masalah aqidah,
ia akan menunjukkan kemarahannya. Sikap seperti itulah yang ditunjukkan
oleh Rasulullah ketika mendengar para sahabat memperdebatkan masalah
qadar (ketetapan Allah) dan Al-Qur'an. Dalam sunan Ibn Majah ada sebuah
riwayat dari Amr ibn Syu'aib dari ayahnya, dari kakeknya yang menuturkan
bahwa Rasulullah SAW mendatangi para sahabatnya yang sedang berdebat
tentang qadar. Seakan ditaburi biji buah delima, paras Rasulullah
memerah karena sangat marah. Ia berkata tegas, "apakah kalian
diperintahkan untuk melakukan perbuatan seperti ini? Apakah untuk
persoalan ini kalian diciptakan? Apakah kalian mempergunakan ayat-ayat
Al-Qur'an untuk membantah orang lain? Umat-umat sebelum kalian
dimusnahkan akibat kelakuan seperti ini!"
Abdullah
ibn Amr mengatakan, "aku merasa sedih jika tidak hadir dalam sebuah
pertemuan yang dihadiri Rasulullah. Namun, aku sungguh senang tidak ada
ditengah orang-orang yang berkumpul pada saat itu." HR.Ibnu Majah.
Menurut
Ibn Asim dalam Kitab al-Sunnah, "Rasulullah SAW mendatangi para
sahabatnya yang sedang memperdebatkan takdir Allah. Salah satu pihak
mengutip ayat Al-Qur'an, begitu pula pihak yang lain. Seakan ditaburi
biji buah delima, paras Rasulullah memerah karena marah. Ia berkata,
"apakah kalian diciptakan untuk ini? Apakah kalian diperintahkan untuk
melakukan perbuatan seperti ini? Jangan menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an
untuk melawan orang lain. Perhatikanlah untuk apa yang kalian
diperintahkan, dan kerjakanlah. Perhatikanlah apa-apa yang dilarang
untuk kalian, dan hindarilah!"
Riwayat
lain memberi kita contoh tentang kemarahan Nabi SAW kepada sahabatnya
karena mempersoalkan sumber hukum Islam. Imam Ahmad r.a meriwayatkan
dalam Musnad-nya dari Jabir ibn Abdullah bahwa Umar ibn al-Khatthab
menemui Rasulullah SAW sambil membawa sebuah buku yang ia dapatkan dari
kaum Ahlul kitab. Nabi SAW sangat marah dan bersabda, "apakah kau
meragukan ini, hai Anak al-Khatthab? Demi Zat yang menguasai jiwaku, aku
telah membawakan untukmu pesan yang suci dan bersih. Maka, jangan
pernah mempertanyakannya, baik mereka mengatakan kebenaran dan kau
menolaknya, ataupun mereka mengatakan kesalahan dan kau menerimanya.
Demi Zat yang menciptakanku, bahkan seandainya Musa a.s hidup saat ini,
tidak ada yang bisa dilakukannya kecuali mengikutiku." HR.Imam Ahmad.
Hadist
itu juga diriwayatkan oleh al-Darimi r.a dari Jabir yang menceritakan
bahwa Umar ibn al-Khatthab mendatangi Rasulullah SAW membawa salinan
Taurat dan berkata, "wahai Rasul, ini adalah salinan Taurat."
Rasulullah
tidak menggubris ucapannya. Ketika Umar mulai membacakannya, paras muka
Rasulullah berubah menjadi merah karena marah. abu Bakar mengatakan,
"andai ibumu tak melahirkanmu! Apakah kau tidak melihat wajah Rasulullah
SAW?"
Umar
r.a melihat wajah Rasulullah SAW dan berkata, "aku berlindung kepada
Allah dari murka Allah dan murka Rasul-Nya SAW. Kami ridha Allah sebagai
Tuhan kami, Islam sebagai agama kami, Dan Muhammad sebagai Nabi kami."
Rasulullah
SAW bersabda, "demi Zat yang menciptakan Muhammad, bahakn jika Musa a.s
hidup diantara kalian dan kemudian kalian mengikutinya serta
meninggalkanku, niscaya kalian akan tersesat dari jalan yang lurus. Jika
ia hidup sampai masa kenabianku, niscaya ia akan mengikutiku." HR.
Ahmad.
Diantara
riwayat-riwayat lain yang mendukung riwayat ini adalah hadist riwayat
Abu Darda yang menuturkan bahwa Umar membawa beberapa halaman Taurat
kepada Rasulullah SAW dan berkata, "wahai Rasul, ini beberapa halaman
Taurat yang kudapatkan dari saudaraku yang berasal dari Bani Zuraig."
Wajah
Rasulullah SAW berubah merah dan Abdullah ibn Zaid-seorang sahabat yang
bermimpi tentang azan berkata, "apakah kau sudah gila? Apakah kau tidak
melihat perubahan wajah Rasulullah SAW?"
Umar
berkata setelah melihat wajah Rasulullah yang memerah karena marah,
"Kami meridhai Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami,
Muhammad sebagai Nabi kami, dan Al-Qur'an sebagai panduan kami."
Rasulullah
SAW terlihat kembali tenang dan bersabda, "Demi Zat yang menguasai jiwa
Muhammad, jika Musa hidup diantara kalian, kemudian kalian mengikutinya
dan meninggalkanku, niscaya kalian akan tersesat. Kalian adalah umatku
dan aku adalah Nabi kalian." HR.Al-Tabrani.
Jika
kita perhatikan riwayat-riwayat itu, kita melihat bahwa teguran yang
disampaikan Rasulullah SAW didukung oleh orang-orang yang hadir ditempat
peristiwa itu terjadi. Rasulullah tak perlu berpanjang kata, menegur
sahabatnya yang melakukan kesalahan. Dengan melihat ekspresi wajahnya,
para sahabat bisa mengetahui kemarahan Rasulullah SAW dan
menyampaikannya kepada orang yang sedang ditegur. Perpaduan antara
kemarahan Rasulullah dan peringatan para sahabat itu menjadi nasihat
yang sangat efektif yang menyadarkan si pelaku kesalahan. Dampak yang
terjadi begitu besar sehingga sahabat yang melakukan kesalahan langsung
menyadarinya dan memohon ampunan kepada Allah.
Proses penyadaran itu berlangsung melalui tahap-tahap berikut ini:
*Pertama
: kemarahan Rasulullah muncul ketika melihat kesalahan yang dilakukan
sahabatnya. Kemarahannya itu tak terungkap lewat kata-kata, tetapi
melalui perubahan ekspresi wajahnya.
*Kedua
: Para sahabatnya, dalam kasus ini Abu Bakar al-Shiddiq dan Abdullah
ibn Zaid, menyaksikan perubahan ekspresi wajah Rasulullah dan
menyampaikannya kepada Umar.
*Ketiga
: Umar menyadari kesalahannya dan segera memohon ampunan kepada Allah
dan Rasul-Nya. Ia benar-benar menyesal dan meminta maaf atas
kesalahannya. Ia memohon perlindungan kepada Allah dari murka Allah dan
murka Rasul-Nya. Setelah itu ia menegaskan lagi keridhaannya atas
prinsip-prinsip aqidah Islam.
*Keempat : Nabi SAW kembali terlihat tenang ketika Umar telah menyadari kesalahannya dan menarik ucapannya.
*Kelima
: Nabi SAW menegaskan kembali prinsip-prinsip aqidah Islam yang
dikatakan oleh Umar kemudian menegaskan keharusan umat Islam untuk
mengikuti risalah yang dibawanya dan melarang mereka mengikuti panduan
selain Al-Qur'an.
Contoh
lain yang menggambarkan kemarahan Nabi SAW adalah riwayat yang telah
kami sebutkan diatas tentang orang yang meludah di arah kiblat shalat.
Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dari Anas ibn Malik bahwa ketika
Rasulullah SAW melihat air ludah didalam mesjid diarah kiblat, wajahnya
memerah karena marah. Ia langsung membersihkan ludah itu dengan
tangannya sendiri dan bersabda, "ketika salah seorang diantara kalian
mendirikan shalat, sesungguhnya ia sedang berbincang dengan Tuhannya.
Atau, Tuhannya ada diantara dirinya dan kiblat. Maka, tak seharusnya ia
meludahi arah kiblat. Meludahlah diarah kiri atau dibawah kakinya. Jika
tidak bisa, lakukanlah seperti ini, "ujarnya sambil mengambil salah
satu ujung gamisnya, meludah disana, kemudian mengambil ujung gamis lain
dan menggosokkannya untuk mengeringkan ludah itu."HR.Al-Bukhari.
Dalam
hadist lain, yang juga diriwayatkan oleh al-Bukhari dari abu Mas'ud
al-Anshari, diceritakan bahwa seseorang mendatangi Rassulullah SAW dan
berkata, "wahai Rasul, mungkin aku akan datang terlambat dalam shalat
besok hari karena si fulan yang memimpin shalat terlalu lama."
Periwayat
hadist ini menuturkan, "aku belum pernah melihat Rasulullah SAW marah
ketika menegur seperti saat itu. Ia bersabda, 'Hai orang-orang! Sebagian
kalian telah menyepelekan orang lain. Jika salah seorang diantara
kalian memimpin shalat, ringankanlah bacaan kalian, karena diantara
kalian ada orang yang telah lanjut usia, lemah, dan orang yang punya
kebutuhan mendesak."HR.Al-Bukhari.
Riwayat
lain bisa menjadi contoh bagi para dai atau pemberi fatwa agar
menunjukkan kemarahan kepada orang yang mengajukan pertanyaan secara
serampangan dan mennyepelekan. Zaid ibn Khali al-Juhani r.a
menceritakan, "seorang Badui mendatangi Nabi Muhammad SAW dan bertanya
tentang benda hilang yang ditemukannya. Nabi SAW bersabda, umumkanlah
barang itu selama setahun. Ingatlah ciri khas bentuknya dan tali
pengikatnya. Jika seseorang datang dan mengklaim barang itu, dan ia
dapat menggambarkannya dengan benar, berikanlah kepadanya, dan kau tidak
boleh menggunakannya."
Ia bertanya lagi, "wahai Rasul, bagaimana dengan domba yang hilang?"
Rasulullah SAW bersabda, "domba itu untukmu, untuk saudaramu (yakni pemiliknya) atau untuk serigala."
"Bagaimana kalau unta yang hilang?"
Wajah
Nabi SAW memerah karena marah dan kemudian berkata, "kau tak ada urusan
dengannya. Unta itu punya kaki, bisa mencari air sendiri, dan bisa
makan tumbuhan!" HR.Al-Bukhari.
Ketika
melihat seseorang melakukan kesalahan, kita boleh menunjukkan kemarahan
agar orang itu menyadari kesalahannya dan memahami bahwa kita tidak
menyukai tindakannya yang salah. Kendati demikian, kemarahan yang kita
tunjukkan selayaknya sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan.
Bisa jadi, kita cukup menunjukkan ekspresi marah saat melihat suatu
kesalahan dilakukan, atau mungkin kita ungkapkan kata-kata yang tegas
dan keras sebagai ekspresi kemarahan kita. Kadang-kadang seseorang sudah
merasa takut atau khawatir ketika melihat perubahan paras muka orang
lain yang memerah karena marah. Perubahan raut muka, nada bicara, juga
gerak-gerik tubuh bisa menunjukkan ekspresi kemarahan seseorang.
Kemarahan perlu ditunjukkan, selain agar si pelaku menyadari
kesalahannya, juga agar orang lain yang hadir ditempat peristiwa itu
merasa takut melakukan kesalahan serupa. Sering kali ketika kita marah,
kata-kata yang keluar dari mulut kita menjadi tak terkendali. Karena
itu, sering kali Rasulullah diamm seribu bahasa ketika marah. Barulah
ketika reda dari marahnya Rasulullah mengatakan apa yang ingin ia
katakan. Jadi, tunggulah hingga amarah anda reda sebelum anda
mengungkapkan apa yang ingin anda ungkapkan.
Namun,
kadang-kadang yang dibutuhkan untuk mengubah perilaku seseorang atau
masyarakat adalah kesabaran dan kebijaksanaan. Dalam kasus-kasus
tertentu, mungkin akan lebih bijaksana bila kita tidak langsung
berkomentar dan menasihati orang yang melakukan kesalahan. Dalam kasus
tertentu, akan lebih baik jika kita menunda penjelasan dan komentar
mengenai suatu kesalahan hingga datang waktu yang tepat untuk
mengatakannya, misalnya ketika orang-orang lain telah berkumpul atau
ketika suasana telah reda. Dalam riwayat berikut ini, Rasulullah
menunggu hingga kaum muslimin berkumpul baru menyampaikan nasihatnya,
karena kesalahan yang dilakukan sahabat pelaku itu dianggap cukup
serius.
Dalam
Shahih al-Bukhari, Abu Humaid al-Sa'idi meriwayatkan bahwa Rasulullah
SAW menunjuk seseorang untuk menghimpun zakat. Setelah menyelesaikan
tugasnya, ia datang dan berkata, "wahai Rasul, ini untukmu, sedangkan
ini adalah sesuatu yang diberikan kepadaku sebagai hadiah."
Rasulullah
bersabda, "mengapa kau tidak diam saja dirumah orangtuamu dan tunggulah
apakah ada orang yang datang membawa hadiah untukmu?!"
Malam
harinya, usai melaksanakan shalat, Rasulullah SAW berdiri dihadapan
kaum muslimin cukup lama kemudian mengucapkan syahadat, memuji kepada
Allah, dan bersabda, "apa yang salah dengan petugas yang kami tunjuk,
kemudian ia kembali menemui kami dan berkata, 'ini bagian untukmu dan
ini sebagai upahku?' Mengapa ia tidak duduk saja dirumah orangtuanya dan
menunggu adakah orang yang datang memberinya hadiah? Demi Zat yang
menguasai jiwa Muhammad, diharamkan atas kalian mengambil sesuatu dari
kami, kecuali ia akan datang di Hari Pembalasan dengan barang itu
menggantung di lehernya : jika itu seekor unta maka ia akan membawanya
seraya menguak, jika itu seekor kerbau maka ia akan membawanya seraya
melenguh, dan jika itu seekor domba maka ia akan membawanya seraya
mengembik. Aku telah menyampaikan pesan."
Abu
Humaid menambahkan, "kemudian Rasulullah mengangkat tangannya
tinggi-tinggi hingg kami dapat melihat ketiaknya."HR.al-Bukhari.
26. HINDARILAH ORANG YANG BERBUAT SALAH AGAR IA MERASA MALU DAN
KEMBALI KEPADA JALAN YANG BENAR.
Al-bukhari
r.a meriwayatkan dari Ali ibn Abi Thalib r.a bahwa pada suatu malam
Rasulullah SAW mendatanginya dan putrinya, Fatimah r.a, lalu berkata
kepadanya, "apakah kau tidak melaksanakan shalat?"
Ali
menjawab, "wahai Rasul, jiwa kita ada dalamm genggaman Allah. Jika Dia
menghendaki untuk menghidupkan kita setelah mati (tidur) maka Dia akan
melakukannya!"
Mendengar
ucapanya itu, Rasulullah SAW langsung pergi menjauhnya dan tidak
menangggapinya sama sekali. Ali kembali berbicara kepadanya, tetapi Nabi
SAW tetap tak mau menanggapinya. Ali mendengar langkah kaki Nabi SAW
yang berjalan menjauh sambil memukuli pahanya sendiri dan berkata,
"namun, manusia lebih suka berdebat dibanding makhluk lain." QS.Al-Kahf
(18):54.
Riwayat
ini memberi kita pelajaran, bahkan sahabat yang mulia pun berusaha
mencari alasan ketika Rasulullah menyerunya melakukan kebaikan. Ali ibn
Abi Thalib tentu tidak bermaksud menentang seruan Rasulullah. Namun,
sebagaimana firman Allah yang dibacakan oleh Nabi SAW, manusia punya
kecenderungan untuk mendebat dan mencari alasan. Tindakan seperti itu
tidak disukai oelh Rasulullah SAW hingga ia meninggalkan Ali yang merasa
malu karena Rasulullah marah kepadanya. Sejak memeluk Islam pada usia
remaja, Ali ibn Abi Thalib selalu taat dan patuh kepada junjungannya,
Rasulullah SAW apapun akan ia lakukan agar Rasulullah ridha kepadanya.
Karena itulah ia merasa sangat masygul ketika melihat Rasulullah marah
dan langsung pergi menghindarinya.
27. MENGHUKUM ORANG YANG BERBUAT SALAH.
Inilah
yang dilakukan oleh Rasulullah kepada Hathib ibn Balta'ah ketika ia
ketahuan mengirimkan surat kepada kaum kafir Quaraisy mengabarkan niat
Rasulullah dan kaum muslimin untuk menaklukkan Makkah. Rasulullah SAW
memanggil Hathib, yang segera menghadap kepadanya. Ketika keduanya telah
berhadapan, Rasulullah SAW menunjukkann surat Hathib untuk keluarganya
di Makkah, kemudian beliau bertanya, "hai Hathib, apa yang mendorongmu
melakukan ini?"
Hathib
berkata, "wahai Rasulullah, janganlah engkau terlampau cepat
menghakimiku. Aku sama sekali tidak berniat buruk. Aku punya keluarga di
Quraisy. Aku adalah pelindung sebagian anggota keluargaku meskipun
mereka belum memeluk Islam. Disisimu juga banyak kaum Muhajirin yang
memiliki kerabat dan keluarga di Makkha, kerabat yang menjaga dan
memelihara keturunan serta harta mereka. Jika mereka semua binasa, siapa
lagi yang akan menjaga harta dan keluarga kaum Muhajirin?"
Rasulullah
SAW terdiam sejenak. Beliau merasakan kejujuran dalam ucapan Hathib.
Kemudian Hathib berkata lagi dengan suara yang lembut dan mengharapkan
belas kasihan, "wahai Rasulullah, aku melakukan itu bukan karena aku
telah murtad dari Islam, bukan juga karena aku meridhai kekafiran."
Dengan
ucapannya ini, Hathib ingin membersihkan dirinya dari kesalahan dan
menyucikan jiwanya dari kejahatan. Rasulullah SAW sendiri mengetahui
kadar keimanan dan kejujuran Hathib. Rasulullah SAW bersabda, "engkau
benar."
Jawaban
Rasulullah SAW itu menunjukkan bahwa beliau telah mengampuni kesalahan
Hathib. Namun, beberapa sahabat, diantaranya Umar ibn al-Khatthab tidak
puas mendengar ucapan dan pengakuan Hathib. Mereka beranggapan bahwa
Hathib telah merencanakan perbuatannya itu dengan matang. Umar berkata
geram, "wahai Rasulullah, biarkanlah aku membunuhnya. Sungguh dia
seorang munafik."
Tuduhan
itu dilemparkan Umar kepada Hathib, padahal ia terbebas dari
kemunafikan. Rasulullah SAW memandang Umar, menenangkannya, dan
meredakan kemarahannya, kemudian berkata, "wahai Umar, Hathib adalah
salah seorang pejuang dalam Perang Badar. Kita tidak pernah tahu bahwa
mungkin saja Allah menakdirkannya menjadi salah seorang Syuhada Badar."
Kemudian Rasulullah SAW, berpaling kepada Hathib dan bersabda,
"kerjakanlah sekehendak kalian, karena kalian telah diampuni."
Air mata mengalir deras dimata Umar dan ia berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu."HR.Al-Bukhari.
Meskipun
Hathib selamat dari murka Rasulullah karena ia terlibat dalam Perang
Badar, Allah menurunkan firman-Nya yang dengan tegas menegur orang yang
bersekutu atau membantu kaum kafir :
"Hai
orang-orang beriman, janganlah menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian
sebagai teman setia yang kalain sampaikan kepada mereka (berita-berita
tentang Muhammad) karena merasa kasihan. Padahal mereka telah ingkar
kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan
mengusir kalian karena kalian beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kalian
benar-benar keluar untuk berjihad dijalan-Ku dan mencari ridha-Ku
jangan kalian mengabarkan secara rahasia (berita-berita tentang
Muhammad) kepada mereka, karena merasa kasihan. Aku lebih mengetahui apa
yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan. Dan barangsiapa
diantara kalian melakukannya, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan
yang lurus." QS.Al-Mumtahanah(60):1.
Ada beberapa simpulan penting yang dapat kita pelajari dari riwayat tersebut :
*
Nabi SAW menegur para sahabat yang melakukan kesalahan serius dengan
mengajukan pertanyaan : "Apa yang membuatmu melakukan itu?" Nabi SAW
ingin mengetahui alasan sahabat melakukan kesalahan itu, padahal mungkin
sahabat itu mengetahui akibat buruk perbuatannya itu pada dirinya dan
orang-orang disekitarnya.
*
Kesalahan mungkin dilakukan oleh semua orang, termasuk orang yang
sekian lama dikenal masyarakat sebagai orang yang baik dan mulia.
*
Jika ingin menegur dan mengubah perilaku buruk seseorang, kita harus
senantiasa berlapang dada dan bersikap terbuka menanggapi setiap keluhan
atau kesalahan yang dilakukannya sehingga ia menyadari kesalahannya dan
terus berusaha kembali ke jalan yang benar. Teguran dan nasihat
ditujukan untuk mengubah perilaku buruk seseorang, bukan untuk
mengasingkannya.
*
Seorang dai, mubalig, atau bahkan siapapun harus menghargai dan
menyadari bahwa setiap orang mungkin melakukan kesalahan ; bahwa setiap
orang memiliki kelemahannya masing-masing yang pada saat-saat tertentu
kelemahan itu menguasai diri mereka sehingga mereka melakukan kesalahan.
Dengan kesadaran seperti itu ia tidak akan merasa kaget ketika melihat
seseorang yang dihormati atau yang lebih tua melakukan kesalahan.
*
Kita harus mempertimbangkan kebaikan dan kehormatan seseorang yang
sekian lama dikenal sebagai orang baik ketika kita menegur atau
menasihatinya karena melakukan kesalahan. Jangan sampai karena teguran
atau nasihat yang kita sampaikan, orang itu tak lagi melakukan kebaikan
yang selama ini ia lakukan.
28. TEGURLAH DENGAN TEGAS JIKA SESEORANG MELAKUKAN KESALAHAN.
Ketika
menyaksikan atau mendengar seseorang melakukan kesalahan, kita tak
boleh mengabaikannya dan berpura-pura tidak tahu. Kita harus mengarahkan
orang yang berbuat salah kejalan yang benar. Harus ada seseorang yang
menegur dan mengingatkannya agar ia sadar bahwa ia telah berbuat salah
meskipun ia dikenal sebagai orang yang baik dan terhormat ditengah
masyarakat.
Al-bukhari
meriwayatkan dalam Shahih-nya bahwa Ali r.a berkata, "aku punya seekor
unta betina bagianku dari harta pampasan Perang Badar, dan Nabi SAW
memberiku seekor unta betina lain bagianku dari Khumus. Ketika aku ingin
menikahi Fatimah, putri Rasulullah SAW, aku membuat janji dengan
seorang tukang emas dari Banu Qaynuqa untuk pergi bersamaku ke Idhkur.
Aku ingin menjual dua gelang emas kepadanya dan uangnya akan
kupergunakan sebagai biaya walimah. Ketika aku menyiapkan pelana,
kantong perjalanan, tali kekang, dan barang-barang perlengkapan lainnya,
unta-untaku kubiarkan disamping sebuah rumah milik seorang Anshar.
Setelah menyiapkan semua barang yang kubutuhkan, aku kembali dan
mendapati unta-untaku telah disembelih. Bagian punggungnya telah koyak,
dan sisi tubuhnya tak lagi utuh. Bagian dalam unta itu terburai keluar.
Tentu saja aku marah menyaksikan keadaan itu. Aku bertanya kepada
orang-orang disana, 'siapa yang melakukannya?'
Mereka menjawab, 'Hamzah ibn Abdul Muthalib. Ia ada di kedai minuman itu, sedang minum bersama orang-orang Anshar.'
Aku
segera pergi menemui Nabi Muhammad SAW dan melihat Zaid ibn Harisah
tengah bersamanya. Rasulullah menyadari ada yang salah dari ekspresi
mukaku. Beliau bertanya, 'apa yang terjadi denganmu?'
Aku
berkata, 'wahai Rasul, aku belum pernah melihat keburukan seperti yang
kulihat hari ini! Hamzah menyembelih dua unta betina, mengoyak punggung
keduanya, dan membedah tubuh keduanya. Saat ini ia sedang minum di
sebuah kedai.'
Rasulullah
SAW meminta diambilkan jubahnya kemudian mengenakannya dan bergegas
pergi. Aku dan Zaid ibn Harisah berjalan cepat mengikutinya hingga ia
tiba di kedai minuman. Rasulullah meminta izin masuk, dan mereka
mengizinkannya masuk. Mereka tampak sedang minum-minum dan Rasulullah
SAW mulai memarahi Hamzah dan menegurnya atas kesalahan yang ia lakukan.
Namun, ketika diperhatikan, Hamzah terlihat sudah mabuk dan kedua
matanya merah. Hamzah memperhatikan Rasulullah SAW ia melihat
lekat-lekat pada lutut Rasulullah, memperhatikan bagian perut dan
wajahnya kemudian berkata, 'bagiku, engkau tak lebih daripada budak
ayahku.' Rasulullah SAW menyadari bahwa Hamzah sudah mabuk sehingga ia
langsung beranjak pulang dan kami berjalan mengikutinya." HR.Al-Bukhari.
Rasulullah
berjalan pulang dalam keadaan marah. Selang beberapa hari kemudian ia
memerintahkan beberapa sahabatnya untuk menyebarkan larangan minuman
arak seraya menyatakan bahwa arak adalah minuman yang diharamkan. Siapa
saja yang meminumnya, tanpa pandang bulu, akan mendapatkan siksa,
meskipun mereka adalah veteran Perang Badar. Peristiwa ini terjadi
sebelum turun ayat Al-Qur'an tentang larangan meminum minuman keras.
Riwayat
ini menunjukkan bahwa meskipun Hamzah dikenal sebagai salah seorang
pahlawan Perang Badar yang gagah berani dan juga paman Rasulullah SAW ia
tetap harus ditegur dan diperingatkan jika melakukan kesalahan. Namun,
Rasulullah sendiri menyadari bahwa ia tak mungkin menasihati orang yang
sudah mabuk karena minuman keras. Karena itulah ia memutuskan pulang
kerumah. Barulah beberapa hari kemudian ia menyampaikan larangan
minum-minuman keras kepada seluruh umat Islam. Kita juga melihat bahwa
meskipun sangat marah dan kesal, Ali ibn Abi Thalib tidak langsung
melabrak dan memarahi Hamzah. Ia menyadari posisi pamannya itu ditengah
masyarakat sehingga ia segera menemui Rasulullah dan mengadukan
persoalan itu kepadanya. Hanya Rasulullah orang yang tepat untuk menegur
dan menasihati Hamzah ibn Abdul Muthalib.
29. JAUHILAH PARA PELAKU KESALAHAN.
Imam
Ahmad r.a meriwayatkan dari Humaid yang menuturkan, "Al-Walid dan salah
seorang temanku mendatangiku dan berkata, 'datanglah bersamaku, karena
engkau lebih muda daripada diriku dan kau lebih tahu tentang hadist.'
Ia membawa kami ke Bisyr ibn Ashim. Abu al-Aliyah berkata kepadanya, 'dapatkah kau sampaikan hadistmu itu kepada dua orang ini?'
Bisyr
ibn Ashim menjawab, 'Uqbah ibn Malik mengatakan kepada kami, Abu
al-Nadr al-Laitsi mengatakan bahwa Bahz, salah seorang anggota
keluarganya, menuturkan bahwa Rasulullah SAW mengirim pasukan kecil
untuk menyerang satu kabilah.
Seseorang
berlari meninggalkan kabilah itu, tetapi seorang pasukan muslim
mengejarnya dengan pedang terhunus. Orang yang berlari itu mengatakan,
"Aku seorang muslim," tetapi prajurit muslim itu tidak menggubrisny. Ia
menyerang dan membunuh orang itu.
Berita
tentang kejadian itu sampai kepada Rasulullah SAW dan beliau
menanggapinya dengan komentar yang keras. Kabar tentang kemarahan
Rasulullah SAW itu sampai ke telinga si prajurit muslim yang membunuh
orang itu. Suatu saat, ketika Rasulullah berceramah didepan orang-orang,
si prajurit msulim itu bangkit dan berkata, "wahai Rasul, demi Allah,
ia berkata seperti itu hanya untuk menyelamatkan dirinya."
Rasulullah
tidak menanggapi ucapannya. Ia berbalik dari orang itu dan orang-orang
disekelilingnya kemudian melanjutkan ceramahnya. Orang itu berkata lagi,
"wahai Rasul, ia berkata seperti itu hanya untuk menyelamatkan
dirinya."
Rasulullah
tidak menanggapi ucapannya. Ia berbalik dari orang itu dan melanjutkan
ceramahnya. Orang itu tampak tidak puas sehingga untuk ketiga kalinya ia
berkata, "wahai Rasul, ia berkata seperti itu hanya untuk menyelamatkan
dirinya."
Rasulullah
SAW berpaling kepadanya, dan orang-orang yang hadir disana dapat
melihat dengan jelas ekspresi kekecewaan yang terpancar dari wajahnya.
Rasulullah SAW bersabda, "Allah mengutuk orang yang membunuh seorang
mukmin." Ia mengucapkan kalimat itu tiga kali. HR.Imam Ahmad.
Al-Nasa'i
meriwayatkan dari Abu sa'id al-Khudri bahwa seorang laki-laki dari
Najran menemui Rasulullah SAW sementara salah satu jari tangannya
terlihat dilingkari sebuah cincin emas.
Rasulullah SAW berpaling darinya dan bersabda, "Kau mendatangiku sementara tanganmu membawa bara api dari neraka."
Imam
Ahmad menuturkan versi riwayat yang lebih lengkap dari Abu Sa'id al-
Khudri : seseorang berasal dari Najran mendatangi Rasulullah SAW
mengenakan cincin emas dijarinya. Rasulullah SAW berpaling darinya dan
tidak mengucapkan sepatahpun kata. Orang itu pulang ke istrinya dan
menyampaikan sambutan yang didapatkannya dari Rasulullah SAW. Istrinya
berkata, "pasti ada alasan mengapa Rasulullah bersikap seperti itu.
Kembalilah kepada Rasulullah SAW."
Orang
itu segera berangkat untuk menemui Rasulullah sambil membuang cincin
emasnya dan jubahnya. Ketika ia meminta masuk, Rasulullah
mengizinkannya. Ia mengucapkan salam dan Rasulullah SAW langsung
menjawabnya. Setelah berhadapan, ia berujar, "wahai Rasul, engkau
berpaling dariku ketika itu aku datang tadi."
Rasulullah SAW bersabda, "kau mendatangiku dengan sebongkah bara api neraka ditanganmu."
"Wahai
Rasul, sepertinya aku datang membawa banyak bara api," ujarnya. Ia
mengatakan itu karena ia membawa banyak pakaian yan indah dari Bahrain.
Rasulullah
SAW bersabda, "semua barang yang kau bawa itu sebanyak apapun takkan
bisa menolong kami (dikehidupan akhirat). Semua itu tidak lebih berharga
dari pada bebatuan Harrah. Batu-batu itu (maksudnya perhiasan) adalah
kemewahan di dunia ini."
"Kalau
begitu, jelaskanlah kepada para sahabat sehingga mereka tidak berpikir
bahwa engkau marah kepadaku karena suatu sebab lain."
Rasulullah
SAW berdiri dan menyampaikan persoalan itu kepada para sahabat dan
menyatakan bahwa persoalan itu hanya karena ia mengenakan cincin emas.
30. KUCILKANLAH ORANG YANG BERBUAT SALAH.
Ini
merupakan salah satu metode yang sangat efektif yang pernah di
praktikkan oleh Rasulullah SAW, terutama ketika seseorang melakukan
kesalahan yang sangat serius. Metode ini berdampak besar pada jiwa si
pelaku kesalahan. Salah satu contohnya adalah apa yang terjadi pada Ka'b
ibn Malik dan dua sahabatnya yang tidak ikut dalam pasukan umat Islam
menuju Tabuk.
Akhirnya,
setelah beberapa minggu, Rasulullah dan kaum Muslimin pulang dari
perjalanan jihad. Dan seperti biasanya, ia langsung menuju masjid untuk
melaksanakan shalat dua raka'at, setelah itu ia menerima kedatangan
orang-orang yang tinggal di Madinah dan tidak ikut berperang. Mereka
menyampaikan permohonan maaf sambil mengemukakan berbagai alasan. Mereka
memohon ampunan sambil bersumpah atas nama Allah. Rasulullah menerima
permintaan maaf mereka yang diungkapkan secara terus terang, dan mereka
kembali membaiat Rasulullah. Sementara, berkaitan dengan apa yang
tersembunyi dalam hati mereka, Rasulullah menyerahkannya kepada Allah.
Lalu,
Ka'b datang hendak menemui Rasulullah dengan langkah gontai dan kepala
tertunduk. Rasulullah tersenyum, namun pandangan matanya menunjukkan
kemarahan. Rasulullah bertanya kepada Ka'b, "apa yang membuatmu
terlambat? Bukankah kau telah menyiapkan hewan tunggangan?"
Ka'b
menjawab, "benar, wahai Rasulullah. Demi Allah, seandainya saat ini
yang kuhadapi adalah orang lain, bukan engkau, aku akan berusaha
meredakan kemarahannya dengan berbagai alasan, karena aku pandai
berdebat. Tetapi, demi Allah, jika aku berbicara kepadamu dengan
kata-kata yang mengandung dusta, pasti Allah akan murka, begitupun
engkau. Namun, jika aku berkata jujur, aku sungguh merasa berat untuk
mengungkapkannya. Aku sungguh mengharapkannya. Aku sungguh mengharapkan
ampunan Allah...demi Allah, aku tidak punya alasan dan uzur apapun. Demi
Allah, aku merasa sangat berduka dan berat hati sejak menyadari bahwa
aku tidak berada di medan jihad bersama kaum Muslimin lainnya."
Rasulullah
bersabda, "orang ini sungguh jujur. Karena itu, berdirilah, aku tak
dapat memberikan keputusan tentangmu. Tunggulah hingga Allah memberikan
keputusan."
Kemudian
Murrah datang dan disusun oleh Hilal. Mereka pun menyampaikan kata-kata
yang sama seperti Ka'b. Rasulullah pun membiarkan mereka berdua menanti
keputusan Allah.
Rasulullah
melarang orang-orang berbicara dan bergaul dengan mereka sampai Allah
memberi keputusan tentang mereka. Dia akan menghukum mereka jika
berkehendak, atau menerima tobat mereka. Hari demi hari terus berlalu
setelah kejadian itu. Ketiga orang itu semakin sedih dan berduka.
Detik-detik terasa berjalan sangat lambat. Mereka gelisah dan bingung.
Resah dan menderita. Pengucilan kaum Muslimin itu benar-benar menjadi
bencana yang sangat menyakiti jiwa mereka.
Murrah
ibn al-Rabi dan Hilal ibn Murrah menutup diri didalam rumah sambil
terus menangis dan meratap, menantikan keputusan Allah. Sementara itu,
Ka'b bersikap seperti pemuda biasa, bolak-balik ke pasar seperti
kebanyakan orang lainnya. Ikut shalat berjamaah dan duduk dijalanan.
Tetapi tak ada seorangpun yang mengajaknya bicara. Tak seorangpun yang
memandang atau menyapanya. Suatu saat, setelah mengerjakan shalat, ia
menghadap Rasulullah dan mengucapkan salam kepadanya. Namun karena
situasi saat itu sedang ramai, ia tidak tahu apakah Rasulullah menghadap
atau berpaling darinya, ia pun tak tahu, apakah Rasulullah menjawab
salamnya atau tidak.
Isolasi
yang dilakukan kaum muslimin semakin ketat. Mereka benar-benar menaati
perintah Rasulullah. Ketiga orang itu semakin merasa terasingkan hingga
akhirnya Allah menurunkan firman-Nya, menerima taubat ketiga orang itu.
Suatu hari, menjelang pelaksanaan shalat subuh, tampak kepala Rasulullah
tertunduk dan ruhnya gaib sejenak dari orang-orang disekitarnya. Sesaat
kemudian ia menghadap kepada para sahabat dengan wajah yang cerah dan
dada yang lapang. Ia bersabda, "Allah telah menerima taubat Ka'b,
Murrah, dan Hilal. Pergi dan temuilah mereka. Ucapkanlah kata selamat
dan sampaikanlah kabar gembira ini."
Ka'b
menuturkan pengalamannya saat itu, "Rasulullah SAW melarang kaum
muslimin berbicara kepada kami (Ka'b, Hilal, Murrah) yang tidak ikut
ekspedisi itu. Semua orang menghindari kami dan sikap mereka kepada kami
berubah bahkan dunia tempatku berjalan seakan-akan asing. Kami
dikucilkan selama 50 hari. Dua sahabatku yang juga dikucilkan lebih
banyak mengurung diri dirumah meratapi nasib mereka. Namun, aku adalah
yang termuda diantara kami sehingga aku bisa ikut mengerjakan shalat
berjamaah dengan kaum muslimin dan berjalan-jalan dipasar-pasar meski
tak seorangpun yang mau bicara denganku. Aku pernah mendatangi
Rasulullah SAW ketika ia berkumpul bersaam para sahabat usai
melaksanakan shalat. Aku mengucapkan salam kepadanya tetapi ia bersikap
seakan-akan aku tidak ada. Aku mengerjakan shalat didekatnya dan
meliriknya. Ketika aku hendak mengerjakan shalat, ia berpaling kepadaku
dan ketika aku melihatnya, ia berpaling dariku.
Karena
semua orang terus menghindariku, aku pergi menuju perkebunan milik Abu
Qatadah yang tak lain adalah anak pamanku dan orang yang paling
kucintai. Aku melompati pagar kebunnya dan kemudian mengucapkan salam
kepadanya. Namun Abu Qatadah tidak membalas salamnya.
Ka'b berkata, 'Hai Abu Qatadah, aku menyerumu dengan nama Allah, apakah engkau tahu bahwa aku mencintai Allah dan Rasul-Nya?'
Abu
Qatadah tetap diam. Ka'b mengulang pertanyaannya. Abu Qatadah menjawab,
'Allah dan Rasulnya lebih mengetahui.' Mendengar jawabannya itu, air
mataku mengalir, lalu aku berbalik pergi.
Pada
hari kelima puluh sejak Rasulullah SAW melarang setiap orang berbincang
dengan kami, tepat setelah shalat subuh, ketika aku duduk diatas atap
rumahku, ketika jiwaku terasa sesak, dan ketika bumi yang sangat luas
terasa sesak menghimpitku " (QS.al-Tawbah(9):118), aku mendengar
seseorang berteriak lantang dari puncak bukit Sal :'Hai Ka'b ibn Malik,
gembiralah!" HR.Al-Bukhari.
Kita
mendapat banyak pelajaran dari riwayat itu yang tak bisa diabaikan
begitu saja. Banyak ulama yang telah menjelaskan hadist ini dari
berbagai sudut pandang, termasuk diantaranya yang terdapat dalam kitab
Zad al-Ma'ad dan Fath al-Bari.
Bukti
lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah mempergunakan teknik penyadaran
seperti ini adalah hadist yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dari Aisyah
yang mengatakan, "tidak ada perilaku yang paling dibenci Rasulullah SAW
selain dusta. Jika seseorang berdusta didepannya, Rasulullah SAW akan
menjadi sangat marah hingga ia mengetahui bahwa orang yang berdusta itu
telah bertaubat dan menyesali perbuatannya."
Sementara riwayat Ahmad disebutkan : "ia akan tetap menunjukkan kemarahannya kepada orang itu."
Menurut
riwayat lain :"jika salah seorang keluarganya berbohong maka Nabi SAW
akan terus berpaling darinya sampai ia menunjukkan penyesalannya kepada
Nabi." HR.Al-Hakim.
Riwayat-riwayat
diatas menunjukkan dengan jelas bahwa menghindar dan berpaling dari
orang yang melakukan kesalahan merupakan metode yang sangat efektif
untuk mengubah perilaku seseorang. Kendati demikian, metode ini baru
akan bekerja efektif jika orang yang berpaling itu memiliki kedudukan
yang lebih istimewa dibanding si pelaku. Jika kedudukan atau kehormatan
orang yang menjauhi itu biasa saja dan tidak lebih tinggi dibanding si
pelaku kesalahan, kemungkinan besar metode itu tidak akan berpengaruh,
atau bahkan mungkin si pelaku akan merasa senang karena dijauhi oleh
orang yang tidak menyukai perbuatannya.
31. DOAKANLAH KEBURUKAN BAGI ORANG YANG TERUS MENGULANGI
KESALAHANNYA.
Imam
Muslim r.a meriwayatkan bahwa seseorang makan dengan tangan kirinya di
depan Rasulullah SAW sehingga Rasulullah menegurnya, "Makanlah dengan
tangan kananmu!"
Orang itu berkata, "aku tidak bisa."
Rasulullah
lalu berujar, "mudah-mudahan selamanya kau tidak bisa!" Kesombongan
membuatnya enggan berubah. Sejak peristiwa itu ia tidak bisa mengangkat
makanan ke mulutnya.
Dalam
riwayat Ahmad, Iyas ibn Salamah ibn Al-Akwa meriwayatkan bahwa ayahnya
menuturkan, "Aku mendengar Rasulullah SAW berkata kepada seseorang
bernama Bisr ibn Ra'i al-Ir agar makan dengan tangan kanannya, karena
Rasulullah melihatnya makan dengan tangan kirinya. Bisr berkata, "Aku
tidak bisa."
Nabi
SAW lalu berkata, "mudah-mudahan kau tidak akan pernah bisa!" Dan sejak
itu tangan kanannya tak pernah bisa terangkat ke mulutnya.
Al-Nawawi
r.a berkomentar, "hadist ini menunjukkan bahwa kita boleh mendoakan
keburukan bagi orang yang melanggar syariat tanpa uzur atau halangan
apapun. Hadist ini pun mengajarkan kepada kita agar terus berusaha
menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan, bahkan sekalipun
dalam urusan makan." Shahih Muslim.
Lalu
apakah mendoakan keburukan kepada pelaku kesalahan tidak bertentangan
dengan salah satu metode yang dijelaskan diatas tentang larangan
membantu setan dengan memusuhi pelaku kesalahan. Doa keburukan yang
dimaksudkan disini merupakan bagian dari teguran atau peringatan agar si
pelaku tidak mengulangi kesalahannya.
32. BERPURA-PURA TIDAK MENGETAHUI KESALAHAN SESEORANG KARENA
MENGHARGAI KEDUDUKANNYA.
"Dan
ingatlah ketika Nabi membicarakan suatu peristiwa secara rahasia kepada
salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah). Maka tatkala (Hafsah)
menceritakan perisitwa itu kepada Aisyah dan Allah memberitahukan hal
itu (semua pembicaraan antara Aisyah dan Hafsah) kepada Muhammad lalu
Muhammad memberitahukan sebagian (yang diceritakan Allah kepadanya) dan
menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala
(Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu
Hafsah bertanya : "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?"
Nabi Menjawab: "Allah Yang Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal."
QS.Al-Tahrim(66):3.
Al-Qasimi
r.a berkata dalam Mahasin al-Ta'wil bahwa kata Nabi dalam frasa "Dan
ingatlah ketika Nabi" merujuk kepada Muhammad SAW. Frasa "kepada salah
seorang dari istri-istrinya" merujuk kepada Hafsah. Frasa "suatu
peristiwa" berarti bahwa Hafsah tidak boleh menceritakan apa yang
dikatakan Nabi SAW, atau apa yang ia haramkan atas dirinya sendiri
meskipun Allah telah membolehkannya. Frasa "Tatkala ia menceritakan
peristiwa itu" berarti ia menceritakan rahasia itu kepada sahabatnya
(Aisyah). Frasa "Allah memberitahukan hal itu kepada Muhammad" berarti
Allah memberitahukan kepada apa yanng Hafsah katakan kepada Aisyah.
Frasa "Muhammad memberitahukan sebagian" berarti bahwa ia memberitahukan
sebagian apa yang telah Hafsah katakan dengan maksud untuk menegurnya.
Frasa "menyembunyikan sebagian yang lain" berarti Muhammad tidak
menyampaikan sebagian yang lain karena menghormati Hafsah.
Diungkapkan
dalam al-Iklil: "ayat itu menunjukkan bahwa dibolehkan membicarakan
sesuatu rahasia kepada orang kita percayai, seperti pasangan atau
sahabat dekat kita seraya meminta kepadanya agar ia menyimpan rahasia
itu. Ayat itu juga menunjukkan bagaimana memperlakukan istri dengan
baik, bersikap lembut ketika menegurnya, dan tidak mengungkapkan seluruh
kesalahan yang dilakukannya."
Al-Hasan
berpendapat, "bukanlah seorang mulia orang yang mempermasalahkan setiap
kesalahan kecil." Sementara Sufyan mengatakan, "pura-pura tidak tahu
merupakan salah satu sikap orang yang mulia."
Kendati
demikian, penting untuk dicatat bahwa sikap pura-pura tidak tahu
seperti itu tidak berlaku untuk kesalahan-kesalahan serius, apalagi yang
berkaitan dengan syariat dan keyakinan Islam.
33. BANTULAH SAUDARA SESAMA MUSLIM UNTUK MEMPERBAIKI
KESALAHANNYA.
Abu
Hurairah r.a menuturkan bahwa ketika ia dan para sahabat duduk bersama
Rasulullah SAW, seorang laki-laki mendatanginya dan berkata, "Wahai
Rasulullah, hukumlah aku!"
Nabi SAW bertanya, "apa yang telah kau lakukan?"
Ia berkata, "aku telah menggauli istriku padahal aku sedang berpuasa."
Rasulullah SAW bertanya, "apakah kau mampu membebaskan seorang budak?"
"Tidak."
"Apakah kau memiliki harta untuk memberi makan enam puluh orang miskin?"
"Tidak."
Rasulullah
SAW terdiam karena tak ada lagi yang bisa menjadi kafaat untuk orang
itu. Tidak lama berselang, seseorang datang membawa sekeranjang kurma
sebagai sedekah. Rasulullah SAW bertanya, "Dimanakah orang yang tadi
bertanya?"
Laki-laki itu menjawab, "ini aku wahai Rasulullah."
"Ambillah kurma ini dan sedekahkanlah kepada orang miskin."
"Siapakah
yang lebih miskin dari pada diriku, wahai Rasulullah? Demi Allah, di
Madinah ini tidak ada keluarga yang lebih miskin dari pada keluargaku."
Rasulullah SAW tersenyum hingga giginya terlihat, kemudian bersabda, "berilah makan keluargamu dengan kurma ini." HR.Al-Bukhari.
34. TEMUILAH PELAKU KESALAHAN DAN AJAKLAH UNTUK MEMBICARAKANNYA.
Dalam
Shahih al-Bukhari diriwayatkan bahwa Abdullah ibn Amir menceritakan :
"Ayahku menikahkanku dengan seorang perempuan dari keluarga baik-baik.
Kadang-kadang ayahku datang kerumah dan menanyai menantunya tentang
suaminya. Istriku itu mengatakan, 'laki-laki yang sangat baik. Ia tidak
pernah tidur diatas ranjang kami, atau menggauliku sejak kami menikah.'
Setelah berlangsung lama dan jawabannya tidak berubah, ayahku
menyampaikan persoalan itu kepada Rasulullah SAW yang kemudian berkata,
'biarkanlah aku menemuinya.'
Karena itu, aku segera menemui Rasulullah SAW yang kemudian bertanya kepadaku, 'seberapa sering kau berpuasa?'
Aku menjawab, 'setiap hari.'
'Seberapa sering kau mengkhatamkan Al-Qur'an?'
'Setiap malam.'
Rasulullah bersabda, 'puasalah tiga hari tiap bulan, dan khatamkanlah Al-Qur'an sekali sebulan.'
'Aku bisa melakukan lebih dari itu.'
'Berpuasalah tiga hari stiap minggu.'
'Aku bisa melakukan lebih dari itu.'
'Jangan berpuasa selama dua hari, kemudian berpuasalah sehari.'
'Aku bisa melakukan lebih dari itu.'
'Lakukanlah
puasa yang paling baik, yaitu puasa Dawud, berpuasa sehari lalu tidak
puasa sehari berikutnya, dan khatamkanlah Al-Qur'an sekali setiap tujuh
hari.'
Andai
saja dahulu aku menerima keringanan yang diberikan oleh Rasulullah SAW
karena kini, ketika aku beranjak tua dan semakin lemah, aku harus
membaca Al-Qur'an pada siang hari juga agar pada malam harinya aku bisa
mengkhatamkannya dalam waktu tujuh hari. Ketika aku merasac lemah, aku
tidak berpuasa selama beberapa hari dan aku menghitung hari-hari yang
aku tidak berpuasa didalamnya untuk kemudian kugantikan pada hari-hari
lainnya. Aku tidak ingin menyerah dan menyalahi ucapan yang telah
kukatakan kepada Rasulullah SAW." Abu Abdullah berkata: "sebagian
periwayat mengatakan bahwa Abdullah ibn Amr menamatkan Al-Qur'an dalam
tiga hari. Ada juga yang mengatakan dalam lima hari, tetapi kebanyakan
mengatakan dalam tujuh hari." HR.Al-Bukhari.
Beberapa pelajaran penting yang dapat kita tarik dari riwayat ini diantaranya :
*Pertama:
Rasulullah SAW memahami masalah yang dialami oleh salah seorang
sahabatnya, yaitu Abdullah ibn Amr yang menyibukkan dirinya untuk
beribadah kepada Allah tetapi ia tidak meluangkan waktunya untuk
melaksanakan kewajibannya sebagai suami.
*Kedua:
Riwayat inipun memberi pelajaran bahwa apapun yang kita lakukan,
aktivitas ibadah kepada Allah harus berjalan seimbang dengan muamalah
kepada sesama manusia. Apapun pekerjaan kita, baik sebagai pelajar,
mubalig, alim ataupun yang lainnya, harus menyeimbangkan antara
aktivitas ibadah dan aktivitas muamalah. Dan yang paling penting, kita
harus memperhatikan kepentingan keluarga, termasuk istri dan anak-anak
kita, karena mereka berada dibawah tanggung jawab kita sebagai kepala
keluarga. Allah SWT membebankan kewajiban kepada semua manusia sesuai
dengan kemampuan mereka masing-masing. Jangan sampai kita memaksakan
diri untuk melakukan banyak ibadah sehingga kewajiban kita sebagai
kepala keluarga dan sebagai manusia terabaikan.
35. SAMPAIKANLAH SECARA LUGAS DAN TERUS-TERANG.
Al-Bukhari
r.a meriwayatkan bahwa Abu Dzarr bercerita, "Terjadi perselisihan
antara diriku dan seseorang. Ibu orang itu bukan seorang Arab dan aku
mengatakan sesuatu yang menyakitkannya. Ia mengadukan perlakuanku kepada
Rasulullah, yang kemudian menanyaiku, 'apakah kau menghina si fulan?'
Aku menjawab, 'ya.'
Ia bertanya lagi, 'apakah kau mengatakan sesuatu yang menyakitkan perihal ibunya?'
'Ya.'
'Berarti masih ada sifat jahiliyah dalam dirimu.'
'Aku mengatakannya karena usiaku yang semakin uzur, wahai Rasul.'
'Ya,
tetapi mereka adalah saudaramu. Allah telah memberimu kekuasaan dan
wewenang atas mereka. Barang siapa yang diberi kekuasaan atas orang
lain, ia harus berusaha memberi makan mereka sebagaimana ia memberi
makan dirinya sendiri; ia harus memberi mereka pakaian sebagaimana ia
sendiri memberi pakaian; dan ia tak seharusnya membebani mereka
pekerjaan yang tidak mampu mereka lakukan. Jika ia terpaksa memberi
mereka terlalu banyak pekerjaan, berusahalah untuk membantunya."
Rasulullah
SAW berbicara kepada Abu Dzarr dengan lugas dan jelas tanpa tedeng
aling-aling karena ia mengetahui bahwa Abu Dzarr akan menerima nasihat
serta tegurannya. Pendekatan seperti ini menjadi pendekatan yang sangat
efektif untuk dilakukan karena akan mengirit waktu dan energi. Selain
itu, orang yang ditegur tidak akan berburuk sangka atau salah memahami
apa yang kita sampaikan. Kendati demikian, pendekatan seperti ini tidak
bisa diterapkan kepada semua orang. Kita harus memperhatikan sifat dan
kepribadian seseorang, begitu juga lingkungan tempat kita akan
menyampaikannya sehingga teguran kita yang disampaikan secara lugas
tidak menyinggung atau menyakitinya.
Pendekatan
seperti ini jarang dipergunakan jika dikhawatirkan akan menimbulkan
dampak yang lebih buruk dan lebih serius atau jika ditengarai bahwa
teguran itu akan menghambat kepentingan yang lebih besar. Misalnya, jika
orang yang melakukan kesalahan itu adalah seorang penguasa atau
pemimpin yang punya wewenang atas orang lain, mungkin ia tidak akan
menerima teguran yang lugasa dan terus terang. Atau, mungkin jika
teguran atau nasihat yang lugas itu akan membuat seseorang merasa sangat
malu. Pendekatan langsung dan lugas seperti dalam riwayat diatas tak
perlu dipergunakan jika si pelaku kesalahan termasuk orang yang terlalu
sensitif dan cenderung merasa sakit hati serta bereaksi dengan buruk.
Tidak selayaknya pendekatan ini kita pergunakan jika dilandasi oleh
semangat kebencian dan permusuhan, apalagi bertujuan untuk merendahkan
dan mempermalukan seseorang sekaligus mengangkat martabat serta
kehormatan kita.
Sama
halnya, kita harus berhati-hati ketika hendak mempergunakan pendekatan
tak langsung agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.
Jelasnya, jika kita mempergunakan pendekatan tak langsung misalnya
menggunakan bahasa simbolis dan tidak menohok langsung pada persoalan si
pelaku kesalahan mungkin akan berpikir bahwa kita adalah orang bodoh
atau sedang mempermainkan dirinya. Ia tidak akan menyadari kesalahannya
apalagi mengubah perilaku dan sifatnya. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa cara atau pendekatan yang benar belum tentu efektif
jika kita tetapkan pada seseorang. Pada sebagian orang, kita bisa
menerapkan pendekatan yang bersifat langsung, tegas, dan lugas,
sementara pada sebagian lainnya dibutuhkan kepintaran untuk melihat dan
menganalisis kepribadian orang lain agar kita bisa memilih metode yang
lebih efektif.
36. JELASKANLAH KEPADA ORANG YANG BERBUAT SALAH BAHWA IA SEDANG
MELAKUKAN KESALAHAN.
Ajaklah
seseorang yang berbuat salah untuk berdiskusi dan membahas kesalahan
yang dilakukannya sehingga ia benar-benar menyadari bahwa perbuatannya
itu salah. Pembahasan dan obrolan dari hati ke hati dibutuhkan untuk
menyadari si pelaku sehingga ia mau mengubah perilakunya dan kembali ke
jalan yang benar. Berikut ini adalah hadist yang diriwayatkan oleh
al-Thabrani r.a dalam al-Mu'jam al-Kabir dari Abu Umamah r.a yang
mengatakan bahwa seorang anak muda mendatangi Rasulullah SAW dan
berkata, "wahai Rasul, izinkanlah aku untuk berzina."
Orang-orang yang hadir disana berteriak memarahi anak muda itu, tetapi Rasulullah SAW berkata, "Diam!"
Kemudian ia melanjutkan, "Biarkanlah ia tenang." Lalu, ia berpaling kepada anak muda itu, "kemarilah."
Anak muda itu mendekat dan duduk dihadapan Rasulullah SAW yang berkata kepadanya, "apakah kau suka jika ibumu dizinai?"
"Tidak."
"Maka, begitu pun orang lain. Mereka tidak akan suka jika ibu mereka dizinai?"
Kemudian Rasulullah bertanya lagi, "apakah kau suka jika anak perempuanmu dizinai?"
"Tidak."
"Demikian juga, orang-orang tidak suka jika anak perempuan mereka dizinai. Apakah kau suka jika saudarimu dizinai?"
"Tidak."
"Demikian juga, orang-orang tidak suka jika saudari mereka dizinai. Apakah kau suka jika saudari ayahmu dizinai?"
"Tidak."
"Demikian juga, orang-orang tidak suka jika saudari ayah mereka dizinai. Dan apakah kau suka jika saudari ibumu dizinai?"
"Tidak."
"Demikian juga, orang-orang tidak suka jika saudari ibu mereka dizinai."
Kemudian
Rasulullah SAW meletakkan tangannya diatas dada anak muda itu dan
berkata, "ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, sucikanlah hatinya, dan
lapangkanlah dadanya."
37. JELASKANLAH BAHWA ALASAN ORANG ITU MELAKUKAN KESALAHAN
TIDAK BISA DITERIMA.
Beberapa
orang yang melakukan kesalahan berusaha menutup-nutupinya atau
mengemukakan berbagai alasan yang tidak bisa diterima, terutama ketika
mereka tertangkap basah saat melakukan kesalahan. Sebagian mereka
mungkin tampak gagap ketika mengemukakan alasan, terutama orang yang
tidak pandai berdusta karena pada dasarnya mereka baik hati.
Bagaimanakah semestinya seorang pendidik menghadapi situasi seperti ini?
Riwayat berikut ini menggambarkan tindakan cerdas yang dipraktikkan
oleh Rasulullah SAW ketika menghadapi seorang sahabat yang melakukan
dalih atas kesalahannya. Riwayat ini juga menunjukkan kepada kita
bagaimana si pendidik harus terus mengikuti argumentasinya sampai pelaku
kesalahan mengakui dan menerima kesalahannya serta mau memperbaiki
diri.
Khuwait
ibn Jubair r.a bercerita, "kami berkemah bersama Rasulullah di Marr
al-Zahran (sebuah tempat dekat Makkah). Aku keluar dari tendaku dan
melihat beberapa perempuan sedang bercengkerama. Aku menyukai mereka
sehingga aku kembali, mengeluarkan petiku, dan mengambil sehelai
pakaian. Aku letakkan kembali peti itu, mendekati para wanita tersebut,
lalu duduk bersama mereka. Rasulullah SAW datang dan menyeru, 'Hai Abu
Abdullah!" Rasulullah menegurku karena aku duduk dengan para wanita yang
bukan mahram. Saat melihat Rasulullah, aku merasa takut dan gagap,
berusaha mencari-cari alasan. Aku katakan kepadanya, "wahai Rasul,
untaku hilang dan aku mencari tali untuk mengikatnya."
Mendengar
aku berdalih, Rasulullah beranjak pergi dan aku mengikutinya. Tiba-tiba
ia melemparkan jubahnya kepadaku dan berjalan menuju pepohonan yang
rindang aku melihat putih dadanya diantara warna daun pepohonan yang
menghijau ketika ia menunaikan hajat, lalu mengambil berwudhu. Usai
berwudhu, Nabi SAW berbalik mendekatiku dengan air yang menetes dari
jenggot sampai dadanya. Rasul berkata, 'hai Abu Abdullah, apa yang
terjadi pada untamu yang hilang?' Saat itu aku tidak bisa menjawabnya.
Setelah
cukup beristirahat kami melanjutkan perjalanan hingga di sebuah tempat,
aku berpapasan dengannya dan ia berkata kepadaku, "assalamualaika hai
Abu Abdullah. Apa yang terjadi pada untamu yang hilang?"
Aku
sadar dan tak kuasa menjawab pertanyaannya. Dalam perjalanan pulang,
aku bergegas ke Madinah dan setibanya disana aku menghindari masjid dan
perkumpulan yang dihadiri oleh Rasulullah SAW. Aku terus berlaku seperti
itu untuk waktu yang cukup lama hingga pada suatu hari, aku mencoba
pergi ke mesjid ketika orang-orang telah membubarkan diri. Setibanya di
mesjid aku segera mendirikan shalat, tetapi tiba-tiba aku mendengar
Rasulullah SAW keluar dari rumahnya, memasuki mesjid, lalu mendirikan
shalat dua raka'at. Aku sengaja berlama-lama melaksanakan shalat
berharap ia segera beranjak pulang kerumahnya dan meninggalkanku. Tetapi
Rasulullah SAW berkata, 'shalatlah selama apapun kau suka, hai Abu
Abdullah, karena aku tidak akan meninggalkanmu sampai kau selesai.'
Aku
berkata kepada diriku sendiri, 'Demi Allah, aku harus meminta maaf
kepada Rasulullah SAW dan berusaha membuatnya ridha kepadaku.' Setelah
aku melaksanakan shalat, Rasulullah SAW bersabda, "Assalamualaika, hai
Abu Abdullah. Apa yang terjadi pada untamu yang hilang?"
Aku menjawab, 'Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, untaku tidak pernah hilang sejak aku menjadi muslim.'
Rasulullah SAW bersabda, 'mudah-mudahan Allah mengampunimu, mudah-mudahan Allah mengampunimu.'
Sejak saat itu ia tak pernah menyinggung masalah unta itu."
Jika
kita perhatikan, kita dapat melihat betapa cerdas metode yang
dipraktikkan Rasulullah SAW untuk menyadarkan sahabatnya yang melakukan
kesalahan. Ketika mendengar atau melihat salah seorang sahabatnya
melakukan kesalahan, ia tidak pernah menunda untuk menegurnya. Ia tidak
akan membiarkan atau meninggalkan si pelaku kesalahan itu hingga ia
benar-benar menyadari kesalahannya dan bertekad untuk memperbaiki
dirinya. Ada beberapa pelajaran lain yang dapat kita tarik dari riwayat
ini :
1.
Seseorang yang melakukan kesalahan atau dosa akan merasa malu kepada
pemimpin yang dihormati, apalagi jika ia tertangkap basah melakukan
kesalahan.
2.
Cara seorang pendidik atau mubalig berbicara dan menginterogasi
seseorang, meskipun dilakukan dengan singkat, akan menimbulkan dampak
yang besar.
3.
Rasulullah tidak membantah atau mematahkan argumen yang diungkapkan
sahabatnya secara langsung, meskipun ia mengetahui bahwa sahabatnya itu
berkelit dan mencari-cari alasan. Rasulullah menghindarinya terlebih
dahulu sehingga sahabatnya itu sadar dan kemudian menegurnya lagi pada
waktu lain. Setelah beberapa kali teguran, sahabat itu akhirnya
menyadari dan benar-benar menyesali perbuatannya.
4.
Pendidik yang baik adalah orang yang membuat seorang pelaku kesalahan
merasa sangat malu kepadanya sehingga pelaku itu akan berbicara terus
terang dan jujur mengakui kesalahannya.
5.
Perubahan sikap si pelaku kesalahan, dalam riwayat ini, ditandai dengan
munculnya kesadaran dan pengakuan yang jujur bahwa ia benar-benar
melakukan kesalahan dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
Seorang
pendidik atau pemimpin yang memiliki pengaruh besar terhadap
orang-orang yang di didik atau dipimpinnya pasti akan menegur atau
menasihati orang yang berbuat salah. Nasihat dan tegurannya akan
berdampak besar pada perubahan sikap dan perilaku seseorang dibanding
pemimpin atau pendidik yang tidak dihormati atau dihargai oleh bawahan
atau anak didiknya. Selain itu, seorang pemimpin atau pendidik harus
memperhatikan kepentingan orang lain ketika menegur mereka sehingga
tindakannya itu benar-benar efektif dan berpengaruh.
38. PERHATIKANLAH WATAK DAN SIFAT MANUSIA.
Contoh
berikut ini menggambarkan kecemburuan yang biasanya menjadi sifat khas
kaum wanita, terutama dalam kasus seorang istri kepada madunya. Riwayat
berikut ini bertutur tentangi stri Rasulullah yang mencemburui istrinya
yang lain dan ia dipanas-panasi oleh istrinya yang lain. Rasulullah SAW
sangat memahami kecemburuan yang bersarang dalam dada istri-istrinya
sehingga ia senantiasa bersikap hati-hati memperlakukan dan menyikapi
mereka. Ia selalu menyikapi mereka dengan sabar, adil, dan jujur ketika
menegur atau menasihati istri-istrinya yang berbuat salah.
Al-Bukhari
r.a dalam Shahih-nya meriwayatkan dari Anas bahwa ketika Rasulullah SAW
sedang berada dirumah salah seorang istrinya, datang seorang pelayan
membawa sebuah bejana berisi makanan kiriman dari salah seorang Ummul
Mukminin. Istri yang sedang bersama Nabi hendak menolak kiriman itu dan
ia menarik tangan si pelayan sehingga bejana itu jatuh dan pecah menjadi
dua sementara isinya berserakan di lantai. Rasulullah SAW memunguti
serpihan bejana itu dan menghimpunnya kembali menjadi satu sambil
berkata kepada si pelayan, "Ibumu cemburu."
Kemudian
ia meminta si pelayan untuk menunggu sampai ia mengganti bejana yang
pecah untuk diberikan kepada Ummul Mukminin yang mengirimnya dan
memberikan bejana yang pecah kepada istri yang memecahkan bejana itu."
Kecemburuan
telah menjadi watak alami seorang perempuan sehingga sering kali mereka
melakukan sesuatu yang tidak pantas tanpa memikirkan akibat buruk yang
akan menimpa diri mereka atau orang lain. Kecemburan sering kali
menutupi akal sehat sehingga mereka tidak dapat memikirkan akibat dan
berbagai kemungkinan yang terjadi dari perbuatannya. Rasulullah sangat
memahami perilaku dan watak istri-istrinya sehingga ia selalu bersikap
sabar dan menanggapi kecemburuan mereka dengan kelembutan dan kasih
sayang, kecuali pada beberapa kasus tertentu ketika perbuatan atau
perilaku mereka yang didorong oleh rasa cemburu dianggap keterlaluan dan
melewati batas.
Dikutip dari buku Cara cerdas Nabi mengoreksi kesalahan orang lain (Syekh Muhammad Saleh al-Munajjid