Kamis, 29 November 2012

KEKELIRUAN DALAM MEMILIH PENERIMA SEDEKAH

Beberapa kekeliruan dibawah ini menjelaskan beberapa poin yang mungkin luput dari perhatian sebagian umat Islam. Mungkin karena kurangnya waktu untuk mendapatkan informasi agama dan syariah. Ada beberapa kategori prioritas yang ditekankan oleh agama dalam memilih kepada siapa kita menyerahkan sedekah. Pada segmen ini, titik beratnya adalah kesempurnaan sedekah dengan mengikuti skala prioritas yang dianjurkan agama demi kesempurnaan, kemaslahatan dan manfaat sedekah yang lebih menyeluruh. Jadi, bukan pada segmen hukum diterima atau tidaknya sedekah jika tidak mengikuti urutan prioritas ini. Untuk itu, berikut ini beberapa prioritas yang digariskan agama.

Pada hakikatnya seseorang yang ingin bersedekah diberi ortoritas dalam memilih siapa penerima yang ia pilih, sebagaimana hadist Nabi menegaskan hal ini,

"Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda,'Bersedekahlah! Seseorang menanggapi,'Ya Rasulullah, saya memiliki satu dinar (rezeki)'. Rasul berkata,'Bersedekahlah untuk dirimu'. Ia berkata,'saya masih punya sisanya'. Kata Rasul,'berikan kepada istrimu'. Ia berkata,'masih ada yang lain'. Kata Rasul,'berikan kepada anakmu!' Masih ada yang lain'. Kata Rasul,'berikan kepada pelayanmu!' Masih ada yang lain'. Rasul berkata,'Terserah kamu (kamu lebih tahu)". Sunan An-Nasa'i, hadist no.(2534) 5/66.




          1. TIDAK MEMPRIORITASKAN KERABAT.


Memprioritaskan kerabat juga perlu diperhatikan. Bagaimana munkgin seseorang bersedekah kepada orang lain sementara masih ada kerabatnya yang sangat membutuhkan kecuali untuk alasan-alasan yang krusial. Jika khawatir kerabat tersinggung, tekniknya bisa dengan berbagai cara, baik melalui orang lain atau dengan rahasia dan cara-cara lainnya yang tidak menyinggung.



Ada dua keuntungan bagi pemberi sedekah ketika memilih kerabat sebagai penerima sedekahnya. Pertama, keuntungan pahala sedekah. Kedua, mempererat hubungan kekerabatan, mempererat tali persaudaraan. Lihat hadist Nabi berikut,

"Sedekahmu kepada sesama muslim adalah bernilai sedekah, sementara kepada kerabat bernilai sedekah dan ikatan tali persaudaraan". (HR.Ath-Tarmidzi)


Demi keuntungan yang lebih banyak, satu ibadah bernilai dua kebaikan. Oleh sebab itu, memprioritaskan kerabat sebagai calon penerima sedekah, perlu dipertimbangkan. Kekeliruan bersedekah dengan tidak mendahulukan kerabat tidak berakibat kepada ditolaknya nilai sedekah dimata Allah. Tetapi, poinnya adalah lebih berkahnya nilai sedekah, jika dilihat dari prioritas orang terdekat dengan si pemberi sedekah. Namun, bila faktornya adalah siapa yang paling membutuhkan, maka bisa dilihat kepada keadaan si penerima sedekah.


"Dari Abu Sa'id Ak-Khudri ra, Rasulullah selesai melakukan shalat Adha dan fitri, beliau berpesan pada orang-orang dan memerintahkan mereka untuk bersedekah. Beliau berkata,'wahai manusia, bersedekahlah!' Kepada perempuan beliau juga berpesan,'wahai para wanita, bersedekahlah. Sungguh aku melihat kebanyakan penghuni neraka itu adalah perempuan'. Mereka bertanya,'mengapa bisa begitu, ya Rasulullah?' Rasul menjawab,'kalian banyak melaknat (mencaci) dan membantah keluarga. Aku tidak melihat penyebab kekurang pintaran dan kekurangsalehan yang menghilangkan kemurnian pikiran laki-laki, kecuali kalian para wanita'. Kemudian Nabi beranjak dan tatkala sampai kerumahnya, Zainab istri Ibnu Mas'ud minta izin bertamu, Ibnu Mas'ud berkata,'Ya Rasulullah, ini Zainab'. Nabi bertanya,'Zainab yang mana?' Dijawab,'Zainab istrinya Ibnu Mas'ud'. Nabi berkata,'oh ya, izinkan dia masuk'. Zainab berkata,'wahai Rasul, engkau menyuruh hari ini untuk bersedekah. Aku mempunyai perhiasan, aku ingin menyedekahkannya'. Kata Ibnu Mas'ud,' dia dan anak kami lebih berhak menerimanya'. Nabi berkata,'Ibnu Mas'ud itu benar, suamimu dan anakmu lebih berhak menerimanya". (HR.Bukhari).




          2. TIDAK MEMPRIORITASKAN FAKIR DAN MISKIN.


Memprioritaskan fakir miskin bukanlah sesuatu yang wajib dilakukan. Hal ini hanyalah skala prioritas. Pemberi sedekah pasti selalu ingin sedekah yang ia berikan bernilai dimata Allah, dan mendapat ridha Allah. Maka agama memberi petunjuk skala prioritas untuk dipilih, siapa yang paling tepat lebih dahulu diberikan sebelum yang lainnya.


"Berinfaklah kepada orang-orang fakir yang terikat oleh jihad dijalan Allah; mereka tidak dapat berusaha dibumi. Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (dijalan Allah), sesungguhnya Allah maha mengetahui. Orang-orang yang menafkahkan hartanya dimalam dan disiang hari secara tesembunyi dan terang-terangan, mereka mendapat pahala disisi tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati".


Kriteria fakir dalam ayat ini sebenarnya masih menyimpan skala prioritas bagi pemberi sedekah yang ingin terus menyempurnakan nilai sedekahnya. Fakir akibat terlalu sibuk jihad dijalan Allah termasuk prioritas ayat ini, dibanding fakir yang tidak jihad. Dewasa ini, hal seperti ini bisa diartikan mereka yang mendapat panggilan jiwa mengabdikan ilmu, kemampuan, dan pengabdian masyarakat yang membuat mereka kekurangan waktu untuk mencari nafkah untuk diri dan keluarga mereka sendiri. Contohnya seperti guru bantu didaerah tepencil yang tidak dibayar. Atau, jihad kedaerah perang sehingga meninggalkan keluarga yang harus dinafkahi.





          3. TIDAK MEMPRIORITASKAN ORANGTUA.


Orangtua yang fakir merupakan prioritas agama juga ketika memilih siapa penerima sedekah yang akan diberikan. Banyak orangtua yang tidak memadai hidupnya tapi enggan juga untuk meminta-minta. Mereka ini adalah orang terhormat, bersih walau miskin, rapi walau sederhana, taat beragama, sangat menghargai diri mereka sendiri. Ciri seperti ini banyak kita temukan didalam masyarakat. Orangtua yang sudah pensiun tapi bekal hari tuanya tidak mencukupi sementara anak-anaknya tidak mapan. Sebagian orang yang datang ke mesjid dengan rapi dan bersih, tanpa kita sadari sebenarnya ada diantara mereka yang sangat membutuhkan bantuan, tetapi mereka tidak menampakkannya. Hanya orang-orang yang mempunyai kepekaan sosial yang tinggilah yanng mengerti siapa mereka dan memberi bantuan.


"Berinfaklah kepada orang-orang fakir yang terikat oleh jihad dijalan Allah. Mereka tidak dapat berusaha dibumi. Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak".


Ayat diatas mengisyaratkan untuk memerhatikan penerima-penerima infak dan sedekah. Juga, menganjurkan agar lebih mengasah kepekaan sosial kita yang terkadang tertutupi oleh pergulatan dunia yang sangat menyita waktu dan tenaga kita.





          4. TIDAK MEMPRIORITASKAN FAKIR YANG SAKIT.


Prioritas berikutnya adalah fakir yang sakit. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa penyakit yang diderita seseorang selalu menyita biaya yang tidak sedikit apalagi penyakit yang diderita adalah penyakit yang membutuhkan perawatan ekstra. Ini juga sering luput dari perhatian kita, bahwa banyak pasien yang ada dirumah sakit, puskesmas, klinik tradisional, atau disekelilingi kita adalah orang-orang fakir yang sakit yang tidak punya biaya atau kekurangan biaya untuk berobat. Al-Qur'an mengingatkan ini masih dalam ayat yang sama, QS.Al-Baqarah ayat 273. Jarang sekali seseorang yang hendak menyerahkan sedekahnya dengan sengaja mendatangi tetangganya, dengan alasan malu, merasa tidak enak, atau takut tersinggung. Oleh karena itu, kita perlu memerhatikan kembali kandungan ayat diatas untuk lebih meluangkan perhatian pada fakir-fakir yang tidak mau meminta-minta dengan secara terang-terangan.





          5. TIDAK MEMPRIORITASKAN FAKIR YANG TERANCAM KARENA
             JIHAD.


Fakir yang terancam karena jihad maksudnya adalah mereka yang tidak sempat mencari nafkah karena jihad dijalan Allah.


"Berinfaklah kepada orang-orang fakir yang terikat oleh jihad dijalan Allah;mereka tidak dapat berusaha di bumi".



Pada zaman Rasulullah,ayat diatas tujukan kepada mereka yang ikut jihad berperang dijalan Allah. Atau, mereka yang sering diutus ke wilayah-wilayah penyebaran Islam untuk dakwah. Dewasa ini, kelompok seperti ini adalah mereka yang banyak melakukan pengabdian masyarakat, baik dakwah, atau tujuan sosial lainnya. Hal ini menyita waktu dan tenaga, sehingga mereka tidak sempat meluangkan waktu yang cukup untuk mencari nafkah bagi dirinya atau keluarganya.  Mereka ini seperti orang-orang yang merelakan dirinya berdakwah ketempat yang membutuhkan dan tidak dibayar secara layak, atau tidak dibayar sama sekali. Atau juga, sukarelawan-sukarelawan bencana alam dan daerah konflik. Sebagian mereka tidak dibayar atau tidak dibayar secara layak. Mereka juga meninggalkan keluarga  didaerah asal, bagi yang tidak membawa keluarganya. Itu pulalah diantara urgensinya pada zaman Rasul dan khula-faur Rasyidin membentuk Baitul Mal supaya mereka ini mendapat tunjangan dari Baitul Mal. Orang-orang seperti ini banyak kita temukan disekeliling kita dan sering luput dari perhatian kita termasuk orang-orang yang menuntut ilmu, mereka yang mengabdi di mesjid, dan sebagainya.





          6. TIDAK MEMILIH ORANG SALEH.


Kekeliruan lain yang perlu diperhatikan oleh seorang yang akan bersedekah adalah pemilihan penerima sedekah. Sebaiknya selain keluarga, fakir, miskin maka pilihlah yang saleh. Hal ini perlu diperhatikan demi mencapai manfaat yang lebih maksimal. Harta yang disedekahkan tentunya memindahkan pengelolaan dan pemanfaatan harta tersebut kepada penerima sedekah. Jika yang terpilih adalah orang yang akan menyalurkannya kepada yang tidak benar seperti penjudi, pencuri, peminum, atau pezina ada kemungkinan dimanfaatkan dijalur yang menjadi hobinya.


Kemudian orang tersebut doanya tidak lebih manjur secara hitung-hitungan manusia dibanding ornag saleh. Malah, terkadang dia lupa mendoakan pemberi sedekah. Jika penerima adalah seorang yang saleh taat agama maka besar kemungkinan dia akan mendoakan pemberi dan memanfaatkannya dijalan yang direkomendasikan agama. Sebagaimana kita pahami bersama, bahwa salah satu motivasi seseorang dalam bersedekah adalah ingin mendapat ridha dari Allah dan ingin didoakan oleh penerimanya. Sehingga, doa tersebut mengetuk 'Arsy Allah dan berimplikasi pada semakin cepatnya rahmat Allah turun kepada pemberi sedekah.


"Dari Abu Sa'id Al-Khudri ra, bahwa Nabi SAW bersabda,'perumpamaan mukmin seperti iman, seperti kuda pada tiang pengikatnya. Dia berkelana kemudian akan kembali ke tiang ikatannya. Dan sesungguhnya, seorang mukmin kadang lupa kemudian dia akan kembali kepada keimanan. Maka, berikanlah makanan kamu kepada orang bertakwa dan orang-orang mukmin yang baik (saleh)". (HR.Ahmad)


Siapa saja berhak menerima sedekah, baik dia saleh maupun fasik, kecuali diketahui kalau orang fasik akan membelanjakannya pada jalan yang haram. Jika tidak, sah memberi sedekah kepada siapa saja.


Harus dicatat juga kalau hal ini tidak mutlak ketika tidak ada pilihan lain dalam memilih penerima sedekah. Artinya, bersedekah kepada siapapun sah menurut agama. Namun, jika ada pilihan penerima sebagaimana yanbg direkomendasikan agama maka hal itu akan lebih sempurna dan lebih cepat dalam mendatangkan rahmat. Prioritas ini adalah dalam keadaan antara memilih dua atau lebih objek penerima sedekah. Hal ini dipertegas oleh hadist Nabi yang mengatakan,


"Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah bersabda,'seseorang menyatakan saya akan mengeluarkan sedekah, kemudian dia menyerahkannya kepada seorang pencuri'. Para sahabat mengkritiknya,'mengapa disedekahkan kepada pencuri?' Nabi berkata,'Ya Allah, itu terpuji'. Pernah diberikan ke tangan pezina, dikritik mengapa diberikan malam hari kepada pezina. Nabi berkata,'Ya Allah, itu terpuji'. Kemudian pernah diberikan kepada orang kaya, dikritik lagi. Nabi berkata,'Insya Allah kamu terpuji kalaupun diberikan kepada pencuri, pezina, atau orang kaya'. Dikatakan kepadanya,'adapun sedekahmu kepada pencuri, mudah-mudahan dia menjadi berhenti mencuri. Adapun kepada pezina, mudah-mudahan dia berhenti dari berzina. Adapun kepada orang kaya, mudah-mudahan dia mengambil ibrah dan mulai berinfak dijalan Allah". HR.Bukhari.





          7. TIDAK MENDAHULUKAN ORANG YANG BERUTANG.


Rasulullah berpesan untuk mendahulukan orang yang berutang sebagai penerima sedekah. Ini merupakan pilihan lain dari prioritas yang harus menjadi perhatian setiap orang yang ingin menyalurkan sedekahnya. Hal ini agar tidak terjadi seseorang bersedekah pada seseorang atau yayasan, padahal kriteria prioritas diatas menunggu didepan mata, karena Rasul berpesan,

"Abu Sa'id Al-Khudri berkata, seseorang tertimpa musibah pada zaman Rasul lalu dia menjual kebunnya. Namun, utangnya masih banyak. Rasul berkata,'kalian berilah dia sedekah'. Maka, orang-orang bersedekah dan itupun belum cukup untuk membayar utang-utangnya. Rasul berkata kepada pemiutangnya,'ambillah apa yang kalian dapatkan dan itulah bayaran kalian". HR.Muslim.





          8. MEMPRIORITASKAN NON-MUSLIM.


Memilih non-muslim sebagai penerima sedekah tidak dilarang dalam tuntunan agama Islam. Pada zaman Rasulullah ada anggapan bahwa ayat-ayat tuntunan bersedekah terfokus pada umat Islam saja. PAda mulanya, Rasul pun memahami demikian. Menurut riwayat, para sahabat Nabi tadinya memberi sedekah kepada fakir miskinn penganut agama Yahudi dan Nasrani yang berdomisili di Madinah. Tetapi, semakin banyak kaum muslim yang membutuhkan bantuan, apalagi pasca hijrah, banyak muhajirin yang butuh bantuan. Rasul menasihati agar tidak perlu membantu yang bukan muslim. Sikap Rasul itu diluruskan oleh QS.Al-Baqarah ayat 272,

"Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk memberi taufik siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan dijalan Allah maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Alllah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup, sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)".


Jangan menjadikan bantuan apapun bentuknya, materi atau non materi sebagai cara untuk membujuk, menggiring atau memaksa orang lain memeluk agama Islam. Jangan juga perbedaan agama dijadikan alasan atau penghalang untuk tidak memberi bantuan atau sumbangan kepada siapapun yang butuh, karena hanya Allah lah yang mempunyai hak prerogatif terhadap siapa yang mendapat hidayah atau siapa kehilangan hidayah.


Bisa dipahami dari koreksi ayat terhadap sikap awal Rasulullah, bahwa membatasi penerima sedekah memang tidak dibolehkan dalam Islam. Tetapi, membuat skala prioritas menjadi penting disaat kaum muslim keadaannya perlu di prioritaskan. Prioritas ini tidak mengakibatkan nilai sedekah seseorang hilang dimata Allah, tapi idealnya mendahulukan muslim dari non muslim ketika perlu memilih akan lebih bermanfaat dibanding sebaliknya.


"Sa'id bin Jubair berkata,'Rasulullah bersabda,'jangan kalian bersedekah kecuali kepada yang seagama'. Maka, Allah menurunkan QS.Al-Baqarah ayat 272. Rasulullah bersabda lagi, 'bersedekahlah kepada pemeluk agama apa saja".




          9. PENERIMA TIDAK BERTERIMA KASIH.


Ada juga kekeliruan dari pihak penerima sedekah bahwa dia lupa berterima kasih kepada pemberi sedekah. Kesalahan ini tidak fatal, tetapi berkaitan dengan keikhlasan pemberi setelah itu. Jika penerima berterima kasih maka pemberi akan merasa senang dan rasa senang akan mengarah kepada kebahagiaan. Hal ini akan berimplikasi pada meningkatnya gairah untuk bersedekah kembali pada kesempatan yang berbeda, walaupun dengan penerima yang sama atau penerima yang berbeda.


"Nu'man bin Basyir berkata, Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa bersyukur sedikit, dia tidak mungkin bersyukur banyak. Siapa yang tidak berterima kasih kepada orang, berarti dia tidak berterima kasih kepada Allah. Ber-tahadduts dengan nikmat Allah berarti dia bersyukur, meninggalkannya adalah kufur. Jamaah adalah rahmat dan perpecahan adalah azab".


Kekeliruan ini tidak berakibat pada batalnya sedekah. Namun, akan berpengaruh pada gairah bersedekah berikutnya. Artinya kekeliruan ini hanya pada adab dan etika bersedekah.





         10. PENERIMANYA TIDAK MENDOAKAN.


Mendoakan orang yang memberi merupakan tanda syukur penerima kepada Allah atas rahmat yang Allah berikan kepadanya melalui pemberi sedekah. Allah tidak kekurangan satu sebab pun untuk membagikan rahmatnya didunia ini. Pada hakikatnya, kita semua didunia ini adalah distributor terhadap rezeki yang Allah titipkan kepada kita untuk disalurkan kepada pos-pos yang nantinya Allah akan tunjukkan sebab-sebab penyalurannya, baik yang bisa terduga. Terduga artinya manusia bisa menduga sebab distribusi dan objek distribusi. Semua orang tahu bahwa istri dan anak adalah objek distribusi yang wajib bagi suami. Sebabnya bisa diambil contoh ketika istri mau melahirkan maka itu menjadi sebab suami harus mendistribusikan unag bersalin. Tidak terduga artinya manusia tidak menduga apa yang akan Allah jadikan  sebab untuk seseorang mengeluarkan sedekah. Contohnya seperti tiba-tiba dipagi hari ketika kita mau berangkat kekantor, ada orang yang datang kerumah meminta sedekah, kemudian kita memberi. Kita tidak pernah menduga kalau gerakan keluarnya kita dari rumah menyebabkan langkah peminta-minta itu tergerak untuk singgah dan meminta sedekah.


Oleh karena itu, siapapun berkewajiban mensyukuri nikmat yang Allah berikan walaupun melalui sedekah. Salah satu cara mensyukuri nikmat itu adalah dengan mendoakan pemberi agar dia diberi rezeki yang lebih. Dan bisa saja doa itu juga menjadi sebab nanti kepada orang lain mendapat rezeki bagi orang lain, karena pemberi sedekah tadi tergerak lagi hatinya untuk terus membiasakan bersedekah. Allah SWT berfirman dalam QS.At-Taubah:103,

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Allah maha mendengar lagi maha mengetahui".


Tidak mendoakan pemberi tidak membatalkan pahala sedekah bagi pemberi. Namun, kekeliruannya adalah penerima tidak memanfaatkan pahala tambahan dari doa yang tidak dia panjatkan maka penerima akan senang jika kedengaran, atau Allah akan menambah rezekinya karena doa dan syukur dari penerima itu. Celaka bagi penerima yang tidak mendoakan, karena bisa jadi dia dianggap sombong dan tidak bersyukur di mata Allah.





         11. PENERIMA TIDAK MEMANFAATKAN SECARA BENAR.


Benar bahwa harta atau sesuatu yang sudah dipindahtangankan hak miliknya maka pengelolaannya juga sudah berpindah secara otomatis. Sedekah yang sudah diserahkan kepada penerima maka pengelolaan akan menjadi otoritas penerima sepenuhnya, akan dibelanjakan kemana dan untuk apa, sudah menjadi kewenangannya. Ketika seseorang bersedekah maka dia akan diganjar oleh Allah dan hubungan pengganjaran tersebut tidak terkait dengan penerima lagi kecuali ada Allah diantara keduanya. Maksudnya adalah jika pemberi memenuhi kode etik bersedekah dan meninggalkan larangan-larangannya maka balasannya adalah melalui perantara Allah. Seperti doa pemberi baru berpengaruh setelah ada Allah diantaranya.


Pada segmen ini, pemanfaatan sedekah yang sudah diterima oleh penerima sedekah adalah hak penuh pada dirinya. Ketika itu dimanfaatkan dijalan yang benar maka akan berkah untuk dirinya, apalagi dimanfaatkan pada kategori amal jariah. Seperti sedekah yang disalurkan ke yayasan pesantren, amal jariahnya akan terus mengalir kepada pemberi sedekah. Namun kalau disalurkan kepada seseorang atau kepada yayasan, kemudian mereka memanfaatkan dijalan yang tidak benar maka tidak terkait lagi pada pemberi, karena dia tidak tahu akan dimanfaatkan secara tidak benar. Kalau dia tahu maka besar kemungkinan tidak akan disalurkan lewat orang atau yayasan tersebut.


Penyaluran yang salah akan berakibat pada penerima sedekah. Secara langsung atau tidak langsung maka bantuan kepadanya akan berkurang. Langsung, jika dikemudian hari diketahui bahwa penerima menyalurkan secara salah maka pemberi akan kapok untuk memilih dia sebagai penerima, atau akan tersebar berita dan berujung pada kesepakatan untuk tidak memilih dia sebagai penerima. Tidak langsung artinya bisa saja Allah tidak menggerakkan siapapun untuk memilih dia sebagai penerima sedekah lagi.




         12. PENERIMA TIDAK MEMANFAATKAN SECARA BENAR.


Benar bahwa harta atau sesuatu yang sudah dipindah tangankan hak miliknya maka pengelolaannya juga sudah berpindah secara otomatis. Sedekah yang sudah diserahkan kepada penerima maka pengelolaannya akan menjadi otoritas penerima sepenuhnya, akan dibelanjakan kemana dan untuk apa, sudah menjadi kewenangannya. Ketika seseorang bersedekah maka dia akan diganjar oleh Allah dan hubungan tersebut tidak terkait dengan penerima lagi kecuali ada Allah diantara keduanya. Maksudnya adalah jika pemberi memenuhi kode etik bersedekah dan meninggalkan larangan-larangannya maka balasannya adalah melalui perantara Allah. Seperti doa pemberi baru berpengaruh setelah ada Allah diantaranya.


Pada segmen ini, pemanfaatan sedekah yang sudah diterima oleh penerima sedekah adalah hak penuh pada dirinya. Ketika itu dimanfaatkan dijalan yang benar maka akan berkah untuk dirinya, apalagi dimanfaatkan pada kategori amal jariah. Seperti sedekah yang disalurkan ke yayasan pesantren, amal jariahnya akan terus mengalir kepada pemberi sedekah. Namun kalau disalurkan kepada seseorang atau kepada yayasan, kemudian mereka memanfaatkan dijalan yang tidak terkait lagi pada pemberi, karena dia tidak tahu akan dimanfaatkan secara tidak benar. Kalau dia tahu maka besar kemungkinan tidak akan disalurkan lewat orang atau yayasan tersebut.


Penyaluran yang salah akan berakibat pada penerima sedekah. Secara langsung atau tidak langsung maka bantuan kepadanya akan berkurang. Langsung, jika dikemudian hari diketahui bahwa penerima menyalurkan secara salah maka pemberi akan kapok untuk memilih dia sebagai penerima, atau akan tersebar berita dan berujung pada kesepakatan untuk tidak memilih dia sebagai penerima. Tidak langsung artinya bisa saja Allah tidak menggerakkan siapapun untuk memilih dia sebagai penerima sedekah lagi.




         13. MENYEDEKAHKAN SEMUA HARTA. 


Walaupun pada persiapan perang tabuk, Abu bakar menyumbangkan semua hartanya. Tetapi pada saat yang sama, Rasulullah melarang Abdurrahman bin Auf yang ingin menyumbangkan juga semua hartanya, dengan alasan dia mempunyai kepentingan lain. Hal ini mengajarkan kita bahwa sisakanlah sebagian harta untuk kepentingan keluarga dan kepentingan hidup lainnya yang masih menjadi tanggung jawabnya. Firman Allah SWT, QS At-Taghabun : 64 menyatakan,

" Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung".


Ayat ini dipahami ulama sebagai anjuran menyedekahkan sebagian harta yang baik dijalan Allah. Dijelaskan juga tujuan sedekah dalam ayat ini adalah untuk mengikis sifat kikir dari dalam diri seorang yang bersedekah.




          14. PENERIMANYA MENGGERUTU TERHADAP SEDEKAH.


Adakalanya penerima sedekah bersikap tidak puas, bahkan menggerutu terhadap sedekah yang diterimanya. Terkadang dia menggerutu karena jumlah sedekah kurang banyak. Dia berkata,"bersedekah koq tanggung-tanggung, segini mana cukup untuk beli apa-apa". Atau, dia menggerutu karena jenis sedekah yang kurang sesuai dengan harapannya, seperti dia menerima sedekah berupa baju sementara dia merasa butuh uang, ia berkata,"coba dikasih uang saja (mentahnya saja), biar leluasa menggunakannya".


Yang lebih tidak pantas lagi kalau penerima sedekah marah-marah ketika diberi sedekah, sedang ia menerimanya. Hal-hal seperti ini merupakan sifat-sifat atau tindakan buruk penerima sedekah yang diceritakan dalam QS.At-Taubah:58-59,

"Diantara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat. Jika mereka diberi sebagian daripadanya, mereka bersenang hati. Dan jika mereka tidak diberi sebagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah. Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata,'cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula)Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka)".


Ayat ini turun ketika diantara orang-orang munafik ada yang mencela Muhammad SAW, menyangkut kebijaksanaannya dalam membagi sedekah. Orang munafik itu adalah kharqush bin zuhair yang dikenal juga dengan gelar Abu Al-Jawwad (orang gendut, angkuh dan banyak bicara). Rasulullah membagi bagian sedekah dari hasil rampasan perang. Ketidakpuasannya pada cara Nabi membagi sedekah, dia berkata kepada para sahabat lain, "tidakkah kalian melihat bahwa sahabat kalian (Muhammad) telah membagi-bagikan sedekah kepada para penggembala, sedang dia mengakui dirinya berlaku adil"?


Kisah ini kemiripannya dengan beberapa kericuhan dalam penertiban PKL oleh pamong praja. Awalnya PKL itukan meminta izin ikut berjualan sementara, selagi lahan itu tidak terpakai. Artinya, izin pemerintah atau pihak terkait saat itu diibaratkan bantuan sementara. Ketika tiba waktunya lahan itu akan dimanfaatkan dan difungsikan, mengapa penertiban yang dilakukan pamong praja sering berujung dengan kericuhan? Sejak mulai berdagang sampai penertiban merupakan batas bantuan, mengapa meminta lebih dengan penolakan penertiban?


Untuk itu, siapapun baik pemberi sedekah maupun penerima sedekah harus menghindari sikap menggerutu ketika bersedekah maupun menerima sedekah. Sikap menggerutu akan membatalkan pahala sedekah sebagaimana dikecam pada ayat diatas.





         15. KEKELIRUAN NIAT PENERIMA.



Jika niat atau motivasi seorang penerima sedekah tidak benar, hal ini juga merupakan sebuah kesalahan. Pada hakikatnya, seorang penerima sedekah berhak menerima sedekah haruslah dengan sebab kebutuhan. Artinya, orang tersebut layak menerima sedekah karena kebutuhan, baik karena fakir, miskin, keadaan terdesak, tertawan, tidak berdaya hingga butuh dibantu. Selain itu, memenuhi hak-hak orang lain juga dihitung sedekah oleh syariat. Seperti menyalurkan hawa nafsu pada tempatnya menjadi berpahala sedekah karena tidak disalurkan pada tempat yang salah.


Islam datang dengan tujuan untuk menyelamatkan umat kejalan yang baik. Allah menjanjikan kebahagiaan dunia dan akhirat bagi siapa saja yang taat dan takwa kepada Allah. Sehingga janggal rasanya jika seseorang yang takwa atau muhsin mendapatkan kehidupan yang tidak berkah. Tidak mungkin Islam menjanjikan sesuatu yang tidak sesuai antara teori dan fakta. Jika faktanya seorang muslim tidak berkah hidupnya maka perlu diajukan pertanyaan ketakwaannya. Islam menganjurkan untuk menjadi orang tangannya diatas, bukan dibawah.


Hadist Rasulullah yang sejalan dengan pernyataan diatas menyebutkan,

"Apapun yang dimakan oleh seseorang sebaiknya dari hasil usaha tangannya sendiri. Sesungguhnya makanan Nabi Daud selalu dari hasil usaha tangannya sendiri". (HR.Bukhari)


"Ada 3 kategori tangan maka tangan Allah adalah yang paling ulya (atas), tangan pemberi berikutnya, dan tangan peminta yang terbawah. Oleh sebab itu, berikanlah kebaikan (manfaat) dan jangan jadikan dirimu lemah (jangan rendahkan dirimu)". (HR.Abu Daud).


Sementara dewasa ini, sebagian penerima sedekah justru menjadikan hasil sedekah sebagai profesi. Hal ini tidak sejalan dengan apa yang dianjurkan oleh Islam. Dengan demikian, ada baiknya untuk tidak memilih mereka yang menjadikan sedekah sebagai penghasilan utama sebagai penerima sedekah. Selain sedekah bertujuan untuk membantu yang membutuhkan dan mencari ridha Allah, juga bertujuan mengurangi kemiskinan dengan meningkatnya alumni-alumni "tangan dibawah"ke posisi"tangan diatas".





         16. TIDAK MEMPRIORITASKAN YANG SEDANG MENUNTUT ILMU DAN 
             FISABILILLAH.


Menuntut ilmu dijelaskan dalam Al-Qur'an dengan tegas akan mendapatkan peningkatan derajat dimata Allah dan manusia. Secara sederhana, hal ini bisa kita pahami bahwa dengan ilmu seseorang akan lebih bijaksana dalam memandang sebuah permasalahan dan lebih arif dalam mendalami apa yang Allah dan Rasul-Nya maksudkan tentang agama menuju Allah. Hal ini ditegaskan dalam surat Al-Mujadalah:11,

"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu,"berlapang-lapanglah dalam majelis" maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan,"Berdirilah kamu" maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.


Eksistensi seorang penuntut ilmu selama ia menuntut ilmu merupakan salah satu waktu atau masa primer yang diberkahi Allah. Argumentasinya adalah bahwa selama ia menuntut ilmu, distribusi aktivitasnya mayoritas fisabilillah (dijalan Allah). Kemudian, pasca menuntut ilmupun aktivitasnya diharapkan akan memberi manfaat bagi manusia. Walaupun faktanya sebagian ilmuwan ada yang tidak memanfaatkan ilmunya secara benar. Seperti orang-orang yang belajar agama Islam, tapi kemudian merongrong Islam sesudahnya. Untuk itu, Ulama membagi dua kategori dalam memahami ajaran Lukman Al-Hakim.


"Ilmuwan yang bijaksana akan mengajak manusia untuk mengamalkan sesuatu dengan diam dan kewibawaan, sementara ilmuwan yang dungu akan menyesatkan dan menjauhkan orang dari amalnya dengan banyak bicara dan berlebihan".


Maksud perkataan ini adalah ilmuwan yang bijak akan mengundang orang untuk menirunya dengan bijak dan wibawa. Sebaliknya, ilmuwan dungu akan banyak bicara dan tidak sesuai dengan perbuatan, bahkan ia tidak rela orang lain menyamai pencapaiannya.


Kaitannya dengan sedekah adalah bahwa orang yang menuntut ilmu sedang berada dalam waktu primer dan doa mereka berpotensi cepat diijabah oleh Allah. Pemanfaatan ilmu mereka akan memberi pahala yang berkepanjangan. Diatas telah kita jelaskan bahwa balasan sedekah akan cepat datang jika penerimanya adalah orang yang butuh, saleh dan bertakwa.


Penuntut ilmu menjadi prioritas jika pilihan yang ada adalah penerima yang lebih rendah skala prioritasnya. Seperti penerima yang ada adalah mahasiswa yang tinggal di mesjid dibanding peminta-minta yang membawa daftar sumbangan dan sudah berkali-kali datang dan tak pernah selesai. Sampai-sampai, anda sudah beranggapan bahwa sumbangan itu berubah tujuan dari pembangunan menjadi konsumsi pribadi.





         17. TIDAK MEMPRIORITASKAN JANDA, PELAYAN, ORANG YANG 
             DITAWAN.



keempat golongan ini perlu di prioritaskan ketika pilihan saat menyerahkan sedekah adalah mereka yang paling membutuhkan. Tentunya prioritas disini bukanlah sebuah kewajiban yang jika tidak didahulukan lantas sedekah batal. Namun, tujuannya adalah sebaiknya sedekah memilih golongan-golongan yang di prioritaskan agama. Semakin memperhatikan prioritas maka semakin manfaat sedekah yang di distribusikan. Pada saat yang sama semakin cepat juga balasan yang dijanjikan oleh agama.


Argumentasi kenapa janda perlu mendapat sedekah adalah bahwa seorang janda harus berjuang untuk menghidupi diri dan anak-anaknya jika ia ditinggalkan oleh suaminya. Prioritas disini mengacu kepada siapa yang paling membutuhkan. Jadi, pemberi sedekah perlu sedikit cermat untuk memilih siapa diantara calon penerima yang lebih membutuhkan. Rasulullah SAW sendiri dari beberapa motivasi perkawinannya adalah untuk meng-cover nafkah janda yang ditinggalkan suami-suami mereka, baik nafkah harta, batin, maupun tanggung jawab perlindungan.


Argumentasi prioritas pelayan dan orang yang sedang ditawan juga sama dengan diatas, yaitu kebutuhan. Pelayan dalam pekerjaannya terikat oleh majikan yang terkadang tidak dibatasi jam kerjanya. Kemudian, fenomena saat ini, insentif para pelayan, pembantu, penjaga mesjid masih belum maksimal mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait. Sampai-sampai Al-Qur'an menyandingkan miskin, yatim dengan orang yang ditawan dalam surat Al-Insan:8,


"Mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yaitm dan orang yang ditawan".



Di kutip dari bukunya "Reza Pahlevi Dalimunthe Lc, M.Ag" 

14 komentar:

  1. Bagus om beritanya....nambah wawasan
    izin share ya ...
    Tks

    BalasHapus
  2. jdi intinya kta harus melihat sapa yang lebih membutuhkan ya om,,bukan berrti orang tua bukan juga fakir,,begitu kan?

    BalasHapus
  3. Tks. Saya jadi merasa sangat kurang ilmu memahami Sedekah, Infak, Zakat. Saya harus belajar?

    BalasHapus
  4. trimakasih, sangat bermanfaat, pas banget saya butuh referensi ini, :)

    BalasHapus
  5. Terima kasih untuk ilmunya..

    BalasHapus
  6. terima ksih sudah berbagi ilmu, saya sedang memerlukan wawasa tentang ini.

    BalasHapus
  7. Sip js lebih tau untuk bersedekah..mksh info ny..

    BalasHapus
  8. lantas bgaimana dgn sedekah yg membabi buta tak pandang apapun sekiranya kelihatan bhwa mereka mmbutuhkan lantas kita bersedekah bgaimana hukumnya? sebab saya pernah melihat buku yg judulnya "sedekah membabi buta"

    BalasHapus
  9. Bagaimana dg anak yatim ?
    Masuk dalam kategori Yg mana?

    BalasHapus
  10. Intinya kita harus ikhlas memberikan sedekah,

    BalasHapus
  11. Alhamdulillah, luar biasa. Menambah ilmu pengetahuan saya. Sangat bermanfaat sekali..

    BalasHapus