Beberapa
kekeliruan dibawah ini menjelaskan beberapa poin yang mungkin luput
dari perhatian sebagian umat Islam. Mungkin karena kurangnya waktu untuk
mendapatkan informasi agama dan syariah. Ada beberapa kategori
prioritas yang ditekankan oleh agama dalam memilih kepada siapa kita
menyerahkan sedekah. Pada segmen ini, titik beratnya adalah kesempurnaan
sedekah dengan mengikuti skala prioritas yang dianjurkan agama demi
kesempurnaan, kemaslahatan dan manfaat sedekah yang lebih menyeluruh.
Jadi, bukan pada segmen hukum diterima atau tidaknya sedekah jika tidak
mengikuti urutan prioritas ini. Untuk itu, berikut ini beberapa
prioritas yang digariskan agama.
Pada
hakikatnya seseorang yang ingin bersedekah diberi ortoritas dalam
memilih siapa penerima yang ia pilih, sebagaimana hadist Nabi menegaskan
hal ini,
"Abu
Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda,'Bersedekahlah! Seseorang
menanggapi,'Ya Rasulullah, saya memiliki satu dinar (rezeki)'. Rasul
berkata,'Bersedekahlah untuk dirimu'. Ia berkata,'saya masih punya
sisanya'. Kata Rasul,'berikan kepada istrimu'. Ia berkata,'masih ada
yang lain'. Kata Rasul,'berikan kepada anakmu!' Masih ada yang lain'.
Kata Rasul,'berikan kepada pelayanmu!' Masih ada yang lain'. Rasul
berkata,'Terserah kamu (kamu lebih tahu)". Sunan An-Nasa'i, hadist
no.(2534) 5/66.
1. TIDAK MEMPRIORITASKAN KERABAT.
Memprioritaskan
kerabat juga perlu diperhatikan. Bagaimana munkgin seseorang bersedekah
kepada orang lain sementara masih ada kerabatnya yang sangat
membutuhkan kecuali untuk alasan-alasan yang krusial. Jika khawatir
kerabat tersinggung, tekniknya bisa dengan berbagai cara, baik melalui
orang lain atau dengan rahasia dan cara-cara lainnya yang tidak
menyinggung.
Ada
dua keuntungan bagi pemberi sedekah ketika memilih kerabat sebagai
penerima sedekahnya. Pertama, keuntungan pahala sedekah. Kedua,
mempererat hubungan kekerabatan, mempererat tali persaudaraan. Lihat
hadist Nabi berikut,
"Sedekahmu
kepada sesama muslim adalah bernilai sedekah, sementara kepada kerabat
bernilai sedekah dan ikatan tali persaudaraan". (HR.Ath-Tarmidzi)
Demi
keuntungan yang lebih banyak, satu ibadah bernilai dua kebaikan. Oleh
sebab itu, memprioritaskan kerabat sebagai calon penerima sedekah, perlu
dipertimbangkan. Kekeliruan bersedekah dengan tidak mendahulukan
kerabat tidak berakibat kepada ditolaknya nilai sedekah dimata Allah.
Tetapi, poinnya adalah lebih berkahnya nilai sedekah, jika dilihat dari
prioritas orang terdekat dengan si pemberi sedekah. Namun, bila
faktornya adalah siapa yang paling membutuhkan, maka bisa dilihat kepada
keadaan si penerima sedekah.
"Dari
Abu Sa'id Ak-Khudri ra, Rasulullah selesai melakukan shalat Adha dan
fitri, beliau berpesan pada orang-orang dan memerintahkan mereka untuk
bersedekah. Beliau berkata,'wahai manusia, bersedekahlah!' Kepada
perempuan beliau juga berpesan,'wahai para wanita, bersedekahlah.
Sungguh aku melihat kebanyakan penghuni neraka itu adalah perempuan'.
Mereka bertanya,'mengapa bisa begitu, ya Rasulullah?' Rasul
menjawab,'kalian banyak melaknat (mencaci) dan membantah keluarga. Aku
tidak melihat penyebab kekurang pintaran dan kekurangsalehan yang
menghilangkan kemurnian pikiran laki-laki, kecuali kalian para wanita'.
Kemudian Nabi beranjak dan tatkala sampai kerumahnya, Zainab istri Ibnu
Mas'ud minta izin bertamu, Ibnu Mas'ud berkata,'Ya Rasulullah, ini
Zainab'. Nabi bertanya,'Zainab yang mana?' Dijawab,'Zainab istrinya Ibnu
Mas'ud'. Nabi berkata,'oh ya, izinkan dia masuk'. Zainab berkata,'wahai
Rasul, engkau menyuruh hari ini untuk bersedekah. Aku mempunyai
perhiasan, aku ingin menyedekahkannya'. Kata Ibnu Mas'ud,' dia dan anak
kami lebih berhak menerimanya'. Nabi berkata,'Ibnu Mas'ud itu benar,
suamimu dan anakmu lebih berhak menerimanya". (HR.Bukhari).
2. TIDAK MEMPRIORITASKAN FAKIR DAN MISKIN.
Memprioritaskan
fakir miskin bukanlah sesuatu yang wajib dilakukan. Hal ini hanyalah
skala prioritas. Pemberi sedekah pasti selalu ingin sedekah yang ia
berikan bernilai dimata Allah, dan mendapat ridha Allah. Maka agama
memberi petunjuk skala prioritas untuk dipilih, siapa yang paling tepat
lebih dahulu diberikan sebelum yang lainnya.
"Berinfaklah
kepada orang-orang fakir yang terikat oleh jihad dijalan Allah; mereka
tidak dapat berusaha dibumi. Orang yang tidak tahu menyangka mereka
orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka
dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara
mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (dijalan
Allah), sesungguhnya Allah maha mengetahui. Orang-orang yang menafkahkan
hartanya dimalam dan disiang hari secara tesembunyi dan
terang-terangan, mereka mendapat pahala disisi tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati".
Kriteria
fakir dalam ayat ini sebenarnya masih menyimpan skala prioritas bagi
pemberi sedekah yang ingin terus menyempurnakan nilai sedekahnya. Fakir
akibat terlalu sibuk jihad dijalan Allah termasuk prioritas ayat ini,
dibanding fakir yang tidak jihad. Dewasa ini, hal seperti ini bisa
diartikan mereka yang mendapat panggilan jiwa mengabdikan ilmu,
kemampuan, dan pengabdian masyarakat yang membuat mereka kekurangan
waktu untuk mencari nafkah untuk diri dan keluarga mereka sendiri.
Contohnya seperti guru bantu didaerah tepencil yang tidak dibayar. Atau,
jihad kedaerah perang sehingga meninggalkan keluarga yang harus
dinafkahi.
3. TIDAK MEMPRIORITASKAN ORANGTUA.
Orangtua
yang fakir merupakan prioritas agama juga ketika memilih siapa penerima
sedekah yang akan diberikan. Banyak orangtua yang tidak memadai
hidupnya tapi enggan juga untuk meminta-minta. Mereka ini adalah orang
terhormat, bersih walau miskin, rapi walau sederhana, taat beragama,
sangat menghargai diri mereka sendiri. Ciri seperti ini banyak kita
temukan didalam masyarakat. Orangtua yang sudah pensiun tapi bekal hari
tuanya tidak mencukupi sementara anak-anaknya tidak mapan. Sebagian
orang yang datang ke mesjid dengan rapi dan bersih, tanpa kita sadari
sebenarnya ada diantara mereka yang sangat membutuhkan bantuan, tetapi
mereka tidak menampakkannya. Hanya orang-orang yang mempunyai kepekaan
sosial yang tinggilah yanng mengerti siapa mereka dan memberi bantuan.
"Berinfaklah
kepada orang-orang fakir yang terikat oleh jihad dijalan Allah. Mereka
tidak dapat berusaha dibumi. Orang yang tidak tahu menyangka mereka
orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka
dengan sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara
mendesak".
Ayat
diatas mengisyaratkan untuk memerhatikan penerima-penerima infak dan
sedekah. Juga, menganjurkan agar lebih mengasah kepekaan sosial kita
yang terkadang tertutupi oleh pergulatan dunia yang sangat menyita waktu
dan tenaga kita.
4. TIDAK MEMPRIORITASKAN FAKIR YANG SAKIT.
Prioritas
berikutnya adalah fakir yang sakit. Sebagaimana kita ketahui bersama,
bahwa penyakit yang diderita seseorang selalu menyita biaya yang tidak
sedikit apalagi penyakit yang diderita adalah penyakit yang membutuhkan
perawatan ekstra. Ini juga sering luput dari perhatian kita, bahwa
banyak pasien yang ada dirumah sakit, puskesmas, klinik tradisional,
atau disekelilingi kita adalah orang-orang fakir yang sakit yang tidak
punya biaya atau kekurangan biaya untuk berobat. Al-Qur'an mengingatkan
ini masih dalam ayat yang sama, QS.Al-Baqarah ayat 273. Jarang sekali
seseorang yang hendak menyerahkan sedekahnya dengan sengaja mendatangi
tetangganya, dengan alasan malu, merasa tidak enak, atau takut
tersinggung. Oleh karena itu, kita perlu memerhatikan kembali kandungan
ayat diatas untuk lebih meluangkan perhatian pada fakir-fakir yang tidak
mau meminta-minta dengan secara terang-terangan.
5. TIDAK MEMPRIORITASKAN FAKIR YANG TERANCAM KARENA
JIHAD.
Fakir yang terancam karena jihad maksudnya adalah mereka yang tidak sempat mencari nafkah karena jihad dijalan Allah.
"Berinfaklah kepada orang-orang fakir yang terikat oleh jihad dijalan Allah;mereka tidak dapat berusaha di bumi".
Pada
zaman Rasulullah,ayat diatas tujukan kepada mereka yang ikut jihad
berperang dijalan Allah. Atau, mereka yang sering diutus ke
wilayah-wilayah penyebaran Islam untuk dakwah. Dewasa ini, kelompok
seperti ini adalah mereka yang banyak melakukan pengabdian masyarakat,
baik dakwah, atau tujuan sosial lainnya. Hal ini menyita waktu dan
tenaga, sehingga mereka tidak sempat meluangkan waktu yang cukup untuk
mencari nafkah bagi dirinya atau keluarganya. Mereka ini seperti
orang-orang yang merelakan dirinya berdakwah ketempat yang membutuhkan
dan tidak dibayar secara layak, atau tidak dibayar sama sekali. Atau
juga, sukarelawan-sukarelawan bencana alam dan daerah konflik. Sebagian
mereka tidak dibayar atau tidak dibayar secara layak. Mereka juga
meninggalkan keluarga didaerah asal, bagi yang tidak membawa
keluarganya. Itu pulalah diantara urgensinya pada zaman Rasul dan
khula-faur Rasyidin membentuk Baitul Mal supaya mereka ini mendapat
tunjangan dari Baitul Mal. Orang-orang seperti ini banyak kita temukan
disekeliling kita dan sering luput dari perhatian kita termasuk
orang-orang yang menuntut ilmu, mereka yang mengabdi di mesjid, dan
sebagainya.
6. TIDAK MEMILIH ORANG SALEH.
Kekeliruan
lain yang perlu diperhatikan oleh seorang yang akan bersedekah adalah
pemilihan penerima sedekah. Sebaiknya selain keluarga, fakir, miskin
maka pilihlah yang saleh. Hal ini perlu diperhatikan demi mencapai
manfaat yang lebih maksimal. Harta yang disedekahkan tentunya
memindahkan pengelolaan dan pemanfaatan harta tersebut kepada penerima
sedekah. Jika yang terpilih adalah orang yang akan menyalurkannya kepada
yang tidak benar seperti penjudi, pencuri, peminum, atau pezina ada
kemungkinan dimanfaatkan dijalur yang menjadi hobinya.
Kemudian
orang tersebut doanya tidak lebih manjur secara hitung-hitungan manusia
dibanding ornag saleh. Malah, terkadang dia lupa mendoakan pemberi
sedekah. Jika penerima adalah seorang yang saleh taat agama maka besar
kemungkinan dia akan mendoakan pemberi dan memanfaatkannya dijalan yang
direkomendasikan agama. Sebagaimana kita pahami bersama, bahwa salah
satu motivasi seseorang dalam bersedekah adalah ingin mendapat ridha
dari Allah dan ingin didoakan oleh penerimanya. Sehingga, doa tersebut
mengetuk 'Arsy Allah dan berimplikasi pada semakin cepatnya rahmat Allah
turun kepada pemberi sedekah.
"Dari
Abu Sa'id Al-Khudri ra, bahwa Nabi SAW bersabda,'perumpamaan mukmin
seperti iman, seperti kuda pada tiang pengikatnya. Dia berkelana
kemudian akan kembali ke tiang ikatannya. Dan sesungguhnya, seorang
mukmin kadang lupa kemudian dia akan kembali kepada keimanan. Maka,
berikanlah makanan kamu kepada orang bertakwa dan orang-orang mukmin
yang baik (saleh)". (HR.Ahmad)
Siapa
saja berhak menerima sedekah, baik dia saleh maupun fasik, kecuali
diketahui kalau orang fasik akan membelanjakannya pada jalan yang haram.
Jika tidak, sah memberi sedekah kepada siapa saja.
Harus
dicatat juga kalau hal ini tidak mutlak ketika tidak ada pilihan lain
dalam memilih penerima sedekah. Artinya, bersedekah kepada siapapun sah
menurut agama. Namun, jika ada pilihan penerima sebagaimana yanbg
direkomendasikan agama maka hal itu akan lebih sempurna dan lebih cepat
dalam mendatangkan rahmat. Prioritas ini adalah dalam keadaan antara
memilih dua atau lebih objek penerima sedekah. Hal ini dipertegas oleh
hadist Nabi yang mengatakan,
"Dari
Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah bersabda,'seseorang menyatakan saya
akan mengeluarkan sedekah, kemudian dia menyerahkannya kepada seorang
pencuri'. Para sahabat mengkritiknya,'mengapa disedekahkan kepada
pencuri?' Nabi berkata,'Ya Allah, itu terpuji'. Pernah diberikan ke
tangan pezina, dikritik mengapa diberikan malam hari kepada pezina. Nabi
berkata,'Ya Allah, itu terpuji'. Kemudian pernah diberikan kepada orang
kaya, dikritik lagi. Nabi berkata,'Insya Allah kamu terpuji kalaupun
diberikan kepada pencuri, pezina, atau orang kaya'. Dikatakan
kepadanya,'adapun sedekahmu kepada pencuri, mudah-mudahan dia menjadi
berhenti mencuri. Adapun kepada pezina, mudah-mudahan dia berhenti dari
berzina. Adapun kepada orang kaya, mudah-mudahan dia mengambil ibrah dan
mulai berinfak dijalan Allah". HR.Bukhari.
7. TIDAK MENDAHULUKAN ORANG YANG BERUTANG.
Rasulullah
berpesan untuk mendahulukan orang yang berutang sebagai penerima
sedekah. Ini merupakan pilihan lain dari prioritas yang harus menjadi
perhatian setiap orang yang ingin menyalurkan sedekahnya. Hal ini agar
tidak terjadi seseorang bersedekah pada seseorang atau yayasan, padahal
kriteria prioritas diatas menunggu didepan mata, karena Rasul berpesan,
"Abu
Sa'id Al-Khudri berkata, seseorang tertimpa musibah pada zaman Rasul
lalu dia menjual kebunnya. Namun, utangnya masih banyak. Rasul
berkata,'kalian berilah dia sedekah'. Maka, orang-orang bersedekah dan
itupun belum cukup untuk membayar utang-utangnya. Rasul berkata kepada
pemiutangnya,'ambillah apa yang kalian dapatkan dan itulah bayaran
kalian". HR.Muslim.
8. MEMPRIORITASKAN NON-MUSLIM.
Memilih
non-muslim sebagai penerima sedekah tidak dilarang dalam tuntunan agama
Islam. Pada zaman Rasulullah ada anggapan bahwa ayat-ayat tuntunan
bersedekah terfokus pada umat Islam saja. PAda mulanya, Rasul pun
memahami demikian. Menurut riwayat, para sahabat Nabi tadinya memberi
sedekah kepada fakir miskinn penganut agama Yahudi dan Nasrani yang
berdomisili di Madinah. Tetapi, semakin banyak kaum muslim yang
membutuhkan bantuan, apalagi pasca hijrah, banyak muhajirin yang butuh
bantuan. Rasul menasihati agar tidak perlu membantu yang bukan muslim.
Sikap Rasul itu diluruskan oleh QS.Al-Baqarah ayat 272,
"Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah
yang memberi petunjuk memberi taufik siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa
saja harta yang baik yang kamu nafkahkan dijalan Allah maka pahalanya
itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu
melainkan karena mencari keridhaan Alllah. Dan apa saja harta yang baik
yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup,
sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)".
Jangan
menjadikan bantuan apapun bentuknya, materi atau non materi sebagai
cara untuk membujuk, menggiring atau memaksa orang lain memeluk agama
Islam. Jangan juga perbedaan agama dijadikan alasan atau penghalang
untuk tidak memberi bantuan atau sumbangan kepada siapapun yang butuh,
karena hanya Allah lah yang mempunyai hak prerogatif terhadap siapa yang
mendapat hidayah atau siapa kehilangan hidayah.
Bisa
dipahami dari koreksi ayat terhadap sikap awal Rasulullah, bahwa
membatasi penerima sedekah memang tidak dibolehkan dalam Islam. Tetapi,
membuat skala prioritas menjadi penting disaat kaum muslim keadaannya
perlu di prioritaskan. Prioritas ini tidak mengakibatkan nilai sedekah
seseorang hilang dimata Allah, tapi idealnya mendahulukan muslim dari
non muslim ketika perlu memilih akan lebih bermanfaat dibanding
sebaliknya.
"Sa'id
bin Jubair berkata,'Rasulullah bersabda,'jangan kalian bersedekah
kecuali kepada yang seagama'. Maka, Allah menurunkan QS.Al-Baqarah ayat
272. Rasulullah bersabda lagi, 'bersedekahlah kepada pemeluk agama apa
saja".
9. PENERIMA TIDAK BERTERIMA KASIH.
Ada
juga kekeliruan dari pihak penerima sedekah bahwa dia lupa berterima
kasih kepada pemberi sedekah. Kesalahan ini tidak fatal, tetapi
berkaitan dengan keikhlasan pemberi setelah itu. Jika penerima berterima
kasih maka pemberi akan merasa senang dan rasa senang akan mengarah
kepada kebahagiaan. Hal ini akan berimplikasi pada meningkatnya gairah
untuk bersedekah kembali pada kesempatan yang berbeda, walaupun dengan
penerima yang sama atau penerima yang berbeda.
"Nu'man
bin Basyir berkata, Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa bersyukur
sedikit, dia tidak mungkin bersyukur banyak. Siapa yang tidak berterima
kasih kepada orang, berarti dia tidak berterima kasih kepada Allah.
Ber-tahadduts dengan nikmat Allah berarti dia bersyukur, meninggalkannya
adalah kufur. Jamaah adalah rahmat dan perpecahan adalah azab".
Kekeliruan
ini tidak berakibat pada batalnya sedekah. Namun, akan berpengaruh pada
gairah bersedekah berikutnya. Artinya kekeliruan ini hanya pada adab
dan etika bersedekah.
10. PENERIMANYA TIDAK MENDOAKAN.
Mendoakan
orang yang memberi merupakan tanda syukur penerima kepada Allah atas
rahmat yang Allah berikan kepadanya melalui pemberi sedekah. Allah tidak
kekurangan satu sebab pun untuk membagikan rahmatnya didunia ini. Pada
hakikatnya, kita semua didunia ini adalah distributor terhadap rezeki
yang Allah titipkan kepada kita untuk disalurkan kepada pos-pos yang
nantinya Allah akan tunjukkan sebab-sebab penyalurannya, baik yang bisa
terduga. Terduga artinya manusia bisa menduga sebab distribusi dan objek
distribusi. Semua orang tahu bahwa istri dan anak adalah objek
distribusi yang wajib bagi suami. Sebabnya bisa diambil contoh ketika
istri mau melahirkan maka itu menjadi sebab suami harus mendistribusikan
unag bersalin. Tidak terduga artinya manusia tidak menduga apa yang
akan Allah jadikan sebab untuk seseorang mengeluarkan sedekah.
Contohnya seperti tiba-tiba dipagi hari ketika kita mau berangkat
kekantor, ada orang yang datang kerumah meminta sedekah, kemudian kita
memberi. Kita tidak pernah menduga kalau gerakan keluarnya kita dari
rumah menyebabkan langkah peminta-minta itu tergerak untuk singgah dan
meminta sedekah.
Oleh
karena itu, siapapun berkewajiban mensyukuri nikmat yang Allah berikan
walaupun melalui sedekah. Salah satu cara mensyukuri nikmat itu adalah
dengan mendoakan pemberi agar dia diberi rezeki yang lebih. Dan bisa
saja doa itu juga menjadi sebab nanti kepada orang lain mendapat rezeki
bagi orang lain, karena pemberi sedekah tadi tergerak lagi hatinya untuk
terus membiasakan bersedekah. Allah SWT berfirman dalam
QS.At-Taubah:103,
"Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu kamu membersihkan
dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu
itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Allah maha mendengar lagi maha
mengetahui".
Tidak
mendoakan pemberi tidak membatalkan pahala sedekah bagi pemberi. Namun,
kekeliruannya adalah penerima tidak memanfaatkan pahala tambahan dari
doa yang tidak dia panjatkan maka penerima akan senang jika kedengaran,
atau Allah akan menambah rezekinya karena doa dan syukur dari penerima
itu. Celaka bagi penerima yang tidak mendoakan, karena bisa jadi dia
dianggap sombong dan tidak bersyukur di mata Allah.
11. PENERIMA TIDAK MEMANFAATKAN SECARA BENAR.
Benar
bahwa harta atau sesuatu yang sudah dipindahtangankan hak miliknya maka
pengelolaannya juga sudah berpindah secara otomatis. Sedekah yang sudah
diserahkan kepada penerima maka pengelolaan akan menjadi otoritas
penerima sepenuhnya, akan dibelanjakan kemana dan untuk apa, sudah
menjadi kewenangannya. Ketika seseorang bersedekah maka dia akan
diganjar oleh Allah dan hubungan pengganjaran tersebut tidak terkait
dengan penerima lagi kecuali ada Allah diantara keduanya. Maksudnya
adalah jika pemberi memenuhi kode etik bersedekah dan meninggalkan
larangan-larangannya maka balasannya adalah melalui perantara Allah.
Seperti doa pemberi baru berpengaruh setelah ada Allah diantaranya.
Pada
segmen ini, pemanfaatan sedekah yang sudah diterima oleh penerima
sedekah adalah hak penuh pada dirinya. Ketika itu dimanfaatkan dijalan
yang benar maka akan berkah untuk dirinya, apalagi dimanfaatkan pada
kategori amal jariah. Seperti sedekah yang disalurkan ke yayasan
pesantren, amal jariahnya akan terus mengalir kepada pemberi sedekah.
Namun kalau disalurkan kepada seseorang atau kepada yayasan, kemudian
mereka memanfaatkan dijalan yang tidak benar maka tidak terkait lagi
pada pemberi, karena dia tidak tahu akan dimanfaatkan secara tidak
benar. Kalau dia tahu maka besar kemungkinan tidak akan disalurkan lewat
orang atau yayasan tersebut.
Penyaluran
yang salah akan berakibat pada penerima sedekah. Secara langsung atau
tidak langsung maka bantuan kepadanya akan berkurang. Langsung, jika
dikemudian hari diketahui bahwa penerima menyalurkan secara salah maka
pemberi akan kapok untuk memilih dia sebagai penerima, atau akan
tersebar berita dan berujung pada kesepakatan untuk tidak memilih dia
sebagai penerima. Tidak langsung artinya bisa saja Allah tidak
menggerakkan siapapun untuk memilih dia sebagai penerima sedekah lagi.
12. PENERIMA TIDAK MEMANFAATKAN SECARA BENAR.
Benar
bahwa harta atau sesuatu yang sudah dipindah tangankan hak miliknya
maka pengelolaannya juga sudah berpindah secara otomatis. Sedekah yang
sudah diserahkan kepada penerima maka pengelolaannya akan menjadi
otoritas penerima sepenuhnya, akan dibelanjakan kemana dan untuk apa,
sudah menjadi kewenangannya. Ketika seseorang bersedekah maka dia akan
diganjar oleh Allah dan hubungan tersebut tidak terkait dengan penerima
lagi kecuali ada Allah diantara keduanya. Maksudnya adalah jika pemberi
memenuhi kode etik bersedekah dan meninggalkan larangan-larangannya maka
balasannya adalah melalui perantara Allah. Seperti doa pemberi baru
berpengaruh setelah ada Allah diantaranya.
Pada
segmen ini, pemanfaatan sedekah yang sudah diterima oleh penerima
sedekah adalah hak penuh pada dirinya. Ketika itu dimanfaatkan dijalan
yang benar maka akan berkah untuk dirinya, apalagi dimanfaatkan pada
kategori amal jariah. Seperti sedekah yang disalurkan ke yayasan
pesantren, amal jariahnya akan terus mengalir kepada pemberi sedekah.
Namun kalau disalurkan kepada seseorang atau kepada yayasan, kemudian
mereka memanfaatkan dijalan yang tidak terkait lagi pada pemberi, karena
dia tidak tahu akan dimanfaatkan secara tidak benar. Kalau dia tahu
maka besar kemungkinan tidak akan disalurkan lewat orang atau yayasan
tersebut.
Penyaluran
yang salah akan berakibat pada penerima sedekah. Secara langsung atau
tidak langsung maka bantuan kepadanya akan berkurang. Langsung, jika
dikemudian hari diketahui bahwa penerima menyalurkan secara salah maka
pemberi akan kapok untuk memilih dia sebagai penerima, atau akan
tersebar berita dan berujung pada kesepakatan untuk tidak memilih dia
sebagai penerima. Tidak langsung artinya bisa saja Allah tidak
menggerakkan siapapun untuk memilih dia sebagai penerima sedekah lagi.
13. MENYEDEKAHKAN SEMUA HARTA.
Walaupun
pada persiapan perang tabuk, Abu bakar menyumbangkan semua hartanya.
Tetapi pada saat yang sama, Rasulullah melarang Abdurrahman bin Auf yang
ingin menyumbangkan juga semua hartanya, dengan alasan dia mempunyai
kepentingan lain. Hal ini mengajarkan kita bahwa sisakanlah sebagian
harta untuk kepentingan keluarga dan kepentingan hidup lainnya yang
masih menjadi tanggung jawabnya. Firman Allah SWT, QS At-Taghabun : 64
menyatakan,
"
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah
serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu.
Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah
orang-orang yang beruntung".
Ayat
ini dipahami ulama sebagai anjuran menyedekahkan sebagian harta yang
baik dijalan Allah. Dijelaskan juga tujuan sedekah dalam ayat ini adalah
untuk mengikis sifat kikir dari dalam diri seorang yang bersedekah.
14. PENERIMANYA MENGGERUTU TERHADAP SEDEKAH.
Adakalanya
penerima sedekah bersikap tidak puas, bahkan menggerutu terhadap
sedekah yang diterimanya. Terkadang dia menggerutu karena jumlah sedekah
kurang banyak. Dia berkata,"bersedekah koq tanggung-tanggung, segini
mana cukup untuk beli apa-apa". Atau, dia menggerutu karena jenis
sedekah yang kurang sesuai dengan harapannya, seperti dia menerima
sedekah berupa baju sementara dia merasa butuh uang, ia berkata,"coba
dikasih uang saja (mentahnya saja), biar leluasa menggunakannya".
Yang
lebih tidak pantas lagi kalau penerima sedekah marah-marah ketika
diberi sedekah, sedang ia menerimanya. Hal-hal seperti ini merupakan
sifat-sifat atau tindakan buruk penerima sedekah yang diceritakan dalam
QS.At-Taubah:58-59,
"Diantara
mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat. Jika mereka
diberi sebagian daripadanya, mereka bersenang hati. Dan jika mereka
tidak diberi sebagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi
marah. Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan
Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata,'cukuplah Allah bagi
kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian
(pula)Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap
kepada Allah (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka)".
Ayat
ini turun ketika diantara orang-orang munafik ada yang mencela Muhammad
SAW, menyangkut kebijaksanaannya dalam membagi sedekah. Orang munafik
itu adalah kharqush bin zuhair yang dikenal juga dengan gelar Abu
Al-Jawwad (orang gendut, angkuh dan banyak bicara). Rasulullah membagi
bagian sedekah dari hasil rampasan perang. Ketidakpuasannya pada cara
Nabi membagi sedekah, dia berkata kepada para sahabat lain, "tidakkah
kalian melihat bahwa sahabat kalian (Muhammad) telah membagi-bagikan
sedekah kepada para penggembala, sedang dia mengakui dirinya berlaku
adil"?
Kisah
ini kemiripannya dengan beberapa kericuhan dalam penertiban PKL oleh
pamong praja. Awalnya PKL itukan meminta izin ikut berjualan sementara,
selagi lahan itu tidak terpakai. Artinya, izin pemerintah atau pihak
terkait saat itu diibaratkan bantuan sementara. Ketika tiba waktunya
lahan itu akan dimanfaatkan dan difungsikan, mengapa penertiban yang
dilakukan pamong praja sering berujung dengan kericuhan? Sejak mulai
berdagang sampai penertiban merupakan batas bantuan, mengapa meminta
lebih dengan penolakan penertiban?
Untuk
itu, siapapun baik pemberi sedekah maupun penerima sedekah harus
menghindari sikap menggerutu ketika bersedekah maupun menerima sedekah.
Sikap menggerutu akan membatalkan pahala sedekah sebagaimana dikecam
pada ayat diatas.
15. KEKELIRUAN NIAT PENERIMA.
Jika
niat atau motivasi seorang penerima sedekah tidak benar, hal ini juga
merupakan sebuah kesalahan. Pada hakikatnya, seorang penerima sedekah
berhak menerima sedekah haruslah dengan sebab kebutuhan. Artinya, orang
tersebut layak menerima sedekah karena kebutuhan, baik karena fakir,
miskin, keadaan terdesak, tertawan, tidak berdaya hingga butuh dibantu.
Selain itu, memenuhi hak-hak orang lain juga dihitung sedekah oleh
syariat. Seperti menyalurkan hawa nafsu pada tempatnya menjadi berpahala
sedekah karena tidak disalurkan pada tempat yang salah.
Islam
datang dengan tujuan untuk menyelamatkan umat kejalan yang baik. Allah
menjanjikan kebahagiaan dunia dan akhirat bagi siapa saja yang taat dan
takwa kepada Allah. Sehingga janggal rasanya jika seseorang yang takwa
atau muhsin mendapatkan kehidupan yang tidak berkah. Tidak mungkin Islam
menjanjikan sesuatu yang tidak sesuai antara teori dan fakta. Jika
faktanya seorang muslim tidak berkah hidupnya maka perlu diajukan
pertanyaan ketakwaannya. Islam menganjurkan untuk menjadi orang
tangannya diatas, bukan dibawah.
Hadist Rasulullah yang sejalan dengan pernyataan diatas menyebutkan,
"Apapun
yang dimakan oleh seseorang sebaiknya dari hasil usaha tangannya
sendiri. Sesungguhnya makanan Nabi Daud selalu dari hasil usaha
tangannya sendiri". (HR.Bukhari)
"Ada
3 kategori tangan maka tangan Allah adalah yang paling ulya (atas),
tangan pemberi berikutnya, dan tangan peminta yang terbawah. Oleh sebab
itu, berikanlah kebaikan (manfaat) dan jangan jadikan dirimu lemah
(jangan rendahkan dirimu)". (HR.Abu Daud).
Sementara
dewasa ini, sebagian penerima sedekah justru menjadikan hasil sedekah
sebagai profesi. Hal ini tidak sejalan dengan apa yang dianjurkan oleh
Islam. Dengan demikian, ada baiknya untuk tidak memilih mereka yang
menjadikan sedekah sebagai penghasilan utama sebagai penerima sedekah.
Selain sedekah bertujuan untuk membantu yang membutuhkan dan mencari
ridha Allah, juga bertujuan mengurangi kemiskinan dengan meningkatnya
alumni-alumni "tangan dibawah"ke posisi"tangan diatas".
16. TIDAK MEMPRIORITASKAN YANG SEDANG MENUNTUT ILMU DAN
FISABILILLAH.
Menuntut
ilmu dijelaskan dalam Al-Qur'an dengan tegas akan mendapatkan
peningkatan derajat dimata Allah dan manusia. Secara sederhana, hal ini
bisa kita pahami bahwa dengan ilmu seseorang akan lebih bijaksana dalam
memandang sebuah permasalahan dan lebih arif dalam mendalami apa yang
Allah dan Rasul-Nya maksudkan tentang agama menuju Allah. Hal ini
ditegaskan dalam surat Al-Mujadalah:11,
"Hai
orang-orang yang beriman, apabila dikatakan
kepadamu,"berlapang-lapanglah dalam majelis" maka lapangkanlah. Niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan,"Berdirilah
kamu" maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Eksistensi
seorang penuntut ilmu selama ia menuntut ilmu merupakan salah satu
waktu atau masa primer yang diberkahi Allah. Argumentasinya adalah bahwa
selama ia menuntut ilmu, distribusi aktivitasnya mayoritas fisabilillah
(dijalan Allah). Kemudian, pasca menuntut ilmupun aktivitasnya
diharapkan akan memberi manfaat bagi manusia. Walaupun faktanya sebagian
ilmuwan ada yang tidak memanfaatkan ilmunya secara benar. Seperti
orang-orang yang belajar agama Islam, tapi kemudian merongrong Islam
sesudahnya. Untuk itu, Ulama membagi dua kategori dalam memahami ajaran
Lukman Al-Hakim.
"Ilmuwan
yang bijaksana akan mengajak manusia untuk mengamalkan sesuatu dengan
diam dan kewibawaan, sementara ilmuwan yang dungu akan menyesatkan dan
menjauhkan orang dari amalnya dengan banyak bicara dan berlebihan".
Maksud
perkataan ini adalah ilmuwan yang bijak akan mengundang orang untuk
menirunya dengan bijak dan wibawa. Sebaliknya, ilmuwan dungu akan banyak
bicara dan tidak sesuai dengan perbuatan, bahkan ia tidak rela orang
lain menyamai pencapaiannya.
Kaitannya
dengan sedekah adalah bahwa orang yang menuntut ilmu sedang berada
dalam waktu primer dan doa mereka berpotensi cepat diijabah oleh Allah.
Pemanfaatan ilmu mereka akan memberi pahala yang berkepanjangan. Diatas
telah kita jelaskan bahwa balasan sedekah akan cepat datang jika
penerimanya adalah orang yang butuh, saleh dan bertakwa.
Penuntut
ilmu menjadi prioritas jika pilihan yang ada adalah penerima yang lebih
rendah skala prioritasnya. Seperti penerima yang ada adalah mahasiswa
yang tinggal di mesjid dibanding peminta-minta yang membawa daftar
sumbangan dan sudah berkali-kali datang dan tak pernah selesai.
Sampai-sampai, anda sudah beranggapan bahwa sumbangan itu berubah tujuan
dari pembangunan menjadi konsumsi pribadi.
17. TIDAK MEMPRIORITASKAN JANDA, PELAYAN, ORANG YANG
DITAWAN.
keempat
golongan ini perlu di prioritaskan ketika pilihan saat menyerahkan
sedekah adalah mereka yang paling membutuhkan. Tentunya prioritas disini
bukanlah sebuah kewajiban yang jika tidak didahulukan lantas sedekah
batal. Namun, tujuannya adalah sebaiknya sedekah memilih
golongan-golongan yang di prioritaskan agama. Semakin memperhatikan
prioritas maka semakin manfaat sedekah yang di distribusikan. Pada saat
yang sama semakin cepat juga balasan yang dijanjikan oleh agama.
Argumentasi
kenapa janda perlu mendapat sedekah adalah bahwa seorang janda harus
berjuang untuk menghidupi diri dan anak-anaknya jika ia ditinggalkan
oleh suaminya. Prioritas disini mengacu kepada siapa yang paling
membutuhkan. Jadi, pemberi sedekah perlu sedikit cermat untuk memilih
siapa diantara calon penerima yang lebih membutuhkan. Rasulullah SAW
sendiri dari beberapa motivasi perkawinannya adalah untuk meng-cover
nafkah janda yang ditinggalkan suami-suami mereka, baik nafkah harta,
batin, maupun tanggung jawab perlindungan.
Argumentasi
prioritas pelayan dan orang yang sedang ditawan juga sama dengan
diatas, yaitu kebutuhan. Pelayan dalam pekerjaannya terikat oleh majikan
yang terkadang tidak dibatasi jam kerjanya. Kemudian, fenomena saat
ini, insentif para pelayan, pembantu, penjaga mesjid masih belum
maksimal mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait. Sampai-sampai
Al-Qur'an menyandingkan miskin, yatim dengan orang yang ditawan dalam
surat Al-Insan:8,
"Mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yaitm dan orang yang ditawan".
Di kutip dari bukunya "Reza Pahlevi Dalimunthe Lc, M.Ag"
Bagus om beritanya....nambah wawasan
BalasHapusizin share ya ...
Tks
jdi intinya kta harus melihat sapa yang lebih membutuhkan ya om,,bukan berrti orang tua bukan juga fakir,,begitu kan?
BalasHapusTks. Saya jadi merasa sangat kurang ilmu memahami Sedekah, Infak, Zakat. Saya harus belajar?
BalasHapustengkyu atas ilmunya :)
BalasHapustrimakasih, sangat bermanfaat, pas banget saya butuh referensi ini, :)
BalasHapusTerima kasih untuk ilmunya..
BalasHapustrimkasih
BalasHapusterima ksih sudah berbagi ilmu, saya sedang memerlukan wawasa tentang ini.
BalasHapusSip js lebih tau untuk bersedekah..mksh info ny..
BalasHapuslantas bgaimana dgn sedekah yg membabi buta tak pandang apapun sekiranya kelihatan bhwa mereka mmbutuhkan lantas kita bersedekah bgaimana hukumnya? sebab saya pernah melihat buku yg judulnya "sedekah membabi buta"
BalasHapusBagaimana dg anak yatim ?
BalasHapusMasuk dalam kategori Yg mana?
Terimakasih. BarakAllaH...
BalasHapusIntinya kita harus ikhlas memberikan sedekah,
BalasHapusAlhamdulillah, luar biasa. Menambah ilmu pengetahuan saya. Sangat bermanfaat sekali..
BalasHapus