Selasa, 04 Desember 2012

NIAT, SYARAT SAHNYA IBADAH

Aku merasa jengkel mendengar penjelasan iblis. Lalu aku berkata, "hai iblis terkutuk, tidakkah kamu memahami falsafah sujud dihadapan Allah? Bukankah kamu telah menghabiskan sebagian besar usiamu untuk beribadah? Seluruh ibadah yang telah kamu lakukan karena riya dan untuk memperdaya para malaikat. Tujuan ibadahmu adalah demi mendapat pujian dari para malaikat. Kamu tidak mempunyai ketulusan niat untuk meraih keridhaan Allah. Tidakkah kamu tahu bahwa niat merupakan ruh perbuatan. Perbuatan manusia bergantung pada niatnya. Niat bagaikan batu pahat amal perbuatan.

Imam Baqir as berkata, "niat seorang mukmin lebih baik dari perbuatannya." (QS.Al-kahfi[2]:182).

Keabsahan ibadah manusia tergantung pada niatnya. Jika niatnya untuk mencari keridhaan Allah dan bertujuan mendekatkan diri kepada-Nya, maka ibadah dan shalatnya akan memiliki ruh, makna, bobot, dan nilai penting di sisi Allah. Ibadah dan shalat ini seperti cahaya. Dimanapun ada cahaya, mereka bergerak menuju ke arah cahaya. Cahaya yang dimiliki makhluk hidup adalah cahaya Allah. Iblis takut manusia akan bergerak mengejar cahaya ilahi ini.

Demi meraih cahaya ini, manusia mengerahkan seluruh daya upayanya, menepis semua bahaya, dan merelakan dirinya menjadi debu demi meraih cinta ilahi. Dengan demikian, dia menjadi pantas untuk berjumpa dengan sang kekasih. Dalam menempuh jalan ini, seorang hamba harus berkorban demi yang dicintainya dengan tulus ikhlas. Semua pengorbanan yang diberikan akan menghantarkan pelakunya kepada Sang Kekasih."

Iblis tertawa terbahak-bahak mendengar perkataanku. Dia berkata, "hal penting dari percakapan kita disini adalah setiap hari ketika aku dan bala tentaraku merasuki hati-hati kalian anak cucu Adam dan melemahkan iman kalian, aku menaruh api dalam setiap perbuatan mereka, sehingga amal tersebut terbakar dan musnah bagaikan debu. Api ini akan selalu menyala didalam hati mereka seperti api abadi yang keluar dari tanah, dan dengan kesalahan terkecil sekalipun api tersebut akan menyala dan jilatannya akan membakar hangus tubuh dan inti amal menjadi abu."

Aku berkata, "hai Soqhir (salah satu nama iblis yang berarti hina dan rendah) kamu merasuki hati manusia dengan tujuan ingin menghilangkan amal perbuatan mereka? Bukankah kamu tahu bahwa niat lebih tinggi dari perbuatan? Sebab, hidupnya amal perbuatan bergantung pada niat. Jika niat dalam ibadah kuat, maka shalat menjadi sarana untuk bermunajat dan terus meningkatkan derajatnya. Iblis berupaya merasuki dan merusak niat serta menjadikan seseorang lalai dari shalatnya. Dalam al-Qur'an, Allah SWT berfirman: maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya." (QS.Al-Ma'un:4-6).

Oleh karena itu, riya dalam ibadah merupakan penyakit yang jika merasuki amal ibadah, maka perbuatan itu menjadi sia-sia dan tak bermakna."

Tatkala aku memikirkan ibadah dan shalatku, aku melihat seringkali aku mengerjakannya dicemari dengan iblis dan aku mengerjakan shalat untuknya. Yaitu shalat yang dikerjakan tanpa kehadiran hati yang mengingat Allah SWT, namun dikotori dengan pikiran gelisah dan hati yang terjebak problema hidup keseharian. Bagaimana mungkin hal itu bisa menjadi sebuah ibadah yang diterima di sisi Tuhan yang maha kekal abadi?!


TENTARA IBLIS DI MEDAN TEMPUR.


Iblis berkata, "aku banyak sekali menyesatkan shalat-shalat kalian, hai manusia! Sungguh banyak dari mereka yang tersesat. Ketika manusia hendak mengerjakan shalat, aku segera mengelilinginya dan tidak mengizinkan mereka mendirikan shalat. Aku berjanji dan berbisik padanya bahwa masih ada banyak waktu. Saat ini kamu masih lelah. Istirahatlah sejenak. Atau sekarang lebih baik kamu makan dahulu, setelah itu shalat. Dan dalam shalatnya pun akan kuhembuskan rasa was-was, sehingga menjauhkannya dari makna shalat yang sebenarnya.

Aku menyibukkan pikiran dan otaknya terhadap pelbagai persoalan selain ketaatan kepada Allah. Hingga usai shalat pun, aku tetap mengelilinginya dan berbisik padanya untuk memikirkan persoalan pribadinya atau mengerjakan hal lain. Sedemikian rupa aku hembuskan keraguan dihatinya, sehingga dia tidak menyadari berapa jumlah raka'at yang sedang dia kerjakan. Ketika sholat seperti itu selesai, dia menjadi sia-sia dan tidak mendatangkan manfaat di akhirat. Sebab, ibadah ini menjadi sia-sia. Ibadah sia-sia tidak mendatangkan ganjaran dan pahala. Pada hari kiamat, saat amal perbuatan dipaparkan dan rahasia-rahasia manusia diungkap, amal ibadah yang sia-sia menyebabkan manusia menyesal dan menderita."

Aku berkata, "hai iblis, aku tahu kamu berusaha merusak amal ibadah kami, terutama shalat kami. Namun aturan dan perintah ilahi merupakan jalan keluar bagi kami. Dengan mengikuti perintah-perintah-Nya, kami bisa beribadah dengan bebas."


Sumber dari buku Semalam bersama setan.
Oleh Alieh Hamedani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar