Kamis, 13 Desember 2012

AMARAH YANG BERIMBANG

Allah SWT menerima amarah seseorang, jika dengan niat seperti itu (yang telah disebutkn sebelumnya). Taraf seimbang dalam amarah itu adalah sebagai berikut. Marah pada tempatnya, yakni kemarahan itu untuk tujuan-tujuan yang baik serta tidak berlandaskan pada hawa nafsu.
Seimbang dalam amarah adalah ketika secara akal dan syariat seseorang diperbolehkan untuk marah. Bahkan, ini bukan saja tak termasuk sifa buruk, tetapi merupakan tanda-tanda keimanan dan tauhid, serta merupakan tanda-tanda kejujuran dan keikhlasan dalam perbuatan. Amarah suci seorang hamba baik Allah adalah untuk Allah dan untuk menjaga kehormatan manusia, dengan kemarahan yang seimbang.
Kita dapat sebutkan contoh dari kemarahan yang pada tempatnya, yakni apa yang ada pada diri Imam Husain as. Kemarahan Imam Husain as hanya diperuntukkan bagi Allah dan dalam menjalankan perintah-perintah Allah SWT. Beliau jauh dari amarah yang tak pada tempatnya. Contoh lain yang dapat dijadikan teladan adalah apa yang ada pada diri Imam Ali bin Abi Thalib as. Dalam sebuah peperangan, ketika Imam Ali as sedang berhadapan dengan musuh, orang itu meludahi wajah mulia beliau.
Ketika pedang beliau saat itu siap ditangan, sehingga dengan mudah musuh itu bisa dikirim ke neraka, namun untuk sesaat Imam Ali as bersabar. Baru setelah itu, beliau bersiap untuk mengirimkan musuhnya ke neraka, agar dunia ini bersih dari sifat aib dan tercela yang ada pada orang itu.
Musu itu dengan penuh heran bertanya kepada Imam Ali as, "Mengapa engkau batal membunuhku? Mungkin engkau telah sadar kalau aku ternyata lebih hebat darimu?"
Imam Ali menjawab, "tebasan pedangku hanya karena Allah dan kemarahanku hanya untuk mendekatkan diri kepada-Nya, bukan (lantaran) amarah yang muncul dari hawa nafsuku. Amarahku hanya untuk Allah; untuk mendapatkan rahmat-Nya bagiku. Tadi engkau meludahiku. Bisa saja aku langsung menebaskan pedangku ke batang lehermu karena apa yang telah kau lakukan. Jika aku langsung mengayunkan pedangku, mungkin orang akan beranggapan bahwa aku melakukan itu karena amarahku. Oleh sebab itu, aku membatalkannya dan berhenti sejenak, sehingga jelas bahwa kemarahanku tidak lain hanya untuk Allah. Aku senang untuk-Nya dan kemarahanku juga untuk-Nya."


MARAH UNTUK SETAN.


Marah untuk Allah adalah perbuatan terpuji dan diterima, tetapi marah untuk setan sama sekali tak dapat dibenarkan dan tak diterima di sisi Allah. Imam Muhammad al-Baqir as berkata, "orang yang marah dan kemarahannya meletup-letup, maka dia tidak akan puas hingga masuk ke neraka."
Seseorang yang marah untuk setan, laksana seekor serigala lapar yang menyerang ke kawanan kambing yang tak berdosa dan memorak-porandakan mereka. Padahal, para penggembala dan anjing penjaga telah merawat mereka dengan baik.



Sumber dari buku Semalam bersama setan.
Oleh Alieh Hamedani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar